Dikatakan bahwa proses pengangkatan seorang uskup diatur dalam internal legal system dari Gereja Katolik, yakni Kitab Hukum Kanonik, kan. 377-380.
Syarat-syarat untuk Menjadi Uskup
Kan. 378, §1 secara eksplisit menggarisbawahi kualifikasi yang harus dimiliki oleh calon Uskup. Pertama, unggul dalam iman yang teguh, bermoral yang baik, saleh, memiliki perhatian terhadap jiwa-jiwa, bijaksana, arif, memiliki berbagai keutamaan manusiawi serta sifat-sifat lain yang cocok untuk melaksanakan jabatan tersebut.
Kedua, memiliki nama baik; ketiga, minimal berusia tiga puluh lima tahun; empat, minimal sudah lima tahun ditahbiskan imam; mempunyai gelar doktor atau sekurang-kurangnya lisensiat dalam bidang kitab suci, teologi atau hukum kanonik yang diperoleh pada lembaga pendidikan lebih tinggi yang disahkan Tahta Suci, atau sekurang-kurangnya sungguh-sungguh ahli (vere peritus) dalam disiplin-disiplin itu.
Norma kanon di atas merujuk pada norma yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI pada tahun 1972 yang secara esplisit berbicara tentang kualitas yang harus diselidiki pada diri seorang yang hendak menjadi gembala jiwa-jiwa dan pendidik iman: apakah memiliki reputasi yang baik dan moralitas yang tak tercela, apakah memiliki kemampuan untuk memberi pertimbangan dengan baik dan bijaksana, apakah mereka memiliki sifat dan karakter yang stabil, apakah kuat memegang ortodoksi iman, apakah setia pada Tahta Apostolik dan magisterium gereja, apakah memiliki pengetahuan menyeluruh tentang teologi dogmatis dan moral dan hukum kanonik, apakah memiliki kesalehan hidup dan semangat pengorbanan serta semangat pastoral, apakah memiliki kecakapan untuk mengatur.
Pertimbangan juga harus diberikan kepada kualitas intelektual, rasa sosial, semangat dialog dan kerja sama, keterbukaan terhadap tanda-tanda zaman, latar belakang keluarga, kesehatan, usia dan karakteristik yang diwariskan (bdk. Consilium pro Publicis Ecclesiae Negotiis, Normae Episcopis facultas de promovendis ad episcopale ministerium in Ecclesia Latina, dalam “AAS” 64 (1972)
Penting untuk dicatat bahwa salah satu atau beberapa syarat yuridis di atas dapat didispensasikan dalam situasi dan konteks tertentu, khususnya menyangkut kualifikasi akademik. Di tempat di mana terdapat kekurangan atau ketiadaan imam yang memiliki gelar lisensiat atau doktor di bidang yang dituntut, dispensasi dapat diberikan oleh Tahta Suci.
Proses Seleksi
Kan, 377, §1 secara tegas menyatakan para Uskup diangkat dengan bebas oleh Paus, atau mereka yang terpilih secara legitim dikukuhkan olehnya. Hal ini memperlihatkan the bond of communion yang dimiliki di antara gereja-gereja partikular di seluruh dunia dan Gereja universal, di mana Paus adalah tanda kesatuan yang kelihatan.
Jika pengangkatan seorang Uskup merupakan hak Paus, pernyataan sederhana yang seringkali muncul adalah bagaimana Paus mengenal kelayakan seorang imam sebagai calon Uskup yang secara geografis berjarak ribuan mil jauhnya dari “radar” pantau Vatikan? Bagaimana Paus mengetahui dan yakin bahwa kandidat yang diusulkan might be a good choice untuk menjadi Uskup di tempat tertentu?
Norma kan. 377, §2 menggarisbawahi mekanisme internal yang didesain untuk proses awal seleksi calon Uskup. Norma kanon ini menegaskan bahwa para Uskup provinsi gerejawi atau di mana keadaan menganjurkannya, Konferensi Para Uskup, melalui perundingan bersama dan rahasia menyusun daftar para presbiter, juga anggota-anggota tarekat hidup bakti, yang dinilai paling tepat untuk menjadi Uskup dan menyampaikannya kepada Tahta Apostolik.
Norma kanon yang sama, di sisi lain, menggarisbawahi hak setiap Uskup untuk secara pribadi menyampaikan kepada Tahta Apostolik daftar nama-nama para presbiter yang dianggapnya pantas dan cakap.
Daftar nama-nama ini harus dibuat secara berkala, sekurang-kurangnya setiap tiga tahun sekali agar tetap up to date sekalipun secara aktual tidak ada “sede vacante”di keuskupan tertentu.
Jadi, para Uskup yang tergabung dalam wilayah provinsi gerejawi, yang dipimpin oleh Uskup Agung/Uskup Metropolit (cf. kan. 431), harus mengisi daftar nama calon Uskup yang dianggap layak. Hal ini sangat membantu proses seleksi calon Uskup karena sudah tersedia daftar nama, jika sewaktu-waktu dibutuhkan sekaligus membantu setiap Uskup untuk memiliki informasi yang cukup memadai terkait imam yang direkomendasikan untuk menjadi Uskup.
Usulan nama-nama untuk dicalonkan sebagai Uskup tidak terbatas hanya dari kalangan imam diosesan, melainkan dapat juga dari tarekat religius tertentu yang dipandang layak.