Liputan Khusus Pos Kupang

LIPSUS: Tak Miliki Gedung Sendiri, SMA Negeri di Perbatasan Belu NTT Pinjam Gedung SD untuk KBM

Penulis: Gordy
Editor: Gordy Donovan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

POS KUPANG HARI INI - Koran Pos Kupang edisi hari ini Rabu 5 Juni 2024.Maria V Selu, Siswi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) Perbatasan Belu mengaku semangat belajarnya berkurang lantaran fasilitas dan sarana belajar di sekolah itu sangat kurang.

Eduard berharap Pemerintah Provinsi NTT dan Kabupaten Belu dapat menjawab kebutuhan siswa SMAN Perbatasan ini. Selain gedung, demikian Eduard, tantangan lainnya yang dialami SMA Perbatasan adalah status tenaga pendidik, dimana lebih banyak bestatus honorer.

"Para tenaga pendidik dan tenaga pendidikan, statusnya hononer. Kami tetap menjalankan tugas dengan baik demi tercapainya generasi unggul di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste," ujarnya.

Selain itu, tenaga pendidik di sekolah ini berstatus honorer dan digaji setiap tiga bulan sekali dari uang komite sekolah. "Guru ada 14 orang, PNS hanya satu orang, sisanya adalah guru honorer," pungkasnya.

Eduard menjelaskan, sejak sekolah ini berdiri, Dinas Pendidikan Provinsi NTT meminta sekolah untuk menginput kondisi sekolah di Dapodik. "Kita masih menunggu penilaian atau petunjuk lebih lanjut dari Dinas. Semoga proses ini dipercepat mengingat sudah dua tahun," tuturnya.

Baca juga: Rayakan Ulang Tahun, Kapolres Ende Berbagi Dengan Anak Panti Asuhan

Guru digaji Komite

Ketua Komite SMAN Perbatasan, Alfonsius Bere, menjelaskan, SMAN Perbatasan merupakan satu-satunya SMA Negeri yang ada di Kecamatan Lamaknen dengan sekolah pendukung terdiri dari 5 SMP. “Masyarakat sangat senang dengan adanya SMA Negeri yang sudah diberikan izin pada Tahun 2022 lalu, dan mulai bulan Juli ini sudah ada kelas 3. Namun, gedungnya belum ada," ungkap Bere.

Karena itu, Alfonsius mewakili masyarakat dan orang tua siswa/I SMAN Perbatasan, dia agar Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi NTT untuk menyediakan gedung sekolah yang layak.

"Kami sebagai masyarakat dan orang tua membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat dan juga provinsi untuk memberikan gedung-gedung sebagai ruang belajar, perpustakaan, dan juga laboratorium. Dengan cara ini, siswa-siswa sudah dapat belajar dengan baik," tambahnya.

Saat ini, jumlah rombongan belajar (rombel) di SMA Negeri Perbatasan Lamaknen Selatan terbatas karena keterbatasan ruang kelas.

Dari kelas 10 dan kelas 11 yang semula berjumlah 2 rombel, sekarang hanya 4 rombel. Namun, mulai bulan Juli ini sudah bisa mencapai 6 rombel.

“Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan ruang-ruang belajar. Itu harapan kami, semoga pemerintah bisa memperhatikan," ungkapnya.

Selain itu, dia juga berharap ada perhatian untuk guru-guru di sekolah itu karena hingga saat ini guru masih digaji dari uang Komite.

Selama ini Komite sangat mendukung sekolah tersebut walaupun masih sangat terbatas dalam hal keuangan. “Dukungan Komite Sekolah hanya sebatas mengadakan rapat-rapat dengan orang tua siswa sehingga ada pengumpulan uang komite sebesar Rp 75 ribu perbulan,” katanya.

Namun hal itu banyak yang tidak terealisasikan. Karena, sekolah itu berada di pedalaman sehingga banyak anak yang mengalami kendala untuk membayar uang sekolah. “Sampai akhir semester, ada sekitar 20 persen siswa yang belum melunasi uang sekolah," ungkapnya.

Meskipun demikian, Bere mengapresiasi pengorbanan guru-guru SMAN Perbatasan yang rela berjuang meskipun dengan honor yang tidak sebanding.

Halaman
1234