TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE- Meninggalnya Uskup Emeritus Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira SVD (83) pada Selasa (8/10/2024) di RSUD TC Hillers Maumere, memberikan rasa duka dan kehilangan bagi umat Keuskupan Maumere.
"Segala upaya dari tim medis dan pihak Keuskupan Maumere untuk kesembuhan beliau namun kenyataan berkata lain, dengan sedih kami harus mengatakan beliau telah menghembuskan napas terakhirnya pada jam 16:45 Wita," ungkap Sekjen Keuskupan Maumere RD Yakobus Dionisius Migo , Selasa (8/10/2024) malam.
RD Yakobus Dionisius Migo mengatakan, semasa hidupnya beliau menjalankan moto episkopalnya 'Ut Omnes Unum Sint'yang artinya Supaya Mereka Semua Bersatu.
"Bapa Uskup emeritus adalah seorang pemimpin yang menjalankan motonya 'Agar Mereka Semua Bersatu (Ut Omnes Unum Sint). Dia juga untuk mempersatuhkan para imam maupun para umatnya di Keuskupan ini,"kata imam yang akrab disapa RD Dionisius Migo.
Baca juga: Misa Requiem Uskup Emeritus Gerulfus Kherubim Pareira akan Dipimpin Tiga Uskup
Direktur Politeknik Cristo Re Maumere ini juga mengungkapkan imam yang dikenal dengan nama Kherubim ini adalah pendoa yang setia.
"Ia selalu mendedikasikan diri dalam doa, dia seorang pendoa yang setia dan konsinten. Bahkan sampai usia tuanya dia setia berdoa untuk umat Keuskupan Maumere,"pungkasnya.
Ut Omnes Unum Sint "Semoga Mereka Semua Bersatu" (Yoh. 17.21)
"Ketika hendak memilih Motto, saya mencari motto yang bisa merupakan Visi, cita-cita yang ingin saya capai di tempat atau wilayah karya saya tapi juga yang telah saya hayati selama ini dalam pergaulan dengan sesama, maka pilihanku jatuh pada motto ini "Semoga mereka semua bersatu" (Yoh. 17, 20).
Mengapa atau alasan apa yang mendasarkan pilihan motto ini?,"tulis Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD dalam buku Ut Omnes Unum Sint 'Satu untuk Semua'.
Karakter wilayah keuskupan di mana saya akan ditugaskan. Keuskupan Weetebula lokus tempat saya mengabdi sebagai Uskup, merupakan wilayah gerejani yang ditandai dengan minoritas umat katolik, di antara mayoritas Muslim di pulau Sumbawa dan mayoritas Protestan di Pulau Sumba.
Umat beragama Mayoritas dari kedua pulau ini berusaha supaya gerak langkah umat katolik dikekang, dibatasi dan tidak cepat berkembang dalam quantitasnya. Malah kadang-kadang terasa ada perlakuan diskriminatif di hampir semua bidang.
Dengan memilih motto ini saya bermimpi bahwa di masa depan bisa terwujud suatu kehidupan bersama yang saling menghargai, saling menghormati walaupun pluralitas beragama tetap sama. Demikian juga keragaman suku, etnis dan bahasa mewarnai kehidupan bersama di kedua pulau tersebut.
Saya mengambil Doa Yesus sebagai Motto, karena saya yakin bahwa upaya manusiawi untuk mempersatukan orang dengan keyakinan iman yang berbeda dan adat istiadat serta suku berbeda bukanlah suatu usaha yang mudah, malah menyimpan banyak masalah serta rintangan, hanya DOA, upaya adikodrati yang sanggup meluluhkan hati orang.
Mendoakan orang lain atau mendoakan umat merupakan wujud cinta kasih yang luhur kepada orang lain. Dalam mendoakan orang lain pendoa membawal menghadirkan sesamanya pada Tuhan dan memohon supaya Tuhan memberkati, mengabulkan permintaannya tetapi yang terutama supaya kehendak Tuhan terjadi/terwujud pada orang yang didoakan.
Dalam hal mendoakan "Semoga mereka semua bersatu" saya memohon supaya Tuhan merubah cara berpikir, mental orang sehingga juga dapat merubah perilakunya terhadap sesamanya. Yesus sendiri menggunakan upaya ini bagi persatuan pengikut-pengikutnya, maka sayapun menggunakan upaya adikodrati ini yakni mendoakan persatuan umat yang berragam agamanya dan beraneka suku serta adat-iastiadatnya.
Perbedaan, keragaman hendaknya dipandang sebagai suatu yang membuat hidup bersama menjadi lebih kaya dan bukan sebagai suatu alasan untuk suatu permusuhan, pertengkaran dan saling menghancurkan. Motto Ut Omnes Unum Sint tidak lagi cuma satu slogan tetapi satu doa yang terus menerus didaraskan oleh setiap umat katolik dalam wilayah keuskupan yang sayapimpin.
Sama seperti gereja sejagat tak jemu-jemunya setiap tahun mengadakan Pekan Doa Sedunia untuk persatuan umat Kristen, demikian pula harapan saya, walaupun masih belum terwujud secara drastis, tetapi ada tanda-tanda kecil perubahan perilaku dari masa ke masa.
Ketika berpindah ke keuskupan Maumere Motto "Ut Omnes Unum Sint" saya bawa serta. Karena Pluralitas dalam wilayah keuskupan inipun sangat kental. Memang mayoritas penduduk beragama Katolik, tetapi tidak berarti bahwa ada kerukunan antara umat katolik sendiri. Penduduk Kabupaten Sikka terdiri dari berbagai suku, etnis dan bahasa yang sangat rawan menimbulkan /memicu konflik.
Pengkotak-kotakan antar suku-suku sangat terasa dalam perpolitikan, terutama menjelang Pemilu dan Pilkada, biarpun semuanya adalah Umat Katolik. Ajaran Yesus tentang Cinta kasih belum menjadi pedoman hidup, belum meresap dalam hidup perpolitikan, juga dalam perilaku hidup sehari-hari.
Di samping itu umat Katolik dalam wilayah ini sebagai mayoritas katolik masih menyimpan rasa superioritas, rasa arogansi terhadap umat beragama lain yang minoritas. Sikap ini muncul sangat jelas misalnya ketika ada pelecehan Sakramen Mahakudus, reaksi umat katolik amat overacting, tidak seimbang, malah melawan ajaran imannya sendiri.
Dalam situasi keuskupan Maumere dan Kabupaten Sikka, Motto "Ut Omnes Unum Sint" mengungkapkan harapan saya ke depan supaya ada kesehatian, ada saling pengertian, ada saling mengakui kelebihan dan menyadari kekurangan masing-masing guna menciptakan persaudaraan sejati yang kristiani, antar suku-suku yang beraneka dan antara umat yang beraneka agama. Motto ini menjadi DOA kita bersama dalam keuskupan Maumere ini seterusnya.
Yubileum 40 tahun Imamat dan 25 tahun Tahbisan Uskup hendaknya menjadi momentum untuk merefleksi diri dan menetapkan hasrat kita ke depan mewujudkan motto kita bersama "Ut Omnes Unum Sint"
Maumere, 11 Juli 2011
G. Kherubim Pareira. SVD
Berita TribunFlores.com Lainnya di Google News