Festival Tedo Temu Wesa Wela

Bakar Nasi Bambu Rangkaian Ritual Adat Festival Tedo Tembu Wesa Wela di Pemo, Ende NTT

Penulis: Gordy Donovan
Editor: Gordy Donovan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

NASI BAMBU - Suasana masak nasi bambu di Ka Are Po'o Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Flores, NTT, Selasa 24 Oktober 2023.

Di Ka Are Po'o tampak sebuah tempat yang disiapkan untuk sesajian pemberian makan kepada leluhur dan tempat penyerahan tolak balak berupa perahu ukuran kecil.

Sekitar pukul 12.00 Wita, mereka bergegas menuju Kampung Pemo. Sementara nasi bambu sebanyak 11 ruas dan daging ayam yang dimasak dalam bambu ditempatkan di Ka Are Po'o.

Mereka pulang dengan tangan kosong. Mendaki menuju Pemo tak mudah. Mereka harus kuat menaiki tanjakan yang terjal hingga sampai ke Kampung. Bahkan mereka sempat berhenti pada sejumalah pohon untuk berteduh.

Panas mentari menyengat kulit sangat dirasakan disana. Berjalan tanpa alas kaki rupanya menantang mereka menuju Kampung.

Sesampainya di Kampung Pemo mereka makan siang bersama dengan warga yang sudah menunggu.

Ketua 3 Festival Tedo Tembu Wesa Wela, Kristoforus Riwu (25) mengatakan masak nasi bambu bertujuan untuk memberikan makanan kepada leluhur dan para mosalaki Kampung Pemo.

Ada sekitar 11 ruas nasi bambu dan daging ayam yang sudah disiapkan untuk mosalaki yang akan datang memberikan sesajian dan tolak bala pada sore hari.

"Orang-orang yang memberikan makanan leluhur yaitu mosalaki. Selanjutnya mosalaki pada sore harinya juga akan melakukan acara adat Tolak Bala," ujar Ketua Pengelola Destinasi Pariwisata Desa Pemo ini.

"Sore hari sekitar pukul 14.30 Wita mereka Mosalaki datang ke Loka Po'o untuk memberi makan sesaji dan tolak bala. Itu mereka yang melaksanakan ritual tolak bala," lanjut dia.

Sementara pukul 18.00 Wita seorang mosalaki, Ria Bewa akan mengumumkan soal pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh masyarakat.

"Bahasa setempat Pire atau pantangan. Ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar seperti tidak boleh jemur pakaian, tidak melakukan aktivitas seperti bakar sampai, tidak boleh gali tanah, tidak boleh cabut rumput, tidak putar musik dan suasananya harus hening, " ujarnya.

Ia mengatakan masih banyak lagi pantangan yang tidak boleh dilanggar. Karena jika dilanggar akan mendapatkan denda adat. Denda adatnya pun bervariasi sesuai dengan jenis pelanggarannya.

Tidak membuat onar dalam masyarakat, tidak membuat ricuh atau masalah dalam rumah tangga. Pokoknya selama masa Pire ada ketentuan yang berlaku oleh warga setempat.

"Misalkan saat menari Gawai pakai sendal itu di denda. Harus siapkan moke atau tuak satu botol," ujarnya.

Sementara untuk hari kedua dilanjutkan Wanda Pa'u dan Gawi.

Halaman
1234