Renungan Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 15 Januari 2023, Membawa Orang ke Terang yang Sejati

Editor: Gordy Donovan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

GEREJA KATEDRAL LARANTUKA - Gereja Katedral Larantuka terletak di Lokea, Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT. Mari kita simak Renungan Harian Katolik Minggu 15 Januari 2023.Tema renungan harian katolik yaitu Membawa Orang ke Terang yang Sejati.

Dengan latar itu kedatangan Yesus menjadi semakin bermakna. Injil Yohanes membuat orang membayangkan peran Yesus sebagai “langit” yang membendung kekuatan-kekuatan yang tadinya tak terkendali (“air-air” dalam Kej 1:6-7).

Ada hal yang erat berhubungan dengan ini yang patut didalami. Meski langit yang diciptakan pada hari kedua itu menahan air-air tadi, nanti pada awal Kisah Air Bah, disebutkan tingkap-tingkap langit terbuka lagi dan jagat dilanda banjir dahsyat (Kej 7:11).

Dalam Kisah Air Bah, kejadian ini ditampilkan sebagai akibat keburukan hidup manusia seperti disebutkan dalam Kej 6:5. Tapi bila disimak, di situ juga sekaligus ditekankan betapa besarnya kekuatan “langit” pembendung daya-daya tadi.

Bila tidak terbuka tingkap-tingkapnya, tak bakal kekuatan sedahsyat apapun bisa memasuki dan merusak ciptaan. Inilah yang sebetulnya hendak ikut dijadikan sebagai latar pemikiran dalam Injil Yohanes kali ini.

Yesus yang dilihat Yohanes Pembaptis datang pada “keesokan harinya” itu berperan sebagai yang membendung daya-daya penghancur masih terus mengancam kemanusiaan.

Langit yang diciptakan sebagai pembendung air-air dahsyat itu kini dipersaksikan Yohanes Pembaptis sebagai “Anak Domba Allah”. Bukan yang jauh di cakrawala dan di atas sana, melainkan yang dekat, yang berasal dari kehidupan sehari-hari manusia, sebagai domba yang penurut dan menerima dijadikan persembahan kepada Tuhan. Ditekankan dalam pengertian “Anak Domba Allah” itu persembahan dari pihak manusia yang mendapat perkenan dari Tuhan Yang Mahabesar.

Injil Yohanes hendak menampikan sebuah paradigma baru dalam memahami penciptaan dan kelanjutannya. Di atas disinggung jauh setelah penciptaan langit selesai, tingkap-tingkap langit terbuka kembali (Kej 7:11) sebagai akibat keburukan manusia pada zaman Nuh dulu.

Kini Yesus dipersaksikan – ditegaskan dari pengalaman iman – sebagai kurban (“anak domba”) dari pihak manusia kepada Allah dan kurban inilah yang membuat dosa dunia terhapus. Dibersihkan. Keburukannya disingkirkan. Inilah kiranya yang dimaksud dengan pernyataan iman atau kesaksian bahwa Yesus itu “Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia”.

Langit yang walaupun memiliki daya hebat membendung kekuatan khaos itu bisa terbuka kembali dengan akibat yang menakutkan itu kini menjadi sesuatu yang dekat, yang lembut, tapi yang membuat keburukan terhapus, dan bisa menjadikan manusia apik kembali seperti pada akhir penciptaan – seperti “gambar dan rupa” Tuhan sendiri (Kej 1:27)

Kejahatan memang mendatangkan hukuman. Sisi lain kerap kurang dilihat, yakni sisi Tuhan yang masih mau menyelamatkan yang bisa diselamatkan – seperti ia mengasihi Nuh dan menyelamatkannya.

Baca juga: Bacaan Injil Katolik Minggu 15 Januari 2023 Lengkap Mazmur Tanggapan

Ada kesan ia diselamatkan karena Nuh “orang benar, tak bercela” (Kej 6:9). Terasa adanya gagasan “kejahatan mendatangkan hukuman, kesalehan mendatangkan pahala”. Namun gagasan itu terlalu sering dipakai untuk memandang dunia kehidupan manusia dengan cara kaku tanpa memperhitungkan kerapuhan manusia dan kerahiman Tuhan sendiri. Padahal kerapuhan manusia dan kerahiman-Nya juga bagian kenyataan hidup.

Yohanes Pembaptis mengajak orang melihat dan mengakui kedua sisi tadi. Dalam kesaksian mengenai Yesus sebagai Anak Domba Allah, ia mau menekankan bahwa kemanusiaan yang rapuh tetap disertai kerahiman ilahi.

Semua ini dikatakannya dengan bahasa kurban “anak domba”. Kurban ini bakal membuat wajah buruk manusia yang dalam Injil Yohanes disebut “dosa dunia” terhapus. Karena Anak Domba Allah itu juga manusia, maka ia juga bisa menjadi pegangan bagi sesamanya.

Inilah yang dimaksud Yohanes. Gagasan Anak Domba yang menjadi pemimpin itu akan dikembangkan lebih lanjut dalam Kitab Wahyu (Why 5 dan 14) yang sekalangan dengan Injil Yohanes.

Dalam cara berungkap orang Ibrani, “anak Allah”, tidak menunjuk pada gagasan diperanakkan secara harfiah. Karena itu tidak juga menimbulkan soal, “Lho, Allah kok punya anak – lha dengan siapa?” Apa maksudnya?

Halaman
1234