Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Albert Aquinaldo
TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Di tengah keseriusan dalam pemerintah melakukan berbagai macam upaya pengentasan Angka Putus Sekolah (APS), diwaktu yang bersamaan, Angkat Putus Sekolah (APS) di Kabupaten Sikka terus merangkak naik.
Alasan meningkatnya jumlah Angkat Putus Sekolah (APS) di Kabupaten Sikka sendiri sangatlah kompleks, mulai dari masalah ekonomi hingga masalah kriminilalitas atau kenakalan remaja.
Meski demikian, pemerintah Kabupaten Sikka terus melakukan upaya melalui program-program pendidikan non-formal. Akhir-akhir ini, pemerintah tidak sendirian, namun masyarakat pemerhati pendidikan pun mulai ikut melakukan daya upaya memberdayakan serta memberikan perhatian penuh kepada anak-anak generasi bangsa di Kabupaten Sikka yang terlanjur putus sekolah.
Daya upaya masyarakat pemerhati pendidikan di Kabupaten Sikka sendiri dilakukan dengan cara mendirikan lembaga pendidikan non-formal yang dikelola yayasan. Salah satunya yakni pendirian Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Baca juga: Pendeta Semuel Pandie Terpilih Jadi Ketua Sinode GMIT, Ini Daftar Pengurus Barunya
Salah satu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kabupaten Sikka yakni Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bisa Ngaisiang di Kecamatan Nele, Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang didirikan pasangan suami istri, Aipda Vinsensius Sugripto dan Hildegaris Boleng Mali Dua.
PKBM Bisa Ngaisiang didirikan pada tanggal 12 Januari 2022 dengan izin operasional nomor 10 Tahun 2022 dan NPSN P9998050, memiliki tenaga pendidik berjumlah 10 orang dan tenaga kependidikan berjumlah 2 orang. Kurikulum yang digunakan adalah K13 Pendidikan Kesetaraan.
Saat ini PKBM Bisa Ngaisiang memiliki 6 rombongan belajar dengan jumlah siswa yang terdaftar dalam Dapodik sebanyak 116 siswa. Setiap siswa yang bergabung tidak dipungut biaya apapun mulai dari pendaftaran, operasional sekolah, sampai dengan penerimaan ijazah.
Lembaga ini menggratiskan seluruh biaya pendidikan bagi setiap peserta, dengan maksud agar pelayanan pendidikan dapat menjangkau semua anak putus sekolah di Kabupaten Sikka.
Baca juga: TNI Sukses Wujudkan Program TMMD ke-188 di Perbatasan Indonesia-Timor Leste
Pada tahun 2023 ini, siswa kelas akhir pada setiap jenjang yang mengikuti Uji Kesetaraan (UK) secara nasional dan dinyatakan lulus berjumlah 36 siswa, dengan rincian 5 siswa kelas 6 paket A setara SD, 10 siswa kelas 9 paket B setara SMP, dan 21 siswa kelas 12 paket C setara SMA.
Selain Pendidikan Akademik, PKBM Bisa Ngaisiang juga membekali peserta didik dengan pendidikan Life Skill atau keterampilan hidup, seperti sinematografi, kerajinan bambu, kriya perca, tenun ikat, ragam kuliner dengan hasil karya yang sudah dipasarkan dan dinikmati oleh para konsumen.
Urgensi Hadirnya PKBM di Sikka
Setelah hadir selama kurang lebih satu tahun, PKBM Bisa Ngaisiang yang saat ini sudah memiliki gedung sekolah baru yang berbahan dasar bambu dengan kondisi apa adanya, PKBM Bisa Ngaisiang mencoba menakar pentingnya kehadiran sebuah lembaga pendidikan Non-Formal (PKBM) untuk menjawabi masalah Angka Putus Sekolah (APS) di Kabupaten Sikka ditengah pelbagai macam persoalan yang terjadi baik di tengah masyarakat, peserta didik, calon peserta didik, tenaga pendidik dan di lingkungan PKBM itu sendiri.
Dalam rangkaian acara syukuran pembangunan sekolah dan peringatan bulan bahasa, PKBM Bisa Ngaisiang melaksanakan kegiatan bincang ringan bertajuk, PKBM Urgent Atau Tidak? dengan mengadirkan empat pembicara antara lain, AKBP Hardi Dinata (Kapolres Sikka), Dr. Hendrikus Pedro S.Fil., M.A, (akademisi dan Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Nusa Nipa Maumere), Heni Hungan (Pengamat Sosial dan Koordinator Perkumpulan Perempuan Tim Relawan untuk Kemanusiaan-TRUK) dan Hildegardardis Boleng Mali Dua, S.S., M.Pd (Ketua Yayasan Pendidikan Anak Nian Tana).
