Hari Perempuan Internasional 2025
Tema Hari Perempuan Internasional 2025 yang dikeluarkan UN Women adalah “For ALL Women and Girls: Rights. Equality. Empowerment.” Tema ini bertujuan untuk mendorong pemajuan hak-hak perempuan dan anak perempuan serta menentang segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi terhadap perempuan.
Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) adalah momentum penting dalam sejarah gerakan perempuan di dunia. IWD memiliki sejarah aksi kolektif yang panjang dan kuat. IWD dimulai dari pemikiran kritis perempuan-perempuan dari berbagai latar belakang yang menyatukan suara, kekuatan, dan aksi untuk memprotes berbagai bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan di dunia.
IWD diperingati setiap tanggal 8 Maret bertepatan dengan Aksi mogok kerja terorganisasi pertama oleh pekerja perempuan terjadi di Kota New York pada tanggal 8 Maret 1857. Pekerja tekstil perempuan melakukan aksi protes untuk menuntut kondisi kerja yang adil dengan hari kerja yang lebih pendek dan upah yang layak demi kesetaraan dan keadilan.
Meski IWD telah dirayakan lebih dari satu abad, namun hingga hari ini, ketidakadilan gender, diskriminasi, dan eksploitasi pada perempuan masih terus terjadi. Pengontrolan atas tubuh dan seksualitas perempuan masih dilakukan oleh berbagai lembaga dan perserorangan dengan mengatasnamakan moral.
Isu seksualitas telah menjadi salah satu penyebab kekerasan pada perempuan di mana perempuan dianggap sebagai objek yang dapat dikontrol dan diseksualisasi. Seksualitas tidak terbatas pada tubuh, namun juga mencakup pikiran, pengalaman, akses, kontrol, dan hasil kerja perempuan.
Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) adalah isu seksualitas yang tidak dapat diisolasi sebagai isu kesehatan semata. HKSR adalah isu feminisme dan HAM karena Komponen HKSR berasal dari komponen-komponen HAM; seperti hak untuk hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan, hak untuk mendapatkan privasi, hak untuk mendapatkan pendidikan, dan hak untuk terbebas dari diskriminasi.
Pengabaian terhadap pemenuhan HKSR memiliki keterkaitan erat dengan isu yang lain seperti penghapusan kemiskinan, kedaulatan pangan, hak asasi manusia, keadilan sosial, keadilan ekologi, bahkan perubahan iklim karena pengontrolan atas seksualitas perempuan telah menciptakan ketimpangan kekuasaan, memperluas kesenjangan, dan mengukuhkan ketidakadilan yang berdampak langsung pada kesehatan, kesejahteraan, dan kedaulatan perempuan atas tubuh, pikiran, dan hasil kerjanya.
Ditabukannya pendidikan seksualitas dan hak atas kesehatan seksual dan reproduksi telah menjadi penyebab tingginya angka kekerasan seksual yang berimplikasi pada tingginya angka putus sekolah pada remaja perempuan, perkawinan anak, kematian ibu dan anak, kekerasan dalam rumah tangga, dan maraknya kasus pembuangan bayi di NTT. (CNA)
Berita TribunFlores.Com Lainnya di Google News