Berita Kota Kupang

Dari Desa ke Kota, Kisah Mama Lina yang Berkeliling Menjual Kain Ikat TTS dan TTU

Editor: Ricko Wawo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Akuilina Sale, pedagang tenun dari Kefa saat di Car Free Day Kota Kupang. 

“Kalau ada yang mau pesan, bisa hubungi saya. Bisa ambil di rumah atau saya antar,” katanya.

Ia juga mengatakan marketing yang dilakukan dengan turun langsung ke Car Free Day setiap Sabtu di Kota Kupang. 

 

Baca juga: Chelsea Makin Tajam Setelah Datangkan Joao Pedro, Ini Profilnya

 

Semua kain yang dijual dibuat dengan teknik tradisional, menggunakan benang yang dipintal tangan dan pewarna alami dari alam sekitar, seperti daun tarum untuk biru, akar mengkudu untuk merah, dan kulit kayu untuk cokelat. 

Motifnya pun bercerita tentang kehidupan sehari-hari, flora dan fauna setempat, hingga simbol adat yang diwariskan dari generasi sebelumnya.

Mama Lina mengaku sering mendapat kain dari penenun yang ia kenal sejak lama. Hubungan itu dibangun dengan rasa saling percaya.

“Ada yang saya sudah kenal sejak dulu. Kalau mereka selesai menenun, saya yang ambil. Kadang saya temui mereka di pasar, kadang saya yang datang langsung ke kampung,” ungkapnya.

Baginya, menjual kain bukan sekadar mencari nafkah. Ia melihat setiap helai sebagai bukti ketekunan para penenun desa. Beberapa di antaranya bahkan menenun untuk membiayai sekolah anak atau membantu kebutuhan rumah tangga. “Kalau saya tidak ambil dan jual di kota, kain itu akan menumpuk. Sayang, padahal motifnya cantik,” ucapnya.

Perjalanan Mama Lina dari kampung ke kota adalah perjalanan menjaga tradisi. Setiap kain yang ia bawa adalah jembatan antara para penenun di desa dengan pembeli di perkotaan.

“Selama saya masih bisa jalan, saya akan terus bawa kain dari TTS dan TTU. Supaya orang tahu, di kampung masih banyak tangan-tangan hebat yang setia menenun,” ujarnya.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News