DPRD Sikka
Dokter Anestesi Tidak Tersedia di RSUD TC Hillers, Nyawa 4000 Ibu Hamil di Sikka Terancam
4000 ibu hamil yang saat ini terdata berada di Sikka berpeluang terancam oleh karena ketiadaan dokter anestesi di RSUD dr TC Hillers
Penulis: Nofri Fuka | Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Kelangkaan dokter anestesi di Sikka memakan korban jiwa. Hingga saat ini menurut catatan GMNI Sikka, berdasarkan data Dinas kesehatan, terkonfirmasi lima nyawa melayang sepanjang tahun 2025 akibat persoalan kelangkaan dokter anestesi.
Kasus terbaru yang memantik perhatian publik adalah meninggalnya Maria Yunita (36) bersama anak dalam kandungannya pada Rabu 9 April 2025 malam di IGD RUSD TC Hillers Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur akibat ketiadaan dokter anestesi dan keterlambatan rujukan ke RS yang lain.
Kondisi ini memotivasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Sikka melakukan aksi demonstrasi dari depan Polres Sikka menuju Kantor DPRD Sikka, Jumat (11/4/2025) menyoroti kasus tersebut.
Dibalik aksi ini terungkap fakta yang mengejutkan sekaligus menjadi ancaman yang patut diatensi oleh berbagai pihak. Sebanyak 4000 ibu hamil yang saat ini terdata berada di Sikka berpeluang terancam oleh karena ketiadaan dokter anestesi di RSUD dr TC Hillers Maumere.
Baca juga: Dua Dokter di Sikka Bakal Disanksi Buntut Mogok Kerja Hingga Pasien Meninggal Dunia
Fakta ini termasuk diungkapkan oleh Anggota DPRD Sikka, Benediktus Lukas Raja dari Fraksi PDIP dan Yosep Don Bosco dari PKB.
Benediktus Lukas Raja atau Diki Raja dalam penyampaiannya menyebut terdapat 4000 ibu hamil yang terdata di Sikka itupun belum termasuk bumil yang belum terdata.
"Ïni kalau 4000 ibu hamil ini bergejolak maka selesai kita ini. Kalau orang gugat kita secara pidana maka mati kita ini, kena semua kita ini," ucapnya.
Oleh karena itu dia berharap persoalan dokter anestesi ini segera diselesaikan.
"BPK juga tidak mungkin marah kita, kalau kita urus masyarakat ini," terangnya.
Ia juga menyebutkan pendapatan RSUD TC Hillers per tahun sebesar 60 miliar.
"Dana itu dikelola secara mandiri oleh pihak rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan di sana," tandasnya.
Menurut dia, insentif dokter anestesi seharusnya dapat dibayarkan dengan dana pendapatan rumah sakit yang besar itu.
Terancamnya nyawa 4000 ibu hamil di Sikka juga disoroti Yosep Don Bosco.
Bosko lantas bertanya "masa sekelas Kabupaten Sikka Sumber Daya manusianya kalah dengan Nagekeo hanya untuk mencari komponen bentuk untuk mendapatkan angka maksimal insentif dokter anestesi?"
"Apakah kita ini harus sekolah ulang semua?," tanya Bosco.
Baca juga: GMNI Desak Pemda Sikka dan Pihak RSUD Maumere Segera Hadirkan Dokter Anestesi, Jangan Tunda
Ia juga mempertanyakan dana 60 miliar yang tiap tahun diperoleh RSUD dr TC Hillers Maumere.
"60 Miliar tiap tahun itu dipakai untuk apa?," ucapnya.
Ia berharap persoalan kelangkaan dokter anestesi dapat segera diatasi.
Ketua GMNI Sikka, Yohanes Maro pada penyampaianya saat aksi demontrasi itu menyebut kelangkaan dokter anestesi di RSUD TC Hillers Maumere telah memicu rantai kematian pasien, terutama ibu hamil, yang seharusnya bisa dicegah.
Krisis ini, menurut Yohanes, memperlihatkan kerapuhan sistem kesehatan daerah dan ketidaksiapan pemerintah menghadapi darurat medis.
Maka pihaknya menuntut perubahan mendesak sebelum lebih banyak nyawa terenggut.
Ia juga mengatakan, situasi di Kabupaten Sikka saat ini adalah bukti nyata kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya. Awal tahun 2025 menjadi periode kelam bagi masyarakat Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
RSUD TC Hillers Maumere, rumah sakit utama di wilayah Kabupaten Sikka dilanda krisis akibat ketiadaan dokter anestesi. Dampaknya tidak main-main: nyawa pasien berguguran dalam rentang waktu hanya empat bulan.
Kisah pilu dimulai pada 3 Januari 2025. Seorang ibu hamil berinisial MMS asal Desa Tebuk, bersama bayinya, meninggal setelah menjalani perawatan di RSUD TC Hillers.
Hanya dua minggu berselang, nasib serupa menimpa AP, pasien pria yang gagal dioperasi karena tak ada dokter anestesi. Ususnya pecah setelah seminggu antre tanpa penanganan.
Tragedi beruntun ini memuncak pada 9 April 2025. Maria Yunita (36), ibu hamil dari Kelurahan Nangameting, tewas bersama janinnya setelah proses rujukan ke rumah sakit luar kabupaten terlambat. Padahal, ia hanya membutuhkan persalinan darurat.
Maria Yunita (36) dirujuk dari Puskesmas Beru pada rabu 9 April 2025 sekitar pukul 15.00 WITA untuk persiapan melahirkan anak. Saat tiba di IGD TC. Hillers Maumere, pasien dan keluarga mendapat informasi dari rumah sakit bahwa di RSUD Dr. TC. Hillers Maumere tidak ada dokter Anestesi.
Pihak RSUD Dr. TC. Hillers Maumere kemudian melakukan komunikasi dengan beberapa rumah sakit di luar kabupaten Sikka agar pasien bisa dirujuk namun karena tarik ulur waktu akhirnya pasien meninggal dunia di IGD Dr. Tc Hillers Maumere.
Data Dinas Kesehatan Sikka mengonfirmas lima nyawa melayang sepanjang 2025 akibat masalah yang sama. Kasus MMS, AP, dan Maria hanyalah puncak gunung es.
Saat ini, 62 ibu hamil berisiko tinggi terancam nasib serupa. “Mereka belum tentu harus caesar, tapi potensi komplikasi tinggi. Kami sedang berupaya mencari dokter,” ujar PLT Kadinkes Sikka, Petrus Herlemus.
Upaya pemerintah setempat belum membuahkan hasil. Kekosongan dokter anestesi di RSUD TC Hillers masih menjadi momok.
Pasien pun dipaksa dirujuk ke rumah sakit di luar Sikka, seperti ke pulau Flores. Namun, koordinasi yang lamban dan jarak yang jauh seringkali berujung fatal. Maria Yunita adalah contoh nyata: petugas kebingungan mencari tempat rujukan, hingga waktu kritisnya habis.
“Tidak ada dokter anestesi,” begitu alasan yang terus diulang Pihak rumah sakit kepada keluarga pasien.
Di balik angka dan prosedur yang terjadi adalah kegagalan sistemik. RSUD TC Hillers, sebagai tumpuan kesehatan masyarakat Sikka, ternyata tak mampu menjamin layanan darurat.
Rujukan antar-rumah sakit tidak didukung mekanisme cepat, sementara pemerintah daerah terlihat kelelahan mencari solusi jangka pendek. Ibu hamil, kelompok paling rentan dalam situasi ini, menjadi korban utama.
Krisis ini menyisakan pertanyaan mendasar: sampai kapan nyawa warga Sikka menjadi taruhan kelalaian sistem? Solusi struktural seperti insentif khusus untuk dokter anestesi, kerja sama dengan pemerintah pusat, atau pembangunan sistem rujukan darurat yang terintegrasi, harus segera diwujudkan. Jika tidak, daftar korban akan terus bertambah, dan RSUD TC Hillers hanya akan dikenang sebagai simbol pembunuhan sistemik.
Menurut Yohanes, GMNI Sikka berkesimpulan, kelangkaan dokter anestesi di RSUD TC Hillers Maumere telah memicu rantai kematian pasien, terutama ibu hamil, yang seharusnya bisa dicegah.
Krisis ini memperlihatkan kerapuhan sistem kesehatan daerah dan ketidaksiapan pemerintah menghadapi darurat medis.
GMNI Sikka menuntut pemenuhan dokter anestesi dalam 3X24 Jam, pertanggungjawaban Direktur RSUD Tc Hillers Maumere, Audit APBD Kesehatan Kabupaten Sikka, Reformasi sistem rujukan berbasis hak, mendorong DPRD Kabupaten Sikka untuk bersama Bupati Sikka merevisi APBD 2025, mengalokasikan dana khusus untuk rekrutmen dokter anestesi melalui instentif yang memadai, memastikan alokasi anggaran kesehatan mencapai minimal 10 persen dan sanksi bagi direktur RSUD TC Hillers Maumere yang lalai memenuhi standar penyelesaian kesehatan.
Berita TRBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.