Kasus Rabies di NTT

1 Warga di TTS Meninggal Diduga Akibat Rabies, Dokter Asep Purnama: Tanggungjawab Bersama

Editor: Gordy Donovan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI ANJING - Ilustrasi Dua ekor anjing.Korban meninggal akibat rabies di kabupaten Timor Tengah Selatan bertambah satu orang. Dengan demikian Korban meninggal akibat Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) bertambah menjadi 7 orang.

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Adrianus Dini

TRIBUNFLORES.COM, SOE - Korban meninggal akibat rabies di kabupaten Timor Tengah Selatan bertambah satu orang. Dengan demikian Korban meninggal akibat Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) bertambah menjadi 7 orang.

Menyikapi kondisi yang ada, dr. Asep Purnama, Sekretaris komite rabies Flores Lembata memberikan beberapa pesan guna meminimalisir ancaman rabies.

Dirinya merincikan pesan kepada pemilik anjing dan masyarakat umum.

"Bagi pemilik anjing, jadilah pemilik anjing yang bertanggung jawab. Pastikan vaksinasi rabies rutin setiap tahun dan jangan biarkan anjingnya berkeliaran (ikat/kandangkan). Anjing sehat, keluarga selamat," katanya.

Baca juga: DMFI Sebut Penularan Rabies Bisa Lewat Konsumsi Daging Anjing

 

Selanjutnya kepada masyarakat umum, dirinya mengingatkan agar setiap orang mengindari gigitan anjing.

Kalau tergigit, ingat 3 langkah pertolongan pertama pada korban gigitan anjing.

Langkah pertama, cuci luka gigitan dengan air mengalir dan gunakan sabun/detergen selama 15 menit.

Langkah kedua, bawa segera korban ke puskesmas/rumah sakit terdekat dan konsultasi dengan petugas kesehatan.

Langkah ketiga, dapatkan vaksin Anti rabies (VAR) atau serum anti rabies (SAR) sesuai petunjuk petugas kesehatan.

"Rabies adalah tanggungjawab kita bersama," imbuhnya.

Menurut dr. Asep, sekarang Serum Anti Rabies sedang menipis dan bahkan di beberapa tempat sudah kosong.

"Maka sebaiknya upayakan jangan digigit anjing. Kandangkan dan ikat anjing. Ini merupakan upaya saling melindungi diantara kita," katanya.

Sebelumnya diberitakan, korban meninggal akibat Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) di kabupaten TTS bertambah menjadi 7 orang.

Hal tersebut setelah Weci Nakluy (41), warga Dusun 3, RT 16, RW 07, Desa Oeleu, Kecamatan Kolbano menjadi korban akibat digigit secara brutal oleh anjing liar.

Juru bicara Satgas penanganan virus rabies kabupaten Timor Tengah Selatan, Octas B. Tallo, ST, MT membenarkan hl itu, saat dikonfirmasi Pos Kupang, Sabtu, 7 Oktober 2023.

"Berdasarkan Laporan dari Petugas Surveilans Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) Puskesmas Sei pada tanggal 6 Oktober 2023 pukul 14.43 Wita melalui pesan Whatsapp bahwa telah terjadi kematian pada tanggal 6 Oktober 2023 yang diduga akibat GHPR di Desa Oeleu Kecamatan Kolbano wilayah kerja Puskesmas Sei," ungkapnya.

Setelah Memperoleh informasi tersebut ungkap pria yang akrab disapa Adi ini Pihak Dinas Kesehatan melakukan koordinasi ke Petugas Puskesmas Sei untuk melakukan Investigasi awal dan pengambilan data sementara.

Hasil investigasi yang dilakukan Petugas Puskesmas didapatkan kronologis sebagai berikut.

Pertama, Weci merupakan korban gigitan anjing pada hari Selasa tanggal 19 September 2023, sekitar pukul 14.00 wita.

"Saat itu Korban sedang berada di jalan raya karena ingin melihat anjing liar yang dikejar oleh masyarakat yang hendak membunuh anjing tersebut," kisah Adi.

Tiba-tiba tambahnya, anjing tersebut berbalik arah lalu mengejar korban. Kemudian korban terjatuh dan anjing tersebut menggigit korban secara brutal di daerah wajah (dahi sebelah kiri) dan menyebabkan luka sayatan yang cukup dalam.

Kedua, Korban kemudian dibawa ke Puskesmas Sei untuk mendapatkan pertolongan dari tenaga Kesehatan berupa cuci luka menggunakan sabun selama 25 menit, perawatan luka dan pemberian VAR Ho dosis 1, 2.

Ketiga, Pada tanggal 26 September 2023 korban kembali ke puskesmas dan diberikan VAR dosis 3 dan keadaan luka sudah membaik.

Keempat, Pada tanggal 3 Oktober 2023 siang, pasien mengatakan demam, badan lemas dan gelisah. pada saat malam hari pasien sudah tidak bisa minum air karena takut dengan air dan tidak mau makan

Kelima, Pada tanggal 4 Oktober petugas berkunjung ke rumah pasien. Pasien mengatakan demam, gelisah, sesak napas, tidak bisa minum air dan tidak bisa makan karena takut dengan air dan makanan.

Pasien dikatakan terlihat gelisah, kesulitan bernapas, takut dan gelisah saat diberikan air dan makanan.

"Kemudian petugas melakukan komunikasi dengan keluarga dan pasien untuk segera di bawa ke RSUD Soe namun keluarga korban menolak untuk dirujuk," tutur Adi.

Keenam, Pada tanggal 5 Oktober 2023 pukul 14.00 Wita, petugas berkunjung ke rumah pasien. Keluarga mengatakan pasien mulai takut cahaya dan pasien mengeluarkan banyak air liur dari mulut, tidak mau makan dan minum.

Pasien juga dikatakan gelisah dan ketakutan saat melihat cahaya lampu.

"Pasien terlihat gelisah, pucat, susah untuk berbicara, hiper salivasi, lemas," imbuhnya.

Dikatakan, petugas kemudian melakukan komunikasi dengan suami korban dan keluarga untuk segera membawa pasien ke rumah sakit. Namun keluarga tetap menolak untuk dirujuk.

"Keluarga pun bersedia untuk menandatangani pernyataan penolakan rujukan," ucapnya.

Ketujuh, Pada tanggal 6 Oktober 2023 pukul 13.20 wita korban akhirnya dikatakan meninggal dunia oleh keluarga. (din)

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News