Paus Fransiskus

12 Tahun Masa Kepausan, Paus Fransiskus Jadi yang Pertama dalam Banyak Hal

Editor: Cristin Adal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KUNJUNGAN APOSTOLIK- Paus Fransiskus bersama Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, pada 5 September 2024 lalu.

Dari Lampedusa ke Juba
Di antara Perjalanan Kerasulan dan kunjungan pastoral, orang tidak dapat melupakan perjalanan pertama di luar Roma ke pulau kecil Lampedusa, sebuah tempat di mana banyak tragedi migran terjadi di mana ia melemparkan karangan bunga ke Laut Tengah, “sebuah pemakaman terbuka.” Isu ini diangkat lagi dalam dua perjalanan ke pulau Lesbos, Yunani (2016 dan 2021) selama kunjungannya ke kontainer-kontainer dan tenda-tenda yang menampung para pengungsi.

Perjalanan kerasulan lainnya yang berkesan termasuk ke Tanah Suci (2014), ke Swedia, di Lund (2016) untuk perayaan 500 tahun Reformasi Lutheran, ke Kanada (2022) dengan permintaan maafnya kepada orang-orang Suku-suku Asli atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di masa lalu di sekolah-sekolah asrama yang dikelola oleh Gereja.

Dan kemudian datanglah Perjalanan Kerasulannya ke Republik Demokratik Kongo dan Sudan Selatan (2023), yang terakhir ini dilakukan bersama Uskup Agung Anglikan Canterbury, Justin Welby, dan Moderator Sidang Raya Gereja Skotlandia, Ian Greenshields, untuk menekankan hasrat oikumenis untuk menyembuhkan luka-luka masyarakat.

Luka yang sama yang ia minta untuk disembuhkan oleh para pemimpin Sudan Selatan, ketika ia mengundang mereka untuk retret selama dua hari di Santa Marta, dan diakhiri dengan sikapnya yang mengharukan dengan mencium kaki mereka.

Kunjungannya ke Kuba dan Amerika Serikat pada tahun 2015 berujung pada pembentukan kembali hubungan diplomatik antara kedua negara.

Paus Fransiskus telah bekerja untuk peristiwa bersejarah ini selama berbulan-bulan, mengirim surat kepada Presiden AS Barack Obama dan Raúl Castro dari Kuba untuk mendesak mereka agar “memulai babak baru”. Presiden Obama sendiri secara terbuka mengucapkan terima kasih atas upaya-upaya ini.

 Di Havana, Paus Fransiskus juga bertemu dengan Patriark Kirill dan menandatangani sebuah deklarasi bersama untuk mengimplementasikan “ekumenisme cinta kasih,” komitmen umat Kristiani untuk dunia yang lebih bersaudara. Komitmen ini secara tragis menjadi relevan beberapa tahun kemudian dengan pecahnya perang di jantung Eropa.

Penandatanganan Dokumen Persaudaraan Manusia di Abu Dhabi

Pada tahun 2019, Paus Fransiskus melakukan perjalanan ke Abu Dhabi (UEA) di mana ia turut menandatangani Dokumen Persaudaraan Manusia dengan Imam Besar al-Tayeb, yang menandai puncak hubungan dengan Universitas Sunni Al-Azhar dan landasan dialog Kristen-Muslim, yang sekarang juga dimasukkan ke dalam beberapa dokumen.

Ensiklik
Dialog-dialog, dan gerakan yang dilakukan selama perjalanan ini tercermin dalam tulisan-tulisannya. Selama masa kepausannya, ia menulis empat Surat Ensiklik, yang pertama adalah ‘Lumen Fidei’ dengan tema iman, yang ditulisnya bersama mendiang Paus Benediktus XVI.

Ensiklik ini diikuti pada tahun 2015 oleh Laudato si', sebuah seruan untuk Bumi yang menyerukan “perubahan arah” untuk “rumah bersama” kita yang hancur akibat perubahan iklim dan eksploitasi, dan mendesak tindakan untuk menghapus kemiskinan dan memastikan akses yang adil ke sumber daya planet ini.

Ensiklik ketiga, Fratelli Tutti, sebuah landasan magisteriumnya setelah Dokumen Abu Dhabi, adalah nubuat tentang persaudaraan sebagai satu-satunya jalan bagi masa depan umat manusia.

Akhirnya, pada tahun 2024 ia mengeluarkan ‘Dilexit Nos’, yang meninjau kembali tradisi dan relevansi saat ini tentang “cinta manusia dan ilahi dari Hati Yesus” yang mengirimkan pesan kepada dunia yang tampaknya telah kehilangan hatinya.

Seruan Apostolik dan Surat Motu Proprio

Paus Fransiskus menulis tujuh Seruan Apostolik, mulai dari Evangelii Gaudium pada tahun 2013 hingga “C'est la Confiance” yang diterbitkan pada tahun 2023 dalam rangka perayaan 150 tahun kelahiran Theresia dari Lisieux.

Halaman
1234