Hildegardardis Boleng Mali Dua, S.S., M.Pd, Ketua Yayasan Pendidikan Anak Nian Tana mengatakan, PKBM Bisa Ngaisiang sebagai salah satu PKBM yang hadir di Kabupaten Sikka merupakan 'bengkel' bagi anak-anak Nian Tana Sikka yang putus harapan dan cita-cita.
"Maka kami mengajak dan kami mau memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa selain pendidikan non formal, ada juga pendidikan formal dan in formal, salah satunya adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang kami naungi dibawah Yayasan Pendidikan Anak Nian Tana," jelas Hildegardis.
Dr. Hendrikus Pedro S.Fil., M.A,, akademisi dan Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Nusa Nipa Maumere menyebut, PKBM merupakan tempat membangun manusia-manusia yang termarjinalkan.
"Itu sangat mulia dan luar biasa, tidak semua orang bisa seperti itu, dengan mengorbankan banyak hal, tapi itulah perjuangan untuk manusia yang termarjinalkan," ujar Dr. Hendrikus Pedro.
Dr. Hendrikus Pedro juga menyebutkan, pendidikan formal hari-hari ini tidak bisa menjawabi semua persoalan bahkan banyak juga yang menimbulkan persoalan. Ketika pulang ke pendidikan formal, tidak sedikit dari mereka yang ditolak dan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan.
"Terus mereka mau kemana, kesini, masih ada orang-orang yang seperti Ibu Hildegardis dan Pak Vinsen yang bisa menampung mereka untuk bisa melanjutkan harapan mereka," ujar Dr. Hendrikus Pedro.
Berangkat dari persoalan-persoalan yang kerap terjadi di lingkungan pendidikan formal, maka hadirnya PKBM menjadi sangat urgen untuk menjawabi persoalan-persoalan yang tidak bisa diselesaikan di lingkungan pendidikan formal.
Sementara itu, Heni Hungan, pengamat sosial dan koordinator perkumpulan perempuan Tim Relawan untuk
Kemanusiaan-TRUK, menjelaskan, salah satu faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan adalah rendahnya tingkat pendidikan. Ada pula beberapa perempuan usia sekolah yang terpaksa berhenti mengenyam pendidikan formal pada tingkat tertentu karena menjadi korban atau bahkan pelaku kekerasan, selain itu, faktor ekonomi juga menjadi salah satu pemicu putus sekolah.
"Hadirnya PKBM menjadi salah satu alternatif bagi anak-anak kita yang menjadi korban kekerasan untuk melanjutkan studinya," ujar Heni Hungan.
Kapolres Sikka, AKBP Hardi Dinata pada kesempatan itu mengatakan, ternyata apa yang dia pikirkan selama ini adalah pikiran yang salah. AKBP Hardi Dinata pernah mengatakan PKBM Bisa Ngaisiang yang melaksanakan pendidikan gratis itu tidak ada.
"Saya menganggap orang yang hidup dengan tidak meminta keuntungan itu tidak ada, sampai itu saya patahkan sendiri pada saat saya datang ke sekolah ini, waktu itu saya berdebat dengan Wakapolres saya yang ikut kesini waktu itu," tutur AKBP Hardi Dinata.
Saat itu, AKBP Hardi Dinata sempat melakukan interview beberapa tutor PKBM Bisa Ngaisiang. Dari hasil interview itu, orang nomor satu di jajaran Kepolisian Resor (Polres) Sikka akhirnya meyakini benar adanya lembaga pendidikan non-formal yang tidak memungut biaya apapun dari peserta didiknya.
AKBP Hardi Dinata mengatakan, perlu adanya pendalaman terkait hadirnya PKBM yang disinyalir mampu menekan angka kriminalitas, tetapi dia juga mengatakan, tingkat kekerasan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan.
"Mungkin anak-anak disini adalah anak-anak yang termarjinalkan seperti yang dikatakan Pak Dekan tadi, yang ketika mereka di luar sana berpotensi tinggi menjadi pelaku kejahatan, kita berpikir seperti itu. Dengan hadirnya PKBM ini bertujuan sangat mulia untuk menghilangkan stigma negatif bagi mereka yang putus sekolah," ujar AKBP Hardi Dinata.
Jika ditanya apakah hadirnya PKBM urgent atau tidak, AKBP Hardi Dinata menyebutkan kehadiran PKBM sangat urgen, untuk saat ini belum terasa, tetapi 5 sampai 10 tahun kedepan, urgenitas PKBM akan sangat dirasakan dan sangat dirasakan manfaatnya.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News