Erupsi Gunung Lewotobi Laki laki

Kenang Satu Tahun Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki Flores Timur NTT, Derita yang Belum Usai

Sebelum Gunung Lewotobi Laki-laki kembali mengamuk ketika detik-detik pergantian tahun 2023 menuju 2024, warga

|
Penulis: Paul Kabelen | Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, NTT. Didokumentasi pada Oktober 2024. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA - Tak terasa bencana erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, NTT, genap satu tahun. Kejadian perdana tanggal 23 Desember 2023. Hingga saat ini, Senin, 23 Desember 2024, Lewotobi Laki-laki masih mengalami kegempaan dan sesekali erupsi.

Pada waktu itu, suasana ketenangan berubah mencekam kala material erupsi membumbung tinggi. Suara gemuruh menggelegar. Wilayah Kecamatan Wulanggitang dan Ile Bura yang terdampak tampak gelap lantaran tertutup abu vulkanik yang keluar dari dalam perut gunung.

Warga sejumlah desa, termasuk Hokeng Jaya, Dulipali, Klatanlo, dan Nawokote berhamburan keluar rumah. Mereka lantas menyelamatkan diri ke perbatasan Flores Timur-Sikka yang jaraknya sekira 13 kilometer dari pusat erupsi.

Bencana perdana itu tak menimbulkan korban jiwa. Warga masih bisa pulang ke rumah untuk merayakan Natal bersama sanak keluarga. Canda, tawa, kedamaian masih hangat dalam benak mereka bersamaan dengan perayaan ekaristi di Gereja Maria Ratu Semesta Alam Hokeng.

 

Baca juga: Donasi Rp 1 Miliar Bencana Lewotobi Masuk ke Rekening Pemda Flores Timur NTT

 

 

Sebelum Gunung Lewotobi Laki-laki kembali mengamuk ketika detik-detik pergantian tahun 2023 menuju 2024, warga masih bisa menggarap kebun, anak-anak masih bermain, serta pengusaha yang menjual di Pasar Boru.

"Iya, waktu itu tengah malam, beberapa menit jelang pergantian tahun. 31 Desember 2023 ke 1 Januari 2024, kami semua lari, suasana saat itu mencekam, kami ketakutan," kata Trisno Riyanto, warga Hokeng Jaya yang kini mengungsi di Desa Bokang Wolomatang, Kecamatan Titehena. 

Erupsi berkepanjangan membuat warganya terbiasa. Hari-hari dikepung belerang, mereka tak lagi khawatir dengan apa yang diberikan Gunung Lewotobi Laki-laki. Namun, kerusakan parah amat terasa saat atap rumah bocor dan terjangan banjir lahar dingin yang meneror kampung.

Tanaman perlahan mati. Hasil panen kakao, mete, serta tanaman hortikultura kian merosot bahkan gagal total. Hidup semakin susah dan berat. Sepanjang erupsi, warga tak menikmati sayuran yang mereka tanam lantaran sudah terkontaminasi abu vulkanik.

Pedihnya hidup warga dalam keadaan bencana yang sangat panjang itu sejatinya luput dari perhatian pemerintah setempat. Mereka pun kehilangan kepercayaan. Ribuan masyarakat bahkan tak menggunakan hak politiknya saat Pilkada 27 November 2024.

Hingga 3 November 2024, tengah malam, hal yang tak terduga akhirnya terjadi. Letusan bak kiamat membangunkan warga. Beberapa saat berselang, permukiman Klatanlo, Dulipali dan Hokeng Jaya dilanda hujan batu. Sembilan warga meninggal, rumah terbakar, sekolah-sekolah hancur dihantam batu.

Yoseph Moti Namang, mengatakan peristiwa bencana 3 November menjadi catatan sejarah yang tak akan lekang. Letusan gunung yang menurutnya amat "ganas" itu baru ia rasakan, berbeda dengan yang pernah terjadi sekira 20-an tahun silam.

"Ledakan besar, seperti bom. Batu warna merah terbang ke permukiman, bekasnya juga masih ada. Ada kubangan besar sekali, kita bisa lihat di lapangan bola Desa Klatanlo, ruas jalan, dan rumah warga," katanya dari posko pengungsian.

TRIBUNFLORES.COM baru-baru ini menengok permukiman Desa Dulipali, Klatanlo, Hokeng Jaya, dan Nawokote, empat desa terdampak sangat parah yang akan direlokasi. Tanaman hangus terbakar. Banyak rumah warga yang hancur, lebih banyak bagian atap.

Lontaran material panas saat letusan meninggalkan banyak bekas lubang atau kubangan. Satu kubangan paling besar berada di samping SMP Katolik Sanctissima Trinitas. Sekolah itu ditutup permanen. Nasib sebagian gurunya kini di ambang pengangguran. Murid-muridnya telah dipindahkan ke sekolah lain.

Jalanan tertutup pasir dan kerikil. Tingginya diperkirakan mencapai 15 centimeter. Paling parah di Desa Nawokote. Bebatuan besar yang terseret banjir lahar membuat akses jalannya putus total.

Hingga kini, sekira 8.000 jiwa masih berada di posko pengungsian baik terpusat maupun mandiri. Pada, Minggu, 22 Desember 2024, sejumlah warga Nurabelen telah dipulangkan ke rumahnya seiring berkurangnya radius bahaya erupsi.

Rayakan Natal di Posko

Di Posko Kobasoma dan Bokang Wolomatang, dua dari enam posko yang disediakan Pemda Flores Timur, belum ada pohon Natal serta ornamen-ornamen lainnya.

Meski demikian, suasananya amat terasa, apa lagi saat kunjungan Santa Claus dan Fan Fare Santa Caecilia. Hiburan hingga tengah malam itu membawa kegembiraan tersendiri jelang hari kelahiran sang juru selamat.

Banyak anak-anak tertidur pulas saat hujan mengguyur posko. Kebatinan jelang Natal di tempat pengungsian juga membayangi Elisa Mahi Puka. Perempuan 24 tahun itu mengaku merindukan suasana Natal di kampungnya.

"Ingat rumah, rindu suasana kampung. Biasanya tanggal-tanggal begini sudah ramai, kami pasti sibuk bersihkan rumput dari tempat tinggal ke gereja," katanya.

Saban malam, sebelum tidur, Elisa menitihkan air mata. Ia gunda memikirkan rumah dengan segala cerita manisnya. Elsa dan penyintas merayakan Natal di tempat pengungsian.

"Rayakan di sini saja," ucapnya.

Warga Desa Bokang Wolomatang akan merayakan Natal bersama pengungsi tanggal 28 Desember 2024. Mereka memulainya dengan pertemuan di setiap basis.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved