Berita Sikka
Riak Rocket Queen di Ujung Tahun, Ciptakan Pusaran Musik Indie di Kota Maumere
Senandung 7 lagu Rocket Queen dari dua mini album hangatkan dinginya Kota Maumere yang terus diguyur hujan bulan Desember di ujung tahun 2024.
Penulis: Cristin Adal | Editor: Cristin Adal
"Harapan untuk Rocket Queen, bisa menginspirasi teman-teman yang lain yang tetap menghasilkan karya di tengah kesibukannya.
Harapannya lebih besar, saya sering cerita ke teman termasuk KAHE, Rocket Queen pernah mendaftar untuk ikut festival di di luar NTT tapi terkendala biaya akomdasi yang mahal jika membawa band,"kata Bernad.
Bernad mengakui biaya akomodasi yang sangat besar membuat Rocket Queen tidak berani untuk tampil pada festival-festival ternama yang dilaksanakan di beberapa wilayah di Indonesia seperti Makassar, Jogja hingga Jakarta. Namun bagi Bernad itu bukan penghalang tapi menjadikannya ruang untuk berkarya di daerah sendiri.
"Kami memberi tahu bahwa kita juga bisa, bikin pusaran kita sendiri tidak harus ke sana dan kita bisa bikin karya di sini. Sebenarnya Rocket Queen mau memberi contoh bahwa kita punya satu acara musik besar dan kita punya karya yang selalu bersabar dan bisa maju,"ujar Bernad.
Memulai Kebiasaan
Menurut Ketua Komunitas KAHE Eka Putra Nggalu, genre musik indie mungkin belum familiar di Flores dan Maumere khususnya. Tapi kata Eka, genre musik indie di Maumere mulai berkembang seperti Rocket Queen, Pon Daisy dan beberapa lainnya.
"Saya secara pribadi melihat potensi teman-teman banyak sekali yang membuat music indie dan bagus-bagus. Kita bisa mulai dulu dengan apa yang ada dan hasil rekamannya setelah kita rekam bagus,"ungkap Eka.
Memperkenalkan musik indie tak harus dalam konser besar. Musisi dapat membangun kebiasaan masyarakat melalui pertunjukan musik sekala kecil atau gigs dan kebiasaan membeli tiket sebagai bentuk apresiasi untuk musis lokal.
"Kebiasaan itu kita harus buat dan kita kondisikan walapun kita punya keterbatasan alat dan banyak hal tapi kita harus mulai dulu. Selain itu dengan adanya platform musik digital kita bisa pakai itu dulu. Sambil yang digital jalan kita membiasakan yang offline-offline kata Eka.
Ia mengakui bahwa penonton dalam pertunjukan musik yang dilakukan Rocket Queen bersama Komunitas KAHE kali ini jauh di bawah target. Namun itu bukan soal kuantitas tapi bagaimana membangun kebiasaan, dan membangun keiingan orang membayar tiket.
"Tidak apa-apa di awal bukan soal kuantitas dulu. Ini masih dalam tahap uji coba bagaimana warga mengapresiasi atau teman-teman seniman mendukung tidak. Belum yang muluk-muluk,"ujar Eka.
Eka menyebut Komunitas KAHE secara kolektif bergerak dalam seni pertunjukan dan fokusnya pada teater, riset, dan produksi pameran. KAHE akan terus buka ruang untuk musisi lain dan konsisten mendukung seniman untuk konser karya mereka.
"Musik ini kami bukan pencipta, kami bukan creator tetapi kami mengambil posisi menjadi platform yang mengupayakan tumbuh suburnya karya para musisi. Banyak bakat banyak komunitas, komunitas sudah bergerak dan kapan pemerintah. ungkapnya
Eka juga mengingatkan bahwa kesenian itu bisa jadi alat untuk transformasi sosial. Seni itu punya kemampuan untuk mendokumentasi,mempersuasi orang, dan mengajak orang bergerak.
"Lagu, teater, musik, karya visual foto itu selalu bisa punya energi untuk menggerakan perubahan sosial. Kami percaya itu berlangsung lama, ini harus didukung oleh semua orang. Seni punya kedewasaan untuk menyampaikan pesan terhadap masalah politik, kemiskianan, kasus korupsi, pembangunan yanag tidak ramah ekologi,"pungkas Eka.
Apresisasi Dewan Kesenian Sikka
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.