Kapolres Ngada Cabuli Anak

Pimpinan TP PKK NTT Undang Aktivis Bahas Pelecehan Seksual Eks Kapolres Ngada 

Asti Laka Lena dan Vero J Asadoma, istri Gubernur NTT dan Wakil Gubernur (Wagub) NTT mengundang sejumlah aktivis perempuan di NTT. 

Editor: Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM/HO-DOK.PRIBADI
UNDANG - Asti Laka Lena dan Vero J Asadoma, istri Gubernur NTT dan Wakil Gubernur (Wagub) NTT mengundang sejumlah aktivis perempuan di NTT.  

TRIBUNFLORES.COM, KUPANG  - Asti Laka Lena dan Vero J Asadoma, istri Gubernur NTT dan Wakil Gubernur (Wagub) NTT mengundang sejumlah aktivis perempuan di NTT. 

Pimpinan TP PKK Provinsi NTT itu menggelar pertemuan bersama membahas perkembangan pelecehan seksual terhadap anak oleh eks Kapolres Ngada, Fajar Lukman. Pertemuan berlangsung Selasa (15/4/2025) malam di Rumah Jabatan Gubernur NTT. 

Selain pelecehan seksual, Asti dan Vero bersama aktivis perempuan lainnya juga membahas dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan tersangka Fajar Lukman. 

Dalam keterangan tertulis, Jumat (18/4/2025), pertemuan ini merupakan kelanjutan advokasi yang telah dilakukan oleh Asti Laka Lena terkait kasus ini. Sebelumnya, Asti bersama Forum Perempuan Diaspora NTT di Jakarta telah membawa kasus ini ke sejumlah Lembaga nasional seperti Komnas HAM dan LPSK.

Baca juga: Umat Katolik Labuan Bajo Khusyuk Ikuti Jumat Agung Meski Diguyur Hujan 

Di NTT sendiri, kasus ini telah menyita perhatian sejumlah lembaga masyarakat sipil di NTT. Ironisnya justru tengah menjabat sebagai Kapolres saat tindakan bejat itu terjadi. Tidak hanya satu, beberapa korban yang masih di bawah umur menjadi korban eksploitasi seksual. 

Seorang korban dewasa bahkan turut dijadikan tersangka karena diduga terlibat dalam menyalurkan korban anak-anak kepada pelaku utama. Asti dan Vera berharap gerakan kelompok masyarakat sipil di Jakarta dan NTT dapat dijahit dan berkolaborasi dalam mengawal kasus ini.

Hadir dalam pertemuan ini sejumlah aktivis lintas jaringan yang selama ini vokal dalam isu perlindungan perempuan dan anak di NTT. Perwakilan lembaga-lembaga tersebut antara lain RD. Leonardus Mali, Pr (J-RUK Kupang), Ruth Laiskodat (Kadis DP3AP2KB NTT).

Kemudian, Ansy Rihi Dara (LBH Apik NTT), Ester Mantaon (Rumah Harapan GMIT), Marince Safe (Rumah Harapan GMIT), Marce Tukan (LPA NTT), Anna Djukana (LPA NTT), Veronika Ata (LPA NTT), Leny Korang (Rumah Perempuan), Libby SinlaloE (Rumah Perempuan). 

Lalu ada juga Inka Maramis (Aktivis Sumba Tengah), TH M. Florensia (Bapperida NTT), dan Maria Inviolata (FH Undana). Para aktivis hadir bukan hanya sebagai pendengar, tetapi juga sebagai penggerak desakan untuk perubahan nyata dan penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Para aktivis menyampaikan, langkah hukum yang diambil sejauh ini belum cukup. Polisi baru menerapkan dua pasal dari UU TPKS dan UU ITE.

Padahal, fakta lapangan menunjukkan bahwa unsur pelanggaran jauh lebih kompleks—meliputi dugaan TPPO, UU Perlindungan Anak, UU Anti-Pornografi, hingga dugaan keterlibatan narkoba. 

Mereka mendesak agar pasal-pasal tersebut segera ditambahkan dan pelaku diproses tanpa perlindungan jabatan atau institusi.

"Kasus ini mencoreng institusi kepolisian dan melukai rasa keadilan masyarakat," tulis keterangan ini. 

Lebih dari itu, ini adalah cermin nyata dari kegagalan sistemik dalam melindungi anak-anak dari kejahatan seksual dan perdagangan manusia. Fakta bahwa pelaku adalah aparat aktif menambah urgensi untuk memastikan proses hukum berjalan dengan transparan dan adil.

Ketua TP PKK Provinsi NTT-Mindriyati Laka Lena bersama Staf Ahli TP PKK Provinsi NTT-Vera J. Asadoma menegaskan komitmen untuk mengawal kasus ini dan memastikan korban mendapatkan pendampingan dan perlindungan maksimal. (fan) 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved