Unika Santu Paulus Ruteng
Menjaga Ada Kita: Sebuah Refleksi Menyambut Tahun 2025 oleh Dosen Unika Ruteng
Satu pengalaman rohani orang-orang yang mendapat predikat “pribadi beriman”, yakni “mencintai” sebagai wujud kasih Allah secara
TRIBUNFLORES.COM, RUTENG - Sepantasnya kita patut bersyukur karena diberi waktu oleh Tuhan, Sang Pemilik Waktu untuk boleh menghirup udara dari waktu ke waktu hingga di penghujung tahun dan menyambut tahun baru dengan sejuta harapan baru. Hal ini merupakan rahmat (a grace) terbesar bagi kita.
Tentu, muncul pertanyaan konyol, “Sampai kapan kita diberi waktu?” Semuanya bukan sekadar misteri, tetapi tersirat dalam “ada kita” tanpa kita sadari.
Ada kita dalam sang waktu terus mengalur maju tanpa kompromi untuk toleransi.
Ada kita adalah realitas, bukan sekadar rutinitas. Realitas yang diwujudkan dalam kesadaran aktivitas sebagai pengalaman hidup. Setiap pribadi manusia tentu memiliki menjaga pengalaman hidup masing-masing sebagai wujud hadirnya ‘ada kita”.
Baca juga: Mahasiswa HMPS PBSI Unika Ruteng Gelar Kegiatan PKM di Gereja Stasi Ketang
Ada Kita dengan Mencintai
Satu pengalaman rohani orang-orang yang mendapat predikat “pribadi beriman”, yakni “mencintai” sebagai wujud kasih Allah secara manusiawi.
Setiap orang secara konsisten menghadirkan adanya dengan menabur benih-benih kasih kepada sesama di sekitar secara bebas dan tak terbatas. Selain itu, sebagai insan unik dan indah, setiap orang memancarkan keanggunan pribadi, bukan kemolekan jasmani.
Sikap-sikap tersebut menuntut kethulusan hati untuk merealisasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud “ada” dalam pengalaman rohaniah”, bukan kedudukan, status, dan kehormatan.
Kesederhanaan berpikir adanya pengalaman rohani sebagai satu cara menaburkan benih-benih kasih kepada sesama.
Setiap realitas “ada” yang telah, sedang, dan akan kita alami memiliki dinamika indah, karena tidak hanya yang membahagiakan, tetapi juga kesedihan dan kegagalan. Ada kita tidak hanya di jalan kemulusan, tetapi juga mengalami tantangan dan godaan.
Semua pengalaman “ada” secara rohani tampak dalam sikap pertama dan utama, yakni “mencintai”.
Bagaimana kita tahu tentang cinta kalau “ada” kita tidak pernah mencintai dan membiarkan diri untuk dicintai dengan segala risikonya?
Haram bagi setiap pribadi rohaniah menunggu untuk mencintai. Kita jangan pernah menunggu untuk mencintai.
Menunggu membuat diri terbeban yang pada akhirnya tidak bisa dipikul dan konsekuensinya putus asa. Justru, kita harus berani menghadapi, bersemangat untuk maju, dan kuat dalam tantangan.
Awal tahun ini kita ditantang Anthony Harton dengan petuahnya, “Jangan menunggu untuk dikasihi kalau ingin mengasihi; jangan menunggu sampai kesepian untuk menyadari pentingnya seorang teman; jangan menunggu sampai jatuh untuk mengingat nasehat; jangan menunggu sampai punya waktu untuk melayani; jangan menunggu sampai orang terbuka untuk minta maaf; jangan menunggu sebab Anda tidak tahu berapa lama lagi hal itu akan terjadi”.
Yah, buat apa menunggu, jika Tuhan telah memberi nilai “tidak pernah berhenti untuk mencintai” kita. Ia tidak pernah meninggalkan kita. Mungkin tantangan, hambatan yang kita hadapi dan bencana alam sebagai misteri alam merupakan suatu cara atau ada maksud lain yang terbaik dari Allah yerhadap ada kita dalam ziarah bersama waktu.
Satu hal yang pasti: Tuhan tidak pernah bosan mengasihi. Karena itu, menjaga “ada kita” cukup dengan sikap“mengasihi”.
Ada Kita dengan Berbahasa
Menjaga “ada” kita di tahun 2025 ini dengan terus memelihara akal sehat melalui literasi. Saya sempat menulis di akun facebook, “haram untuk menyeragamkan cara berpikir setiap individu dalam memahami dan menerangkan suatu realitas.
Bahkan saya berani menegaskan bahwa setelah semantik masih ada pragmatik.
Semantiknya bahwa ada anggapan teori-teori atau konsep-konsep cendrung menggurui masyarakat, bahkan menimbulkan antipati pribadi. Bukan soal konsep atau teori itu tersampaikan, tetapi cara menyampaikannya, itulah yang pragmatiknya.
Artinya, argumen konsep tidak bisa diloloskan dengan nalar semata. Akal sehat tidak dihidupkan dengan konsep semata. Akal sehat dipelihara dengan realitas, aktivitas kehidupan yang terberi.” Itu yang disebut menjaga “ada kita” dengan literasi berbahasa.
Literasi berbagasa merujuk pada penggunaan bahasa sesuai konteksnya (literasi pragmatik). Ini merupakan payung untuk “menjaga ada kita” dalam alur waktu. Seluruh keberadaan kita tidak bisa lepas dari bahasa yang bermartabat.
Keberadaan kita dalam realitas dibangun dengan bahasa yang mampu digunakan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan, lalu mengomunikasikannya dalam segala aspek kehidupan, seperti bidang potitik, hukum, sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, dan bidang lainnya, baik dalam lingkungan lokal, nasional, maupun internasional.
Bukan hanya sisi penggunaannya (fungsi) saja bahasa itu dipandang bermartabat.
Dari sisi bentuk juga bahasa yang bermatabat itu memiliki komponen struktur dan makna. Struktur menyangkut kaidah pengucapan dan penulisan, pembentukan kata, penyusunan kalimat, maupun pembentukan wacana dan penggunaan bahasa. Kedua aspek tersebut (fungsi dan bentuk) mutlak diperlukan dalam menjaga keberadaan diri di setiap langkah kehidupan.
Keniscayaan setiap pribadi berbahasa untuk menjaga keberadaannya bukan memperhatikan aspek kaidah (berbahasa yang benar) saja, tetapi juga berbahasa untuk dipahami oleh orang lain (berbahasa yang baik), dan tidak menyinggung perasaan orang lain (berbahasa yang santun).
Peran Stakeholder
Keberadaan kita tidak lepas dari peran stakeholder. Agama hadir untuk menjaga keberadaan rohani setiap pribadi penganutnya. Seruang untuk “mengasihi” menjadi tanggung jawab dan contoh bagi setiap penganutnya.
Sikap “mengasihi tanpa batas, tanpa syarat” tidak dapat kita peroleh dari buku, bangku pendidikan, program televisi, atau lokakarya dan seminar. Sikap “mengasihi” sesungguhnya kita peroleh dari orang yang memberikan kesaksian mengenai kasih Allah bagi manusia melalui kata, perbuatan, sikap, dan contoh hidup mereka.
Kesaksian mereka mewartakan kebenaran kasih Allah dan mengundang kita untuk menjaga “ada kita” dengan hidup sesuai kebenaran kasih itu.
Sisi lain, pemerintah Indonesia telah membentuk badan yang bertugas “menjaga ada kita” secar terpimpin, yakni Badan Bahasa.
Namun, tugas mewujudkan pemartabatan bahasa Indonesia setidak-tidak dalam jangkauan lintas kementerian, karena mencakup seluruh keberadaan masyarakat pemakai bahasa Indonesia.
Badan Bahasa seharusnya tidak berada di bawah sebuah kementerian. Badan ini harus diberi kedudukan atau posisi lebih.
Ia harus berada di bawah presiden secara langsung agar memiliki kekuatan 'memaksa' menjaga ada kita dengan penggunaan bahasa Indonesia yang mantap secara bentuk dan fungsinya.
Bukan berarti peran agama dan pemerintah itu dominasi “menggurui”. Tentu kita tidak menghendaki ada kita dijaga secara otoriter.
Sikap menggurui hanya menghalangi kehendak bebas setiap pribadi untuk mencapai pengetahuan dalam suasana egaliter. Apalagi di era perkembangan teknologi dan informasi saat ini, sikap menggurui hanyalah sinyal kekurangan pengetahuan.
Langkah menjaga keberadaan kita tidak dapat didikte. Kebebasan menyusun alam pikiran dan ruang hati sendirisetiap pribadi harus dihormati.
Stakeholder agama dan pemerintah hadir sebagai pelopor kultur egaliter. Generasi baru berhak mendapat penjagaan terhadap keberadaannya dalam semangat egaliter, sehingga mereka memiliki apa yang disebut Rocky Gerung (2024:334) sebagai “free will”. Artinya, kehendak kita hanya disebut kehendak bebas bila ia tidak berada di bawah kehendak orang lain.
Kita tidak tahu berapa waktu yang tersisa untuk ada kita. Satu tahun lagi? Kurang dari itu, atau lebih dari itu? Semuanya misteri. Hal yang menjadi nyata bahwa kita manfaatkan waktu untuk menjaga ada kita dengan memberi arti padanya sebagai pribadi yang mengasihi tanpa syarat serta berbahasa baik, benar, dan santun. Mudah-mudahan.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Unika Santu Paulus Ruteng
Unika Santu Paulus Ruteng Manggarai
Menjaga Ada Kita
Sebuah Refleksi Menyambut Tahun 2025
Dosen Unika Ruteng
Bernardus Tube Beding
TribunFlores.com
Mahasiswa HMPS PBSI Unika Ruteng Gelar Kegiatan PKM di Gereja Stasi Ketang |
![]() |
---|
UKM Litera Unika Ruteng Gelar Asistensi Natal 2024 di Paroki Sancta Familia Wae Nakeng Lembor |
![]() |
---|
Kuliah Pakar di Unika Ruteng: Inovasi Pakan Lokal Menuju Peternakan Berkelanjutan |
![]() |
---|
305 Mahasiswa Peternakan Unika Ruteng Ikut Seminar Ilmiah Adaptasi Peternakan Era Perubahan Iklim |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.