Prinsipnya adalah pada hari sabat, luka luka hanya dijaga agar jangan semakin parah sakitnya, namun tidak perlu disembuhka pada hari sabat.
Sikap pemimpin agama terhadap sabat sangatlah kaku dan keras.
Yesus mengetahui akan hal ini dan kondisi dari orang yang mati sebelah tangannya tidaklah membawa kematian.
Kalau tunggu sampai besok juga tangan itu tidak akan bertambah parah. Jadi ketika orang yang lumpuh sebelah tangannya itu datang kepada Tuhan Yesus maka ini merupakan sebuah ujian bagi Tuhan Yesus.
Apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus? Dia menanyakan 2 pertanyaan
Pertama, : “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat.
Tuhan Yesus membawa mereka ke dalam sebuah dilemma.
Memang mereka mengakui bahwa berbuat baik pada hari sabat diperbolehkan, dan Tuhan Yesus saat itu hendak berbuat baik dengan menolong orang yang lumpuh tangannya.
Dan kalau mereka membiarkan seseorang tetap berada dalam keadaan cacat, padahal mereka mampu menolongnya maka hal itu pun adalah jahat.
Kedua, manakah yang diperbolehkan, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” Disini Tuhan Yesus masuk ke dalam inti permasalahan.
Dia sedang berusaha menolong orang cacat ini, sedangkan pemimpin Yahudi sedang memikirkan cara cara untuk membunuhNya.
Secara langsung disini Tuhan Yesus mengatakan bahwa pemimpin pemimpin Yahudi ini jahat, yakni sedang berusaha menjebaknya untuk membunuhnya, padahal Dia sedang berusaha menolong orang.
Pemimpin Yahudi itu akhirnya terdiam saja. Lalu Tuhan Yesus pun menyembuhkan tangan orang tersebut.
Dari kisah ini kita belajar bahwa menjadi orang Kristen tidak cukup hanya dengan rajin ke gereja, rajin berdoa, tetapi kita juga harus rajin menolong orang yang membutuhkan bantuan.
Kita harus mengasihi Allah dan juga mengasihi sesama kita. Jangan menjadi seperti pemimpin pemimpin agama Yahudi yang hanya kelihatannya rajin ke bait Allah, tetapi sebenarnya hatinya jahat.