Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku, ‘Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?
Pada waktu itu Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata, ‘Aku tidak pernah mengenal kalian! Enyahlah daripada-Ku, kalian semua pembuat kejahatan!'”
Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas wadas. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas wadas.
Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu,
sehingga rubuhlah rumah itu, dan hebatlah kerusakannya.” Setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, bukan seperti ahli-ahli Taurat mereka.
Demikianlah Injil Tuhan.
U. Terpujilah Kristus.
Renungan Katolik
Saudari/a yang terkasih dalam Kristus
Salam damai sejahtera untuk kita semua. Bijaksana secara gamblam dapat dikatakan sebagai satu tindakan tepat yang diambil oleh orang dalam menanggapi satu situasi yang sedang dialami. Setiap kebijaksanaan itu bersumber pada Tuhan sebagai Kebijaksanaan itu sendiri penuh hikmat dan sumber kebenaran. Maka semua kita selalu berpegang pada kebijaksanaan Allah. Dan kebijaksanaan Allah itu tergambar pada sabda Allah sendiri. Untuk itu, belajar menjadi bijaksana selalu kembali pada firman Tuhan sendiri.
Saudari/a yang terkasih dalam Kristus
Hari ini kita kembali lagi merenungkan tentang kebijaksanaan. Dalam kisah kitab kedua raja-raja, Allah menunjukkan betapa orang yang tidak taat pada perintah dan ajaranNya akan tertimpa malapetaka. Semua yang melawan atau menolak Allah dia pasti akan mendapat celaka karena tidak memegang perintah dan ajaranNya yang sudah disampaikan kepada mereka. Karena tidak setia itulah, murka Allah datang dan raja Yoyakim, raja Yehuda itu bersama seluruh keluarganya dan semua penduduknya ditawan oleh raja Babel, Nebukadnezar. Raja Babel itu menyerang kota Yerusalem itu dan membawa semua tawanan di tempat pembuangan di Babel.
Ketidak setiaan raja Yehuda itu maka Allah berbalik melawan mereka dan menyerahkan mereka kepada musuh. Ketidak setiaan itu juga adalah lambang ketidakbijasananya raja Yoyakim dalam menjalankan ajaran dan perintah Tuhan. Sebenarnya raja Yoyakim sudah bisa belajar dari mendiang ayahnya yang juga tidak setia kepada Allah akhirnya juga mendapat murka Allah. Namun ia berbuat seperti ayahnya maka pada masa kerajaannya, Tuhan sangat murka dan membawa mereka sebagai tawanan di tanah pembuangan Babel. Makak kebijaksanana itu juga lahir juga dari satu proses disermen yang benar karena sumbernya adalah Firman Tuhan sendiri.
Pengalaman yang sama juga yang mau disampaikan Yesus dalam pengajaranNya, kotbah di atas bukit bersama para muridNya. Dalam kotbah di bukit itu Yesus berkata: “Bukan setiap orang yang berseru-seru kepadaKu Tuhan, Tuhan, akan masuk ke dalam kerajaan surga melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu di surga.” Tekanan dan penegasan Yesus sudah jelas dengan pendasaran yang pasti. Hanya orang yang melakukan kehendakKu itulah yang masuk kerajaan surga. Yesus lalu mempertegas lagi melalui perumapaan orang yang membangun rumah. Ini sebenarnya ilustrasi untuk menjelaskan tentang kebijaksanaan itu. Bagi orang yang membangun rumah di atas wadas diumpamakan seperti orang bijaksana yang mendengar semua firman dan kehendak Tuhan dan dengan tekun melaksanakannya. Karena ketika banjir datang dan melanda rumah itu, rumah itu tak akan roboh karena berdiri kokoh di atas batu wadas yang kuat.
Tapi orang yang bodoh adalah yang mendengar firman Tuhan tapi tidak melaksanakan dalam hidup mereka. Mereka membangun rumah mereka di atas pasir. Maka ketika banjir dan dan melanda rumah itu dan rumah itu menjadi roboh karena dasarnya tidak kuat. Jika kita melihat contoh pada raja Yoyakim maka terlihat jelas bahwa menjadi bijak atau bodoh juga tergantung dengan disermen kita terhadap setiap situasi yang kita hadapi. Karena di dalam disermen itu kita akan melibatkan Tuhan secara aktif sehingga dengan demikian kita keputusan untuk menjadi bijaksana itu akan menjadi kelihatan secara nyata. Maka marilah kita belajar untuk semakin setia pada Tuhan dan perintahNya dan setia untuk melaksanakannya. Dan bukannya kita mengikuti ego kita sendiri sehingga kita masih tetap saja berbuat jahat atau melawan Allah. Padahal kita sebenarnya kita semua punya kemampuan yang baik karena kita adalah juga murid-murid Tuhan tetapi kita tidak sama sekali melibatkan Tuhan dalam disermen kita sehingga keputusan untuk menjadi bijaksana itu selalu terhalan oleh ego kita sendiri maka kita masih akan tetap menjadi bodoh.
Saudari/a yang terkasih dalam Kristus