Renungan Katolik Hari Ini
Renungan Harian Katolik Jumat 7 Maret 2025, Puasa yang Berkenan kepada Allah
Mari simak renungan harian Katolik Jumat 7 Maret 2025.Tema renungan harian Katolik puasa yang berkenan kepada Allah.
Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
"Mempelai itu akan diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa."
Sekali peristiwa datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus, dan berkata, “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”
Jawab Yesus kepada mereka, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka?
Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Katolik
Meditatio:
Kita memasuki masa Prapaskah hari ketiga. Dalam masa ini, Gereja mengajak
kita umatnya untuk pantang dan puasa. Ajakan untuk berpuasa ini mengikuti
apa yang dikatakan Yesus dalam bacaan Injil Matius hari ini, “Akan datang
harinya mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan
berpuasa” (Mat. 9:15b). Yesus mengatakan hal itu ketika Ia menjawab
pertanyaan murid-murid Yohanes mengapa para murid Yesus tidak berpuasa
sementara mereka dan orang-orang Farisi berpuasa. Kata “mempelai” yang
dimaksud dalam jawaban Yesus adalah diri-Nya sendiri. Kini Yesus sebagai
mempelai sudah diambil dari tengah-tengah kita maka mestinya kita juga
berpuasa.
Peraturan tentang pantang dan puasa bagi umat Kristiani, boleh dikata sangat
ringan bila dibandingkan dengan peraturan yang ada di agama-agama lain. Kita
hanya diwajibkan untuk berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jum’at Agung. Pada
hari Jum’at selama masa Prapaskah kita hanya diminta untuk berpantang. Puasa
orang Katolik terlihat enteng, makan kenyang satu kali sehari dan berpantang
apa yang paling disukai: daging, rokok, kopi, jajan, dan lain-lain. Sepanjang hari
masih boleh makan kecil dan minum, hanya tetap menghindari apa yang
menjadi pilihan pantang kita. Mudah sekali bukan? Apakah berpuasa cukup
hanya sebatas perkara makan dan minum?
Gereja tidak ingin membebani umatnya dengan mewajibkan puasa – makan
kenyang satu kali dalam sehari. Tapi bagi umat yang mau melakukannya lebih
dari itu, misalnya setiap hari Jum’at, tidak dilarang. Dengan memberi peraturan
yang relatif ringan ini, Gereja tidak mau memberi penekanan pada puasa
badaniah belaka. Yang mau ditekankan oleh Gereja adalah undangan untuk
kembali kepada Tuhan dengan meninggalkan dosa-dosa kita dan membangun
relasi yang lebih baik dengan Tuhan, sesama dan alam ciptaan.
Nabi Yesaya dalam bacaan pertama (Yes. 58: 1-9a) mengkritik orang-orang
yang berpuasa secara badaniah – tidak makan dan minum, tapi mereka tidak
hidup benar di hadapan Allah dan sesama. “Sesungguhnya, pada hari puasamu
engkau masih sibuk dengan urusanmu, dan kamu menindas semua buruhmu.
Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta meninju
dengan sewenang-wenang. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini
suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi” (ayat 3-4).
Kemudian ia menyampaikan sabda Allah yang menunjukkan kepada mereka cara berpuasa
yang benar, “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka
belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau
memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya
engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke
rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat
orang telanjang, engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri
terhadap saudaramu sendiri!” (ayat 6-7).
Terinspirasi oleh sabda Tuhan yang disampaikan Nabi Yesaya itu, kita didorong
untuk menghidupi masa pantang dan puasa ini dengan memperbaiki relasi kita
dengan Tuhan, sesama dan alam ciptaan lainnya. Kita perlu memberikan waktu
lebih banyak untuk berdoa dan merenungkan sabda Tuhan supaya kita semakin
mengenal kehendak-Nya melalui firman yang kita renungkan. Dalam doa kita
mohon bantuan Tuhan supaya dari waktu ke waktu hidup kita semakin
sempurna seperti yang diminta Yesus bagi para murid-Nya, “Karena itu,
haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga sempurna” (Mat.
5:48).
Dalam relasi dengan sesama, kita diundang untuk menghargai hak-hak
orang lain terutama mereka yang miskin dan menderita. Kita wajib memberikan
apa yang menjadi hak mereka. Kita juga diundang untuk berbagi dengan
mereka yang berkurangan. Hasil penghematan dari puasa dan pantang kita
bukan kita tabung untuk kepentingan diri kita sendiri melainkan kita berikan
kepada mereka yang membutuhkan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.