Lipsus Tribun Flores

Inovasi Budidaya Kakao Sang “Master” dari Desa Bloro Sikka dengan Agroforesti dan Konservasi

Gondo tak hanya menjadi mentor bagi petani kakao di Pulau Flores-Lembata. Lewat inovasi budidaya kakao, kebun miliknya menjadi lokasi sekolah lapang.

|
Penulis: Cristin Adal | Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM/KRISTIN ADAL
INOVASI PERTANIAN- Gondolfus Faustinus (63), petani kakao di Desa Bloro, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT, yang menerapkan pembibitan vegetati atau menggunakan bagian tanamana kakao untuk menghasilkan tanaman baru, Jumat (27/6/2025). 

 

Dikirim untuk belajar kakao di Pulau Sulawesi

Hingga tahun 2012, Gondo mendapat kesempatan untuk belajar lebih jauh tentang budidaya kakao ke Pulau Sulawesi. Kesempatan itu ia dapatkan berkat Swisscontact, sebuah organisasi nirlaba asal Swiss yang kosern pada pengembangan pertanian berkelanjutan di Indonesia.

“Senang sekali pada saat itu. Saya tetap belajar kemudian pada tahun 2012 saya direkrut oleh Swisscontact untuk belajar di Makassar. Pada tahun 2012 April kami pergi ke Masamba ke Palopo untuk kami belajar. Tujuan belajar untuk belajar di PT Mars dan setelah itu kami pulang,”kenang Gondo saat duduk di bawah pohon pala di sela-sela ia mengecek buah kakao yang siap untuk dipanen.

Kata Gondo, di Masamba tepatnya Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, ia mulai belajar budidaya kakao yang baik dan mengenal pembibitan vegetaif, menggunakan bagian tanaman seperti daun, dahan, dan pucuk, stek dan sambung, sebagai sumber entres memperbanyak klon.

“Setelah kami pulang dari Masamba kami bawa dengan entres, itu kolon unggul kemudian pengetahuan kami sudah semakin baik, dan kami praktekan dan melatih petani-petani lain di sini. Kemdian klon-klon yang kami bawah dari sana berkembang dengan baik,”ujar Gondo. 

 

buah kakao kebun gondo
HASIL PANANE- Buah kakao hasil panen di kebun kakao miliki Gondolfus Faustinus di Desa Bloro,
Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT,  Kamis (26/6/2025) lalu.

 

Kembangkan pembibitan vegetatif

Sekembalinya dari Masamba 13 tahun lalu, Gondo memilih untuk mengembangkan pembibitan vegetatif hingga saat ini. Pembibitan ia lakukan melalui uji coba di kebun sendiri meski awalnya sempat ditentang sang istri karena merehabilitas kebun kakao.

Akhirnya tahun 2014 menjadi awal Gondo melakukan sambung pucuk menggunakan klon lokal yang ada di kebunnya. Klon lokal disambung dengan klon unggulan yang tahan hama dan penyakit, menurutnya cukup berhasil.

“Akhirnya pada tahun 2014 saya mulai melakukan penyambungan tapi saya sudah belajar mulai tahun 2004-2005 tapi waktu itu saya membuat dengan entres dari klon lokal, pada tahun 2012 kami pulang dari Masamba kami membawa klon-klon unggul di situ kami memulai sambung ada banyak klon, jadi kita banyak sambung pucuk dari tunas air,”kata Gondo.

Meski dilihat berhasil, ia tak takut mengambil risiko merehabilitas klon-klon unggul nasional yang tidak berkembang. Rehabilitas ia lakukan dua kali guna meningkatkan produksi biji kakao. Dengan rehablitas ini ia mengetahui dua klon yang tahan hama dan berkembang di kebunnya adalah MCC 02 dan BB.

“Rehabilitas dua kali. Jadi karena awalnya banyak klon, pada hal itu sudah pola tebang tapi karena tidak tahan terhadap hama dan penyakit maka saya sambung lagi kemudian saya tebang. Kakako dalam kebun ini dari klon MCC 02 dengan BB,”kata Gondo.

 

sambung pucuk
TEKNIK- Gondolfus Faustinus (63) petani kakao di Desa Bloro, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT,
saat melakukan sambung puncuk pada tunas air pohon kakao, Jumat (27/6/2025).
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved