Berita Sikka

Sanggar Bliran Sina: Warisan Budaya dari Watublapi untuk Dunia

Editor: Ricko Wawo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PELAJARI-Wisatawan mancanegara saat mempelajari kekayaan budaya dan tradisi yang ada di kampung Watublapi, Kecamatan Hewokloang, Selasa, 24 Juni 2025.

5. Ogor Kapa (Membentuk bulatan kapas supaya mudah dipintal)

Serat kapas yang sudah bersih dihaluskan lagi dengan alat seperti busur kecil, dipilin lagi menggunakan telapak tangan. Pilinan kapas ini kemudian dipintal menjadi benang panjang yang tidak terputus. 

6. Jata Kapa (Pintal kapas)

Kapas yang sudah halus dan dipilih kemudian dipintal menjadi benang yang siap dipakai dalam proses menenun.

7. Wolot Ojan (Merentangkan Kapas)

Kapas yang sudah menjadi benang kemudian digulung (wolot). Prosesnya yakni dengan cara memutar-mutar benang dalam bentuk gelondong.

8. Go’an (Merentangkan benang pada pembidang pengikat)

Proses ini juga memerlukan keterampilan dan ketekunan. Benang yang siap ditenun direntangkan dengan teknik khusus.

9. Lain Kapa (Persiapan benang untuk dicelup perwarna alami). 

Benang-benang yang sudah dipintal diikat sesuai dengan motif atau ragam hias geometris. Pekerjaan ini dilakukan oleh dua orang; yang satu memasukkan tiap urat benang dari atas ke bawah, atau dari bawah ke atas, dan yang lainnya mengembalikan urat benang ke pangkalnya. Lalu mereka membentuk motif tertentu. Benang-benang yang sudah diikat dan membentuk pola-pola dengan motif tertentu tadi kemudian akan melewati proses pewarnaan benang. Proses ini juga membutuhkan waktu yang lama.

Kain tenun yang bagus justru lahir dari dapur-dapur pewarna alami di belakang rumah warga. Pewarnaan alami adalah suatu proses yang sulit dan kompleks. Perlu pengetahuan dan ketelitian supaya warna yang dihasilkan berkualitas.

Proses pewarnaan alami melibatkan penggunaan bahan-bahan alami seperti akar mengkudu untuk warna merah, daun tarum (indigo) untuk warna biru, serta kunyit atau kulit pohon lain untuk warna kuning dan coklat. Proses ini lebih rumit dan memakan waktu lebih lama dibandingkan pewarna kimia, namun menghasilkan warna yang lebih tahan lama dan alami. 

Para penenun di Sanggar Bliran Sina menyadari keterkaitan kain tenun dengan pelestarian tumbuh-tumbuhan sekitar. Oleh karena itu, gaya hidup selaras alam yang sudah dilakoni sejak dulu harus tetap dipertahankan di tengah derasnya kehidupan modern yang semakin menggerus tradisi.

Tidak hanya perihal tenun ikat. Yang Sanggar Bliran Sina sajikan kepada pengunjung adalah pengalaman. Berkunjung ke sana seperti sebuah perayaan. Dalam balutan kain tenun, orang-orang berdendang dan menari, persis seperti perayaan pesta panen yang sakral. 

Kaki penari yang menghentak tanah, tangannya yang digerakkan secara horizontal dan vertikal, dan kepalanya yang mendongak ke langit menunjukkan spiritualitas orang Watublapi yang berpusat pada Bumi yang dipijak, interaksi intim dengan sesama dan pikiran mendalam yang terarah kepada Wujud Tertinggi.

Halaman
1234