Surat Gembala Uskup Maumere

Bulan Pendidikan Nasional 2025: Uskup Maumere: Keluarga Katolik, Komunitas Pembelajar Utama

Jangan takut bila ada kisah-kisah gelap yang tersembunyi dalam keluarga sebab setiap kisah bisa diterangi oleh salib

Editor: Nofri Fuka
SEKSI HUMAS SINODE II
Uskup Maumere, Mgr.Edwaldus Martinus Sedu. 

TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Uskup Keuskupan Maumere, Mgr. Edwaldus Martius Sedu, mengeluarkan surat gembala pada momen bulan Pendidikan nasional, Bulan Mei 2025.

Dalam surat gembalanya Uskup Maumere menyebutkan Keluarga Katolik merupakan komunitas pembelajar Utama.

Uskup Ewal juga mengulas tentang realitas Keluarga Katolik saat ini.

Simak selengkapnya, Surat Gembala Uskup Maumere pada Bulan Pendidikan Nasional 2025 ini;

 

Baca juga: PBI FKIP UNIPA Gelar EDUTEST, Semarakkan Hardiknas 2025 Melalui Perlombaan

 

 

Saudara-saudari, rekan-rekan imam, biarawan-biarawati dan umat sekalian yang terkasih ! 
Salam dalam sukacita Kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus…...  

Sambil menyelami misteri kasih dan kerahiman Allah pada tahun yubileum ini dan berkenaan dengan bulan Mei sebagai bulan pendidikan, saya mengajak kita untuk mengarahkan perhatian kita akan pentingnya pendidikan sebagai gerbang menuju transformasi diri dan dunia. 

Upaya mulia tersebut tidak hanya menjadi perhatian pemerintah, masyarakat, badan penyelenggara, komunitas sekolah melainkan pertama-tama harus dimulai dari setiap keluarga sebagai komunitas pembelajar utama.   
 
Realitas Keluarga Katolik   

Saudara-Saudari terkasih..... 
Kehidupan keluarga saat ini sedang berhadapan dengan kenyataan modern yang seringkali membingungkan. Di satu sisi kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi memungkinkan keluarga berkembang dalam berbagai dimensi kehidupan. 

Namun di sisi lain perkembangan teknologi digital mengubah wajah relasi dalam keluarga, meningkatnya individualisme yang merasuk hati, ketidaksetiaan suami-isteri yang makin merebak, komunikasi yang hambar antara anggota keluarga, krisis keteladanan dari para orang tua hingga tekanan ekonomi yang kian tak teratasi. 

Kenyataan-kenyatan suram tersebut menjadi tantangan bagi kehidupan setiap keluarga. 
Karena itu, kita dipanggil untuk merefleksikan kembali peran dan makna keluarga dalam kehidupan modern.  Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama di mana makna hidup dibentuk dan warisan iman diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (RF,11). 

Di sanalah, suara lembut seorang ibu dan didikan hangat seorang ayah mengajarkan anak-anak mengenal dunia dengan akal yang jernih, hati yang peka, dan jiwa yang terbuka kepada 
Allah. Keluarga menjadi sekolah keutamaan sosial bagi masyarakat di mana hidup dimulai dan kasih diajarkan bukan dengan kata-kata, tetapi melalui kenyataan sehari-hari di meja 
makan, di ruang keluarga, lewat saling berbagi cerita, saling menunggu, dan saling memaafkan (FC, 36).  


Kita belajar tentang nilai-nilai kehidupan dari pengalaman konkret di dalam keluarga yang penuh dengan suka dan duka. Kekayaan dan kekurangan keluarga termasuk konflik, perselisihan dan segala keterbatasan lainnya merupakan bagian dari proses pembelajaran dan pertumbuhan keluarga.  

Paus Fransiskus menulis tidak ada keluarga yang sempurna. Kita tidak mempunyai orang tua yang sempurna, kita tidak menikah dengan orang yang sempurna, kita juga tidak memiliki anak yang sempurna. Kendati demikian, semua keluarga dipanggil untuk bertumbuh dalam kreativitas misioner dan tindakan-tindakan transformatif” (AL, 57). 

Dalam pertumbuhan itulah, Allah hadir dan menyertai setiap langkah keluarga. Allah tidak menunggu kesempurnaan keluarga, sebaliknya, Allah berjalan bersama kita dalam kelelahan para orangtua, dalam tangis anak-anak, dalam suka dan duka keluarga-keluarga sebab kasih Allah tanpa batas (Bdk. Henry Nouwen, 2016). 

Dalam kasih Allah itu, kita belajar menghargai keluarga bukan karena ia sempurna, tetapi 
karena di sanalah awal kita belajar kehidupan dan kita menyelami kerahiman Allah sehingga tidak heran keluarga disebut sebagai Gereja rumah tangga (Ecclesia Domestica).  
Keluarga Katolik: Gereja Rumah Tangga 

Saudara-Saudari Terkasih...... 
Keluarga sebagai Gereja Rumah Tangga (Ecclesia Domestica) terungkap lewat tindakan-tindakan konkret seperti perkataan dan teladan orang tua yang menunjukkan identitas 

Adapun proses itu dimulai ketika  keluarga mulai menyusun pengalaman-pengalamannya menjadi ceritera pembelajaran yang bisa dialami dan dimaknai oleh setiap anggotanya. Dalam konteks ini, pembelajaran iman, kasih, dan pengharapan tidak dibatasi pada pendidikan formal, melainkan mencakup proses sosial, emosional, dan kognitif yang berlangsung melalui relasi sehari-hari dalam keluarga. 

Misalnya, orang tua yang berdamai setelah berselisih; mereka bukan hanya mengembalikan keharmonisan keluarga, melainkan sedang membentuk hati anak untuk memaknai kasih dan pengampunan. Begitu halnya dengan anggota keluarga yang melihat orang tuanya berdoa rosario ataupun sekedar membuat tanda salib sebelum dan sesudah makan, sebelum tidur dan setelah bangun, maka hati mereka mulai mengalami dan memaknai iman dan doa yang setia. 

Kisah kisah yang penuh makna seperti ini  dapat menjadi wahyu kecil bahwa keluarga bukan sekadar tempat tinggal, melainkan komunitas iman yang hidup.  

Dalam keluarga, kita tidak hanya membaca apa yang  kurang dan menghitung luka, tetapi juga melihat apa yang baik dan menggembirakan dari keluarga kita sambil menafsir ulang relasi, pola komunikasi, dan kebiasaan sehari-hari agar menjadi simbol yang memiliki daya formasi. 

Jangan takut bila ada kisah-kisah gelap yang tersembunyi dalam keluarga sebab setiap kisah bisa diterangi oleh salib Kristus. 

Salib Kristus menunjukkan penderitaan Allah  yang berakar dalam cinta yang personal, menebus, dan membebaskan dalam sejarah umat manusia (Jurgen Moltman, 2015). Karena itu, dalam Kristus, tidak ada kisah keluarga yang terlalu rusak untuk diperbaiki dan tidak ada ceritera keluarga yang terlalu gelap untuk diterangi oleh cahaya Injil. Hal ini menjadi dorongan bagi keluarga untuk bertumbuh tidak hanya secara sosial, tetapi juga secara spiritual dan moral sebagai Gereja Rumah Tangga (Ecclesia Domestica). 

Keluarga Katolik: Komunitas Pembelajar Utama 

Saudara-Saudari Terkasih........ 
Dalam Gereja Rumah Tangga, kisah-kisah keluarga yang telah dimaknai mesti menjelma dalam tindakan konkret. Orangtua dan anak-anak tidak hanya membaca dan memaknai kisah keluarga, tetapi juga menjadi pelaku transformasi kisahkisah keluarga tersebut agar semakin bermakna dari hari ke hari. 

Lebih dari itu, sikap menerima, kasih, penghargaan, kepedulian terhadap setiap anak, perhatian dan pemenuhan kebutuhan jasmani, emosional, pendidikan dan spiritual adalah 
ciri dasar dari keberadaan setiap keluarga (FC, 26). Dan dengan demikian, keluarga menjadi tempat di mana Injil tidak hanya diajarkan, tetapi dihidupi secara nyata. Keberadaan keluarga sebagai komunitas pembelajar mengalami pergeseran selaras dengan perkembangan ilmu 
pengetahuan dan tekhnologi saat ini. Banyak orang tua meninggalkan peran mereka sebagai pendidik utama dan dengan demikian keluarga tidak lagi menjadi komunitas pembelajar nilai-nilai kehidupan. 

Di tengah kesulitan dan tantangan dalam dunia pendidikan, orangtua harus penuh kepercayaan dan keberanian membina anak-anak mereka mengamalkan nilai-nilai hakiki kehidupan manusiawi. Anak anak harus dibesarkan dengan sikap bebas yang tepat terhadap harta-benda jasmani, diajak menjalani corak hidup yang ugahari tanpa kemanjaan, dan dengan kesadaran akan masa depan (FC, 37; GE art. 3). 

Karena itu hendaknya orang tua juga mengetahui apa yang sedang dipelajari anak-anaknya di sekolah, buku-buku yang mereka baca, media sosial yang mereka gunakan, perilaku mereka di sekolah, siapa sahabat mereka, dan sebagainya. Sesibuk apa pun pekerjaan dan aktivitas orangtua, tugas dan tanggung jawab ini tidak bisa dialihkan kepada pihak sekolah dan masyarakat. 

Orangtua perlu memberi contoh nyata kepada anak-anak dalam mempraktikan imannya, berusaha untuk hidup kudus, dan menerapkan ajaran iman dalam keluarga, sehingga anak 
menyadari bahwa memang perilaku itulah yang benar dan baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Keluarga hendaknya menyadari bahwa komunikasi dalam keluarga adalah jalan menuju kesatuan dan pertumbuhan. Karena itu marilah kita selalu meluangkan waktu untuk saling mendengarkan, berbagi, dan sama-sama membangun komunikasi yang intens dengan Tuhan melalui doa dan ekaristi. 

Semua ini adalah tindakan kecil yang mengandung pembelajaran yang besar sebab dari tindakan konkret, anak-anak belajar dari orang tua, dan orang tua pun belajar dari anak-anak sehingga keluarga menjadi komunitas pembelajar sepanjang hayat.  

Belajar dari teladan keluarga kudus Nazareth yang mendidik kanak Yesus untuk bertumbuh dan bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia (bdk. Luk. 2:52), keluarga-keluarga katolik pun boleh menjadi tempat yang nyaman untuk anak-anak belajar, bertumbuh dan berkembang. Keluarga tetaplah sekolah pertama dan orangtua adalah guru utama kehidupan bagi anak-anaknya.  

Marilah kita saling berbagi pengalaman iman dalam komunitas-komunitas baik KBG maupun komunitas rohani lainnya dalam hari-hari katekese selama bulan pendidikan ini. Jadikan kesempatan katekese pendidikan di bulan ini sebagai ajang untuk ber-kulababong tentang situasi pendidikan mulai dari keluarga kita masing-masing. 

Semoga Kristus Raja Semesta Alam pelindung Keuskupan ini senantiasa merajai hati dan budi kita dan Maria Bunda Segala Bangsa selalu mendoakan keluarga-keluarga kita.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved