Berita Sikka

Program MBG Mulai Bermasalah, Anggota DPRD Sikka Tawarkan Solusi Kritis

Anggota DPRD Sikka dari Partai Garuda, Yohanes Yos De Peskim memberikan catatan kritis dan konstruktif terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG).

|
Penulis: Arnol Welianto | Editor: Ricko Wawo
TRIBUNFLORES.COM/ARNOLD WELIANTO
BERI KETERANGAN - Anggota DPRD Sikka dari Partai Garuda, Yohanes Yos De Peskim atau yang akrab disapa Are De Peskim sedang memberikannya keterangan kepada media, Rabu 19 Februari 2025. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM Arnold Welianto

TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE- Anggota DPRD Sikka dari Partai Garuda, Yohanes Yos De Peskim memberikan catatan kritis dan konstruktif untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Menurutnya, ada beberapa keuntungan kalau program ini dijalankan secara efektif yakni mengatasi persoalan gizi anak, meningkatkan lama sekolah dan memberikan efek ekonomi di level paling bawah. 

"Saya pun setuju dengan program ini. Akan tetapi, perlu ada catatan kritis dan konstruktif, " ujarnya, Rabu 19 Februari 2025.

Kata dia, beberapa waktu lalu, President RI Prabowo sempat membuat permohonan maaf secara terbuka karena program tersebut belum bisa dijalankan secara menyeluruh. 

Merujuk ke sejumlah pemberitaan terkait pelaksanaan uji coba program ini baik di NTT maupun di daerah lain, masih ada sejumlah persoalan. Misalnya, soal pembiayaan yang tentunya akan menyerap anggaran yang sangat besar sehingga perlu intensifikasi anggaran besar-besaran. 

Selain itu terkait kendala teknis seperti kualitas makanan. Hal lain yang mungkin akan terjadi jika dijalankan secara masif adalah berkaitan dengan ketersediaan bahan baku.

Oleh karena itu, ia mengusulkan beberapa hal kepada Pemerintah agar pelaksanaan program ini harus ada prioritas kelompok sasaran dengan mekanisme pelaksanaan yang efektif dan hemat tenaga serta tidak rakus biaya.

Artinya, tepat sasaran dan tepat cara.

Pertama, pelaksanan program ini dilakukan secara bertahap untuk kemudian dievalusi.

Prioritasnya adalah 5 besar atau 10 besar daerah atau propinsi termiskin di Indonesia yang linear dengan angka stunting dan gizi buruk serta lama sekolah.

Kedua, penerima manfaat harus diprioritaskan agar tepat sasaran. 

"Masa anak dari keluarga kurang mampu dengan anak dari keluarga mampu sama-sama menerima program ini? Jadinya tidak adil dan anggaran membengkak," ujarnya.

Ketiga, pelibatan pihak ketiga dan penyerapan tenaga secara besar-besaran juga berdampak pada anggaran. Oleh karena itu, pelaksanaannya diserahkan ke level paling bawah misalnya desa atau sekolah-sekolah seperti PMTAS yang dilaksanakan di akhir dekade 90 an. 

Selanjutnya, pemerintah melalui Badan Gizi Nasional menyediakan tenaga pendamping di setiap kecamatan atau stiap desa yang ada penerima manfaat.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved