TRIBUNFLORES.COM, ENDE - Pendirian Masjid An’Nur Nua Kota di Dusun Pou Kepo RT 02 Desa Manulando, Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende, Pulau Flores dimulai sejak tahun 2015 masih berlanjut sampai saat ini.
Bangunan dikerjakan dengan swadaya tersebut belum selesai, namun umat Islam di desa itu telah bisa menggunakannya untuk ibadah dengan lebih nyaman. Sebab di kala musim hujan, mereka tidak lagi terkena tirisan air hujan.
“Ini masjid dibangun atas prakarsa Bapak Emanuel Rasi, dan Bapak Petrus Walo. Sebelum meninggal, mereka pesan kepada saya, lihat (perhatikan) kita punya keluarga muslim,” Paternus Bagi,Kelapa Desa Manulando, mengungkapkan kepada TribunFlores.com, Selasa siang 5 September 2023 di Ndona.
Paternus mengambarkan kondisi bangunan lama telah bocor bilamana hujan turun.
Baca juga: Toleransi Katolik dan Muslim Ndona Ende Tergambar dari Motif Tenun Ikat
Keadaan itu tidak nyaman bagi umat Muslim melaksanakan ibadah, sehingga tergerak masyarakat setempat mendirikan masjid baru secara swadaya.
Panitia pembangunan dipimpin oleh Polus Pua, dan kepala tukang dijabat oleh Andreas Lawa.
Mantan Bupati dan Wakil Bupati Ende, (Almahrum) Marsel Petu, dan Djafar Achmad memberi banyak sumbangan di masa awal pendirian rumah ibadah ini, sehingga bisa menyelesaikan lantai satu dan bisa digunakan. Saat ini dilanjutkan pembangunan lantai dua.
Paternus mengatakan, kebersamaan dan kekeluargaan sesama umat beragama Islam dan Katolik di wilayahnya sudah berlangsung turun-temurun dan terjalin baik sampai saat ini. Kebersamaan ini karena hubungan darah langsung atau kawin-mawin.
“Kalau ada perayaan malam takbiran kita agak susah membedakan mana yang beragama Islam dan Katolik. Semuanya keluar dari rumah-rumah dengan kopiah di kepala,” imbuh Paternus.
Baca juga: SUTT Milik PLN Siap Perkuat Sistem Kelistrikan di Labuan Bajo, Manggarai Barat
Imam Masjid An’Nur, Muhammad Nou Sawa (69) menuturkan mulanya bangunan masjid merupakan musola terbuat dari bahan lokal mengalami tiga kali rahabilitasi.
Bangunan bahkan rusak total ketika gempa bumi dan gelombang Tsunami melanda Flores 12 Desember 1992.
Pembiyaan dilakukan swadaya umat Muslim dan masyarakat serta bantuan pihak luar. Ketika pengecoran lantai dua seluruh warga desa beragama Islam dan Katolik gotong-royong mengerjakannya.
“Kepala tukangnya umat Katolik warga desa kami. Kami sepakat pilih dia jadi kepala tukang, karena dia orang sini lebih tanggungjawab juga bisa tekan biaya tukang,” Muhammad memberi alasan.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News