Lipsus Tribun Flores

Inovasi Budidaya Kakao Sang “Master” dari Desa Bloro Sikka dengan Agroforesti dan Konservasi

Gondo tak hanya menjadi mentor bagi petani kakao di Pulau Flores-Lembata. Lewat inovasi budidaya kakao, kebun miliknya menjadi lokasi sekolah lapang.

|
Penulis: Cristin Adal | Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM/KRISTIN ADAL
INOVASI PERTANIAN- Gondolfus Faustinus (63), petani kakao di Desa Bloro, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT, yang menerapkan pembibitan vegetati atau menggunakan bagian tanamana kakao untuk menghasilkan tanaman baru, Jumat (27/6/2025). 

TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE- Gondolfus Faustinus seorang petani kakao di Desa Bloro, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dikenal dengan inovasi budidaya tanaman kakao dan konsisten pada pengelolaan biji kakao fermentasi.

Gondo panggilan karib petani kakao Desa Bloro ini dijuluki “Master Kakao” oleh warga desa maupun para petani yang belajar tentang kakao bersamanya.

Pria paruh baya ini sejak 25 tahun lalu, bergelut dengan kakao (Theobroma cacao L) di desanya. Bagi gondo, kebun adalah sekolah tempat ia belajar menjadi seorang petani untuk hidupi keluarga dan berguna bagi sesama petani. 

“Awal mula saya juga pernah merantau di Kalimantan. Pada tahun 2.000 saya kembali. Lokasi ini (kebun) kosong hanya kelapa dengan kemiri,” kata ayah dua orang anak ini di kebun kakaonya, Kamis (26/6/2025) lalu. 

Lahan kebun warisan ayah dan ibunya seluas tiga hektar saat itu hanya ada tanaman kelapa dan kemiri. Dua tanaman perkebunan ini, kata Gondo, merupakan tanaman warisan keluarga yang pasti ditemui di setiap kebun milik warga Desa Bloro. Setelahnya kakao berkembang menjadi tanaman komoditi unggulan Desa Bloro hingga kini. 

 

Baca juga: Tanam Kakao Ramah Lingkungan,Petani di Sikka Terima Bonus Premium Sertifikasi PT Cargil Indonesia

 

 

“Pada tahun 2.000 itu saya mulai menetap di sini sehingga saya berpikir apa yang saya harus berbuat sehingga saya memilih untuk menanam tanaman kakao tapi saya tidak punya ilmu tentang bagaimana membudidayakan kakao,"kata Gondo.  

Dari pembibitan generatif 

Pada lahan sekitar tiga hektar miliknya, dua hektar ia tanami kakao. Sejak 2001 Gondo memberanikan diri mulai membuat pembibitan menggunakan biji atau metode generatif sebelum ia mengenal metode vegatif. Dari pembibitan menghasilkan 1300 anakan kakao dan mulai tanam pada awal Februari 2002 lalu. 

“Saya harus belajar lagi tentang kakao kepada tetangga kemudian tahun 2001 saya mulai buat bibit itu 1300 anakan. Dari 1300 anakan itu pada tahun 2002 bulan Februari tanggal 2 saya tanam dengan pengetahuan tentang kakao yang minim yang saya miliki,”ungkap Gondo mengingat kembali awal mula ia mengembangkan tanaman kakao di kebunnya. 

Sejak Februari 2002 itu Gondo membulatkan tekadnya untuk konsern pada budidaya tanaman kakao. Tak sekadar menanam karena harga kakao yang menggiurkan namun ia menyadari pentingnya petani belajar tentang tanaman yang ia tanam.

"Setiap waktu itu saya harus belajar dan kunjung ke kebun-kebun yang baik. Pada tahun 2.006 saya mulai panen dapat Sembilan kilo dengan harga satu kilo Rp 15 ribu. Tahun 2007 saya dapat 50 kilogram, tahun 2008 saya mendapat cukup banyak tapi saya jual kakao biasa tapi saya dapat uang Rp 3 juta dan saya rasa itu lumayan,"ungkap Gondo.

 

Baca juga: Agustinus Nurak Petani asal Desa Nitakloang Sikka Doakan LPK Musubu 

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved