Berita Flores Timur

Ricuh,Paripurna DPRD Flotim Bentuk Pansus Covid-19 Rp 14 Miliar

Rapat Paripurna DPRD Flores Timur membahas pembentukan Pansus untuk menyelidiki dana Covid-19 sebesar Rp 14 miliar berlangsung ricuh.

Editor: Egy Moa
TRibun Flores.Com/Amar Ola Keda
Suasana sidang paripurna DPRD Flotim membahas pembentukan pansus penelusuran dana covid-19 

Laporan Reporter TRIBUN FLORES.COM, Amar Ola Keda

TRIBUN FLORES.COM,LARANTUKA- Sidang paripurna pembentukan panitia khusus (Pansus) penelusuran dana Covid-19 tahun 2020  sebesar Rp 14 miliar di Gedung DPRD Flores Timur (Flotim), Kamis, 2 September berlangsung ricuh.

Kericuhan  bermula anggota Fraksi Gerindra, Muhidin Demon memberi penegasan saat jalannya sidang.

Menurut Muhidin, sidang itu mengagendakan pembentukan Pansus, bukan pembahasan, karena hal itu sudah dibahas dalam sidang Banmus. 

Usulan politisi Gerindra itu diinterupsi salah satu anggota DPRD Fraksi PDIP, Vicki Bethan.

Baca juga: Kebakaran Landa Hutan Gunung Ile Mandiri Flores Timur, Warga Bantu Polri dan TNI Padamkan Api

Interupsi itu tak diterima Muhidin Demon, karena ia masih memiliki hak berbicara.

Perdebatan panas kedua wakil rakyat ini membuat ketua DPRD mematikan semua mikrophone.

Tindakan itu memantik keributan beberapa anggota DPRD yang mengusulkan pembentukan  Pansus.

Beberapa anggota DPRD yang marah membanting mikrophon dan nyaris melemparkan papan nama. 

"Hargai saya. Saya masih punya hak bicara. Hidupkan mikrophon sekarang," tegas Muhidin sambil membanting papan nama di atas meja. "Anda punya hak bicara dan saya juga punya hak untuk interupsi," balas politisi PDIP, Vicki Bethan. 

Meski sempat memanas, namun kericuhan itu pun akhirnya terhenti dan sidang pun dilanjutkan. 

Sebanyak 16 anggota DPRD dari empat fraksi yakni, PAN, Nasdem, PKB dan Gerindra yang masuk dalam forum penelusuran pembentukan Pansus pemanfaatan dana covid-19 tahun 2020 tetap ngotot.

Mereka  mendesak  Ketua DPRD segera memutuskan pembentukan pansus dalam sidang tersebut. 

"Untuk apa kita berdebat dan berdinamika lagi, karena agenda itu sudah kita bahas di Banmus. Hari ini, adalah sidang pembentukan Pansus, bukan pembahasan pembentukan pansus," tegas anggota DPRD Fraksi Nasdem, Abdul Wahab. 

Usulan itu menjadi perdebatan panas, karena ditolak beberapa anggota fraksi Golkar dan PDIP

"Sebelum dilanjutkan, saya minta pimpinan mengklarifikasi dasar pertimbangan pembentukan Pansus," ujar Sili Rotok, anggota Fraksi PDIP. 

Usulan itupun disela lagi anggota DPRD Fraksi PAN, Rofinus Baga Kabelen.

Menurut Rofin, dalam rapat komisi sudah ditemukan jelas dugaan adanya penyalahgunaan anggaran  Covid-19 tahun 2020.

Hal itu telah direkomendasikan ke BPK Perwakilan NTT untuk melakukan audit investigasi.

Karena itu, sesuai undangan, sidang itu mengagendakan pembahasan pembentukan Pansus penelusuran dana Covid-19, bukan untuk pembahasan. 

Saling interupsi dalam sidang hingga pukul 17.00 Wita.

Meski sempat mengusulkan voting, namun Ketua DPRD, Robert Rebon Kereta langsung mengetuk palu keputusan mengembalikan persoalan itu ke gabungan komisi untuk melakukan pendalaman. 

Hal itu mengecewakan 16 anggota Fraksi yang mengusulkan pembentukan pansus.

Menurut mereka, keputusan Ketua DPRD itu telah melukai perasaan rakyat yang selama ini menyoroti dugaan penyimpangan anggaran covid-19. 

"Ini jelas palu otoriter dan sepihak. Ini bukab keputusan lembaga. Kami tetap tolak. Saya akan buka-bukaan. Ini belum selesai," tegas Rofin Kabelen. 

Menurut dia, ia akan berkoordinasi dengan rekan tim 16 untuk mengambil langkah lanjutan terkait keputusan sepihak Ketua DPRD. 

"Soal mosi tidak percaya, kami akan segera berkoordinasi dengan teman-teman lainnya untuk mengambil langkah itu," tegasnya. 

Tak Ada Temuan BPK

Ketua DPRD Flotim, Robertus Kereta mengaku telah mengutus Wakil Ketua, Yos Paron Kanon dan Mathias Enay ke BPK Perwakilan NTT di Kupang.

Keberangkatan itu untuk menanyakan surat rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Bupati Flotim tahun 2020 dan kata putus fraksi terhadap Ranperda pertangungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2020. 

Hasilnya, BPK Perwakilan NTT dalam suratnya mengatakan belum bisa melakukan pemeriksaan investigatif lantaran belum memiliki cukup bukti. 

"Dasarnya jelas, dalam hasil LKPJ Bupati, DPRD tidak manyatakan menerima ataupun menolak. DPRD hanya memberi masukan perbaikan kinerja pemerintah ke depan. Dalam Pasal 2 salah satu fungsi DPRD adalah pengawasan, maka DPRD sudah menindaklanjuti temuan BPK. Tapi, hasilnya tidak ada temuan penyimpangan anggaran covid-19 tahun 2020," ujarnya. 

Ia menjelaskan, dalam pasal 69 yang menjadi dasar pengajuan kelompok 16, masih terdapat pasal penjelasan menyebutkan Pansus dibentuk tatkala fungsi kelembagaan tidak berperan secara maksimal.

"Ini amanat konstitusi. Sehingga kita kembalikan fungsi itu ke alat kelengkapan dewan untuk melakukan penalaan kembali. Solusinya, kita kembalikan ke gabungan komisi untuk menghadirkan OPD teknis dan melakukan pendalaman, sehingga bisa memberikan rekomendasi ke BPK untuk lakukan audit investigasi," katanya. 

Terkait jumlah anggota fraksi yang memenuhi quorum, menurut dia, forum itu tidak melihat kuantitas usulan, tapi ke substansi persoalan.

Karena dalam LKPJ Bupati bahkan Perda pertanggungjawaban, tidak sedikit pun menyebutkan didorong ke tingkat pansus.

DPRD, kata dia, mendorong untuk dilakukan audit investigasi, namun menurut BPK, tidak memiliki cukup bukti untuk melakukan audit investigasi.

"Karena BPK menyatakan tidak ada temuan, maka tidak hanya pansus, tapi alat kelengkapan dewan yang dibentuk secara permanen, bisa melahirkan pemikiran berupa bukti untuk didorong ke BPK melakukan audit investigasi," tandasnya.

Berita Flores Timur lainnya

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved