Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon
POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Flores (IMF) Kefamenanu, Helena Faustina Seku mengatakan, IMF Kefamenanu menyatakan sikap menolak dengan tegas proyek Geothermal (energi panas bumi) di Pulau Flores dan Lembata. Proyek Geothermal ini dinilai berdampak negatif terhadap sejumlah aspek kehidupan masyarakat.
Berdasarkan hasil diskusi bersama dengan seluruh anggota IMF, ujar Helena, IMF Kefamenanu mengambil sikap mendesak seluruh aktivitas pengeboran panas bumi yang sedang berlangsung di wilayah pulau Flores terkhusus di wilayah Kabupaten Manggarai, Ngada, Nagekeo, Ende serta Lembata. IMF Kefamenanu juga mendesak agar wilayah yang masuk dalam areal pengeboran sumur energi dan siap beroperasi dibatalkan
"Menuntut seadil-adilnya agar para oknum yang terlibat lansung dalam proyek ini harus menjalani proses hukum karena telah dengan sengaja merusak areal pertanian, perkebunan, air dan ekosistemnya. Karena masyarakat kami memiliki hak asasi atas lahan yang subur, air yang bersih juga ekologi yang indah, ramai dan damai," ungkapnya dalam keterangannya kepada POS-KUPANG.COM, Rabu, 2 Juli 2025.
Baca juga: NTP Nusa Tenggara Timur Juni 2025 Tercatat 99,35, Turun 0,59 Persen dari Bulan Sebelumnya
Ia mengatakan, Pulau flores, NTT merupakan surga bagi para petani. Pasalnya, lahan pertanian yang subur menjadi jantung kehidupan masyarakat Flores.
Dari hasil pertanian tersebut, masyarakat Pulau Flores dan Lembata hidup dan berkembang dan menjadi diri mereka sendiri. Sekitar 70 persen masyarakat di Pulau Flores dan Lembata bergantung pada pertanian yang bersumber dari alam dan kaya akan keindahan alam.
"Kini wilayah tersebut menjadi pusat sorotan publik akibat Proyek Geothermal yang dirancang untuk mengembangkan energi bersih dan terbarukan," ujarnya.
Di balik ambisi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional, suara penolakan dari masyarakat dan kelompok-kelompok tertentu makin lantang terdengar. Proyek energi panas bumi (Geotermal) yang diangkat sebagai energi yang menjanjikan justru menyulut konflik antara warga lokal, pemerintah dan para pihak Investor.
Proyek Geothermal juga mengakibat beberapa dampak yang sangat merugikan masyarakat diantaranya; pertanian, peternakan, sosial budaya, kesehatan dan hukum.
Ia menjelaskan, di bidang pertanian mayoritas penduduk Flores dan Lembata yang bermatapencarian sebagai petani berjumlah 70 persen terdampak dari Proyek Geothermal tersebut. Pasalnya, terjadi penurunan hasil panen seperti kelapa, cengkeh, coklat, pisang, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil wawancara IMF bersama Warga Desa Sokoria, sejumlah tanaman umur panjang seperti cokelat terdampak seperti daun gugur dan batangnya mengering.
Di bidang peternakan, Proyek Geothermal berdampak pada menurunnya kualitas air. Ternak yang mengonsumsi air tersebut mengalami penurunan kesehatan dan produktivitas. Di mataloko misalnya, semburan lumpur panas dan gas beracun telah merusak lahan pertanian dan sumber air, berdampak pada kehidupan masyarakat dan ternak.
"Dan juga hewan kehilangan satwa," ungkapnya.
Sementara itu di bidang sosial budaya, muncul konflik horizontal dan vertikal pertikaian antar sesama secara langsung menghilangkan nilai-nilai budaya. Hubungan sosial masyarakat dan hilangnya kearifan lokal yang menjadi warisan paling luhur dan menjadi eksistensi dan esensi masyarakat Pulau Flores dan Lembata.
Helena menuturkan, di bidang hukum, pembangunan Proyek Geothermal ini diduga melanggar sejumlah aturan atau undang-undang seperti; UU No 32 Tahun 2009 tentang lingkungan hidup, pasal 28 H UUD 1945 Hak atas lingkungan sehat dan UU No 27 Tahun 2003 tentang panas bumi.
Sedangkan di bidang kesehatan, sejumlah masyarakat di Sokoria dan Poco Leok mengalami gangguan kesehatan seperti (gangguan pernapasan akibat udara panas, berbau dari eksplorasi batuk pilek, sesak napas, kudis dan kekurangan air bersih / air terasa asam).
IMF Kefamenanu juga menawarkan sejumlah solusi konkret dalam mengatasi persoalan-persoalan mengenai proyek Geothermal ini yakni; pemberhentian proyek Geothermal yang sedang terjadi yang dapat merugikan masyarakat setempat. Karena hal Ini merupakan ancaman terberat jangka panjang yang akan dirasakan masyarakat setempat yang dapat mengancam kelangsungan hidup warga.
Dikatakan Helena, IMF Kefamenanu juga mendesak dilakukan peninjauan kembali dan evaluasi terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dimana kebijakan tersebut dapat merugikan warga di bidang ekonomi, sosial dan budaya.
"Menolak bukan berarti anti pembangunan dan membangun bukan berarti harus menyingkirkan yang lemah. Solusi yang terbaik adalah yang memanusiakan manusia, menjaga bumi, dan memastikan energi masa depan dan tidak merusak masa kini," pungkasnya. (bbr)
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News