Yesus kemudian menjelaskan bahwa waktunya akan datang ketika mempelai laki-laki, yang mengacu pada dirinya sendiri, akan diambil dari mereka.
Dalam konteks ini, Yesus berbicara tentang waktunya di dunia yang akan berakhir dan dia akan meninggalkan murid-murid-Nya sebelum dibangkitkan kembali.
Yesus menyatakan bahwa ketika dialah tidak lagi hadir, maka akan tiba waktu bagi murid-murid-Nya untuk berpuasa.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa puasa adalah praktik keagamaan yang tepat, namun saat ini, ketika Yesus masih bersama mereka secara fisik, tidaklah tepat untuk berpuasa.
Kotbah yang mungkin bisa dibuat berdasarkan bacaan ini adalah tentang pemahaman tentang waktu dan konteks dalam menjalani ibadah dan praktek keagamaan.
Mungkin bisa ditekankan bahwa dalam waktu tertentu dan situasi tertentu, ada perluasan interpretasi mengenai praktek-praktek tersebut.
Ketika Yesus hadir di dunia, situasinya memerlukan pengalaman kegembiraan dan sukacita, bukan penderitaan yang ditunjukkan oleh puasa.
Namun, ketika Yesus meninggalkan mereka, waktu tersebut menjadi waktu yang tepat untuk berpuasa sebagai ungkapan dari rasa kehilangan dan kerinduan akan kehadiran-Nya.
Kotbah juga bisa menekankan pentingnya memahami konteks dan maksud di balik ibadah dan praktek keagamaan. Puasa sendiri sejatinya adalah sebuah praktik rohani yang membutuhkan pemahaman yang sesuai dengan waktu dan situasi.
Hal ini mengajarkan kita bahwa dalam menjalankan ibadah, kita perlu terus memperhatikan konteks dan memahami maksudnya, agar kita dapat menyampaikan peribadatan kita dengan penuh pengertian dan kesadaran.
Doa Penutup
Allah Bapa yang Mahakudus, bantulah kami membarui diri dengan tobat. Semoga usaha mati raga yang kami mulai dapat kami selesaikan dengan hati tulus ikhlas.
Dengan pengantaraan Tuhan kami, Yesus Kristus, Putra-Mu, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, Allah, sepanjang segala masa. Amin. (sumber renungankatolik.id).
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News