Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pimpinan Komisi III DPRD NTT menyebut badan usaha milik daerah (BUMD) PT Flobamor sakit berat.
Wakil Ketua Komisi III DPRD NTT Kristoforus Loko berkata, BUMD ini kerap merugi. Padahal, Pemerintah terus memberikan penyertaan modal. Selain, ada berbagai unit usaha yang dijalankan oleh perusahaan tersebut.
"Dari gambaran kemarin (saat RDP), sesungguhnya PT Flobamor ini dalam kondisi yang sakit berat. Mesti ada upaya penanganan serius. Menurut saya kalau tidak, tutup saja," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini, Kamis (19/6/2025).
Ketua Fraksi Amanat Sejahtera DPRD NTT ini menyebut, perusahaan itu tidak memberikan kontribusi signifikan ke Pemerintah. Namun, seringkali menimbulkan banyak masalah. Persoalan gaji karyawan menjadi agenda rutin.
Baca juga: Kapolres Ende Lepas 18 Atlet Tinju Ikut Kejuaraan Tinju Amatir Antar Sasana Flores Lembata
Perusahaan ini harusnya tidak menimbulkan banyak masalah. Padahal, PT Flobamor berulang kali melakukan perombakan direksi. Tapi, belum juga ada titik temu untuk mengurai permasalahan yang ada.
Sisi lain, Kristo Loko juga mendorong adanya audit investigasi dari inspektur daerah atau badan pemeriksa keuangan (BPK). Hal itu perlu dilakukan agar mengetahui letak masalah yang ada di tubuh PT Flobamor.
Bahkan, bila terbukti siapapun yang melakukan penyimpangan maka perlu ditindaklanjuti sesuai hukum yang ada. Kristo Loko mengatakan, DPRD belum menyetujui penyertaan modal, kalau tidak ada audit.
"Sejauh ini memang mereka belum ada penyertaan. Kita mesti yakin dulu. Kalau dia tidak sehat, kita seperti membuat keuangan daerah jadi sia-sia. Harus audit dulu. Kami mendesak Pemerintah daerah," ujarnya.
Dia mengaku, sudah hampir lima kali DPRD NTT mendapat keluhan dari karyawan PT Flobamor tentang masalah gaji dan lainnya. Sejumlah rekomendasi yang diberikan DPRD belum juga membuahkan hasil.
"Kalau kita berwirausaha, ujung-ujungnya rugi. Lebih baik tutup. Kita usaha lain yang lebih penting," kata anggota DPRD dapil V NTT.
Kristo Loko berujar, saat RDP bersama direksi PT Flobamor, pihaknya meminta manajamen dan direksi agar bisa menyelesaikan gaji karyawan yang tertunggak hingga enam bulan.
Dampak dari ini, hak karyawan tidak bisa dipenuhi. Selain itu, warisan sebelumnya membuat PT Flobamor harus menanggung utang dan wajib melunasi ke Bank NTT dengan kisaran Rp 10 miliar. Setiap bulan, PT Flobamor mencicil lebih dari Rp 180 juta.
"Kita harus jujur PT Flobamor ini menyimpan banyak persoalan. Banyak masalah. Keuangan di PT Flobamor sesungguhnya sangat memprihatinkan," ujarnya.
Anggota Komisi III DPRD NTT, Filmon Loasana, menegaskan, pihaknya telah merekomendasikan audit investigasi terhadap PT Flobamor. Dia mendorong Pemerintah melalui Inspektur Daerah bisa menindaklanjuti itu.
Baca juga: Kunjungan Tim Program Inklusi Lakpesdam PBNU dan Fatayat NU ke Mitra Strategis di Kabupaten Lembata
“Rekomendasinya jelas, harus ada audit investigasi. Pemerintah harus segera menindaklanjuti karena ini menyangkut kelangsungan hidup karyawan dan keuangan daerah,” kata Filmon, Rabu (18/6/2025).
Menurut Filmon, PT Flobamor saat ini menghadapi berbagai persoalan krusial, mulai dari utang Rp 10 miliar di Bank NTT hingga tidak beroperasinya kapal-kapal yang menjadi tulang punggung bisnis perusahaan.
“Kita dorong agar PT Flobamor ditutup saja jika tidak mampu dikelola dengan baik,” katanya.
Politikus PSI itu juga mengakui bahwa DPRD sudah beberapa kali menerima pengaduan dari karyawan PT Flobamor terkait keterlambatan pembayaran gaji. Untuk itu, diperlukan langkah tegas dan solusi menyeluruh agar masalah ini tidak terus berlarut.
“Harus dicari benang merahnya, agar persoalan ini bisa benar-benar diselesaikan,” tegas dia.
Perwakilan karyawan PT Flobamor, Benediktus Beno, mengungkapkan berujar, dua kapal milik perusahaan, yakni KMP Sirung dan KMP Pulau Sabu, tidak dapat beroperasi akibat kerusakan mesin.
Padahal, kedua kapal tersebut sebelumnya telah menjalani docking di galangan kapal di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2024.
“Setelah kembali dari docking, kapal-kapal itu justru dalam keadaan rusak. Kami bingung, bagaimana mungkin kapal yang habis diperbaiki malah tidak bisa jalan,” ujar Benediktus, yang juga menjabat sebagai Koordinator Pelabuhan Teluk Gurita di Kabupaten Belu.
Benediktus menambahkan, akibat dua kapal tidak beroperasi, subsidi dari pemerintah pusat turut dihentikan. Hal ini berdampak langsung pada keterlambatan pembayaran gaji karyawan.
“Kapal harus jalan dulu baru ada subsidi. Kalau kapal rusak seperti sekarang, otomatis gaji kami tidak bisa dibayar,” katanya.
Dalam pertemuan itu, karyawan bersama DPRD sepakat agar dilakukan audit investigasi terhadap pengelolaan dua kapal tersebut. Mereka menduga ada kejanggalan dalam proses perawatan kapal yang berujung pada kerusakan fatal.
“Harus ada pemeriksaan menyeluruh. Ini aneh, kapal habis docking tapi malah rusak,” kata Benediktus.
Direktur PT Flobamor, Yufridus Irawan, yang juga hadir dalam rapat, enggan memberikan komentar kepada wartawan.
“Sudah ada rekomendasi untuk audit. Itu saja,” kata dia di komplek DPRD NTT. (fan)
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News