Berita NTT

NTT Mantapkan Implementasi Konvensi Hak Anak: Lebih Serius Atasi Kekerasan dan Pernikahan Dini

Upaya memperkuat perlindungan hak anak kembali ditegaskan dalam Rapat Tindak Lanjut Pelaporan Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia

Editor: Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM/TARI RAHMANIAR ISMAIL
INTERNASIONAL-Rapat Tindak Lanjut Pelaporan Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia yang digelar Kantor Wilayah Kementerian HAM Nusa Tenggara Timur di Hotel Neo Aston, pada Jumat 14 November 2025.  
Ringkasan Berita:
  • Rapat tindak lanjut pelaporan instrumen HAM internasional, fokus pada Konvensi Hak Anak (KHA).
  • KHA adalah kompas moral dan instrumen hukum global untuk menjamin hak dasar anak.
  • Pemenuhan hak anak adalah tanggung jawab negara, orang tua, masyarakat, sekolah, dan pemerintah daerah.

 

Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Tari Rahmaniar Ismail

POS-KUPANG.COM, KUPANG — Upaya memperkuat perlindungan hak anak kembali ditegaskan dalam Rapat Tindak Lanjut Pelaporan Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia yang digelar Kantor Wilayah Kementerian HAM Nusa Tenggara  Timur di Hotel Neo Aston, pada Jumat 14 November 2025. 

Tahun ini, Kanwil HAM NTT memfokuskan laporan nasional pada Konvensi Hak Anak (KHA) perjanjian internasional yang secara hukum mengikat negara untuk menjamin hak dasar setiap anak.

Kepala Kanwil Kemenkumham NTT( Wilayah Kerja NTB dan Bali) Oce Yuliana N. Boymau, menegaskan  KHA bukan hanya instrumen hukum global, tetapi juga kompas moral negara dalam memastikan anak dapat hidup, tumbuh, terlindungi, dan dihargai sebagai individu.

Baca juga: Jaksa Mulai Periksa Tersangka Korupsi Dana Hibah di KPU Sumba Timur

 

 

“Konvensi Hak Anak adalah perjanjian internasional tahun 1989 yang mengikat secara yuridis dan politis berbagai negara. Indonesia telah meratifikasinya sejak 1990 melalui Keppres No. 36. Negara wajib memastikan anak sehat, bisa bersekolah, memiliki identitas, terlindungi dari kekerasan, dan pendapatnya didengar,” ujarnya, (14/11).

Ia menambahkan pemenuhan hak anak tidak hanya menjadi kewajiban negara, tetapi juga tanggung jawab kolektif orang tua, masyarakat, sekolah, dan pemerintah daerah. 
“Kita semua adalah representasi negara, sekaligus orang tua bagi anak-anak kita,” ujarnya.

Kepala Bidang (Kabid) Instrumen dan Penguatan HAM NTT, Supardan menyoroti masih banyaknya persoalan serius terkait hak anak di berbagai kabupaten/kota di NTT.

“Di lapangan, masih banyak anak tanpa akta kelahiran, anak yang hidup di jalanan, anak yang tidak bersekolah, dan anak yang menjadi korban kekerasan maupun eksploitasi. Data ini harus kita tindak lanjuti bersama,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti minimnya pelibatan lembaga perlindungan anak dalam berbagai rapat koordinasi, padahal data mereka penting dalam menentukan arah kebijakan.

Dalam kegiatan tersebut, sejumlah daerah yang berhasil meraih predikat Kabupaten Layak Anak turut diminta membagikan pengalaman. 

Setelah sekian lama hanya Kota Kupang yang mendapat penghargaan itu, pada 2023 Kabupaten Ngada menyusul, dan pada 2024 giliran Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur meraih pengakuan nasional.

Perwakilan Kabupaten Manggarai, Maria Yasinta, diundang untuk memaparkan strategi daerah dalam mendorong pemenuhan hak anak. Keberhasilan daerah-daerah ini disebut sebagai bukti bahwa kolaborasi lintas sektor mampu menghasilkan perubahan nyata.

Kepala Bidang (Kabid) Instrumen dan Penguatan HAM NTT, Supardan  persoalan anak di NTB tidak jauh berbeda dengan NTT. 

Salah satu perhatian utama ialah menekan angka pernikahan dini, termasuk fenomena merariq di Lombok.

“Kami bekerja sama dengan pemerintah daerah, KUA, kepolisian, hingga LPA. Bahkan ada kebijakan tidak memberikan izin nikah bagi anak di bawah umur, kecuali memenuhi syarat tertentu. Upaya ini cukup efektif menurunkan pernikahan dini,” ujarnya.

Ia berharap pendekatan serupa dapat diterapkan di kabupaten/kota di NTT yang masih menghadapi tren kekerasan dan pelanggaran hak anak.

Rapat ini juga menjadi momentum perkenalan struktur baru Kementerian Hak Asasi Manusia, entitas baru hasil pemisahan dari Kementerian Hukum dan HAM berdasarkan Perpres No. 156/2024.

Kanwil HAM NTT kini menjadi salah satu dari 20 kantor wilayah se-Indonesia dengan cakupan wilayah kerja NTT, NTB, dan Bali, termasuk mandat melaporkan implementasi instrumen HAM internasional.

Oce Boymau berharap rapat ini menjadi ruang konsolidasi bersama antarinstansi, lembaga masyarakat, dan pemerintah daerah.

“Kita harus memastikan hak-hak anak terpenuhi. Anak yang sehat, terlindungi, dan berpendidikan adalah masa depan bangsa. Mari berkolaborasi mewujudkan penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM,” ujarnya. (Iar) 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved