Arief mengatakan, banyak narasi negatif yang dibangun mengenai perubahan status itu. Padahal, ada banyak dampak baik yang diperoleh. Termasuk aturan mengenai tidak boleh ada penambangan dan menebang pohon secara ilegal.
Menurut dia, NTT dengan paling banyak Taman Nasional harusnya bisa berbangga. Pulau Timor baru pertama yakni Taman Nasional Mutis Timau. Baginya Taman Nasional sangat dihormati dan dijaga dimata dunia.
"Kami meyakinkan seluruh masyarakat Timor bahwa kami tidak merusak Taman Nasional Mutis ini seperti yang digembar-gemborkan. Itu fitnah," katanya.
Dia beranggapan, informasi yang disampaikan oleh pihak lain tidak mendasar. Perubahan status itu sebetulnya telah dilakukan dengan kajian ilmiah melibatkan para ahli termasuk akademisi dari Universitas Nusa Cendana atau Undana maupun peneliti dari BRIN. Semua proses itu melibatkan para tokoh dan masyarakat yang terkait.
Akan Melakukan Dialog
Arief mengaku pihaknya keliru karena belum sosialisasi secara menyeluruh. Sehingga, dalam waktu dekat dilakukan sosialisasi lebih masif mengenai hal itu. Semua lapisan masyarakat akan dilibatkan.
"Nanti kami akan berdialog secara terbuka dengan masyarakat semua. Saya jamin semua situs sejarah akan kita identifikasi dan masyarakat tetap bisa mengakses situs religi, budaya dan kita akan akomodir menjadi zona religi," katanya.
Bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan potensi alam seperti madu dan kayu akan ada mekanisme seperti pembentukan kelompok kemitraan. Hal itu agar pemanfaatan dilakukan dengan legal.
Adanya Taman Nasional, menurut dia, akan menjamin kepastian pemanfaatan. Berbeda dengan Cagar Alam yang dilarang. Dengan kemitraan maka masyarakat menjadi subyek atau aktor dalam pemanfaatan.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
Berita TribunFlores.com Lainnya di Google News