TRIBUNFLORES.COM-Sejumlah elemen masyarakat mengecam keras aksi bentrok antara masyarakat dan aparat keamanan yang terjadi di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, pada Rabu, 2 Oktober 2024. Video saling dorong antara warga dan aparat keamanan bahkan beredar luas di media sosial.
Rencana pemetaan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) di Poco Leok, Manggarai berakhir dengan kericuhan. Seorang wartawan dan beberapa orang warga bahkan ditangkap polisi dan mendapat intimidasi.
BEM Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero mengecam keras tindakan represif aparat keamanan terhadap warga dan jurnalis di lapangan.
"Pembangunan geotermal Poco Leok menjelma jadi nestapa. Pembangunan yang mestinya berorientasi pada bonum commune, justru menjadi bencana yang mengancam ruang hidup warga Poco Leok. Tidak berhenti disitu, pembangunan sebagai sebuah kebijakan publik yang mestinya melibatkan proses deliberasi publik justru memarjinalisasi dan mendikriminasi suara warga Poco Leok," kata Troms V. K. Sahputra, Ketua BEM IFTK Ledalero, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tribun Flores, Kamis, 3 Oktober 2024.
Trom menyebutkan kejadian ini merusak demokrasi dan merobek identitas Indonesia sebagai negara hukum.
Baca juga: 13 Diakon SVD asal Manggarai akan Ditahbiskan jadi Imam, ini Nama-namanya
Dalam pernyataan sikapnya, BEM IFTK Ledalero dan segenap mahasiswa IFTK Ledalero, pertama: meminta Pemerintah Kabupaten Manggarai dan pihak PLN untuk segera menghentikan proyek geotermal Poco Leok. Bahaya destruktif dan resistensi warga Poco Leok atas proyek ini adalah tanda ketidaksetujuan atas keberlangsungan proyek geotermal di Poco Leok.
Kedua; meminta KfW (Bank Pembangunan Jerman) untuk menghentikan pendanaan proyek geotermal Poco Leok.
Ketiga; mengutuk keras tindakan brutal dan biadab aparat keamanan yang terdiri dari TNI, polisi dan Pol PP terhadap jurnalis dan warga Poco Leok.
"Tindakan represif dari aparat keamanan ini adalah bentuk pengangkangan terhadap UU Kebebasan Pers No. 40 tahun 1999 dan kebebasan berpendapat sebagaimana tercantum dalam pasal 28 E ayat 3 UUD 1945. Kai juga mendesak semua pasukan baik TNI, polisi dan Pol PP untuk ditarik mundur dan menghentikan tindakan represif dan intimidatif terhadap jurnalis dan warga Poco Leok."
Keempat; menindak tegas aparat keamanan yang melakukan tindakan represif terhadap jurnalis dan warga Poco Leok dan memberikan perhatian terhadap para korban.
Sebelumnya, Pater Yansianus Fridus Derong, OFM, Direktur JPIC OFM Indonesia, meminta aparat keamanan menghentikan kekerasan terhadap masyarakat adat Poco Leok.
Pater Yansianus mengakatan pada Selasa, 02 Oktober 2024 terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat gabungan TNI, POLRI dan Saptpol PP Kabupaten Manggarai, NTT terhadap Masyarakat Adat Poco Leok.
Seorang warga bernama Ponsy mengalami penganiayaan yang serius dan sempat dirawat di rumah sakit. Beberapa masyarakat juga mengalami penganiayaan ringan dan menimbulkan luka di beberapa bagian tubuh.
Aparat kepolisian juga sempat menangkap dan menahan 3 orang warga dan 1 wartawan Floresa.co di dalam mobil keranjang.
Menanggapi peristiwa tersebut, JPIC OFM Indonesia menyampaikan pernyataan sikap: