Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen
TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA - Namanya Yosep Boli Narek. Pria lanjut usia ini bermata pencaharian sebagai petani sekaligus penjual tuak putih di pinggir Jalan Trans Pulau Flores, tepatnya di wilayah Desa Watotika Ile Wolo, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur.
Pelintas dari Kota Larantuka ke barat Pulau Flores, begitupun sebaliknya, tentu melihat Yosep yang menawarkan belasan botol berisi minuman tradisional dengan harga Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu per botol.
Banyak di antara mereka memilih singgah di gubuk reyot berbahan bambu cincang dan beratapkan daun kelapa itu. Pengunjung biasa menenggak tuak putih sembari berbagi cerita dengan Yosep Boli Narek.
Yosep sudah beristri dan dikaruniai tiga orang anak itu menceritakan suka dukanya menjual tuak putih untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Baca juga: Gunung Kelimutu Ende Naik Status Waspada, Stroberi Milik John Gagal Panen
"Saya juak tuak sudah lama sekali, puluhan tahun. Hasilnya untuk penuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kadang laku sedikit, ada kalanya tidak ada yang beli," katanya, Selasa, 28 Mei 2024.
Sejak pukul 09.00 Wita hingga 12.00 Wita, baru satu botol besar yang terjual. Biasanya, jika rejeki sedang bagus, penikmat minuman tradisional biasa membeli dalam jumlah lebih banyak.
"Botol sedang ini Rp 10 ribu, kalau besar Rp 15 ribu. Misal sisa sedikit, saya kadang turunkan harga, apa lagi orangnya (pelanggan) kenal dekat dengan saya dan selalu datang mampir," tuturnya.
Yosep sangat gembira dan menikmati mata pencahariannya yang sehari meraup untung sekira Rp 100 ribu sampai Rp 175 ribu. Uang itu akan digunakan untuk membeli beras dan kebutuhan pangan lainnya.
Yosep mengawali harinya dengan menyadap nira dari pohon koli di kebunnya. Jaraknya tak terlalu jauh dengan Desa Watotika Ile Wolo, sekira 1 kilometer.
Baca juga: Air Danau Kelimutu Ende Berubah Warna, Kades Pemo Sebut Banyak Musibah hingga Kelaparan
"Setiap pagi bawa jual 2 jeriken lebih, kalau ditotalkan ke liter mungkin 12 liter," ucapnya.
Menurutnya, jika menjual dengan jeriken berisi lima liter tuak putih seharga Rp 40 ribu, maka hasilnya tak sebanding dengan dijual secara eceran yang mampu menyentuh Rp 55 ribu.
"Satu jeriken lima liter itu sama dengan tiga botol aqua besar tambah satu botol aqua sedang. Saya untung Rp 15 ribu ketimbang jual langsung pakai jeriken," tuturnya.
Bagi Yosep Boli Narek, tuak putih merupakan kearifan masyarakat lokal yang diwarisakan sejak dahulu kala. Dia berharap kearifan dan budaya itu tak lekang meski pelbagai jenis minuman toko kian menjamur di pasaran.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News