Berita Manggarai
Kasus Bunuh Diri di Manggarai Raya Ancaman Nyata Bukan Kebetulan
Peneliti Senior dan Praktisi Psikologi,Yayasan Mariamoe Peduli,Jefrin Haryanto mengatakan kasus bunuh diri bukan kebetulan tapi ancaman nyata.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Robert Ropo
TRIBUNFLORES.COM, BORONG-Kasus bunuh diri di Manggarai Raya yakni Kabupaten Manggarai Timur, Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores makin masif.
Peneliti Senior dan Praktisi Psikologi, Yayasan Mariamoe Peduli (YMP), Jefrin Haryanto, kepada TribunFlores.com, Kamis 17 Frebuari 2022, menjelaskan studi Yayasan Mariamoe Peduli pada Januari 2022 memperlihatkan trend meningkat kasus bunuh diri kalangan remaja usia rawan 15-19 tahun pada perempuan dan laki-laki.
"Sebagai peneliti utama dalam studi tersebut, saya harus katakan bahwa bunuh diri itu ancaman yang nyata dan serius. Kita sering berpikir bahwa ini sesuatu yang kebetulan dan jauh dari keseharian kita. Padahal potensi itu sudah ada ditengah kita dan kita masih diam, atau bingung mau buat apa,"ungkapnya.
Dalam dua tahun terakhir, angka kunjungan ke Yayasan Mariamoe Peduli dengan keluhan utama depresi di kalangan remaja meningkat drastis. Kasus terkait konflik dengan orang tua atau orang dewasa lain juga angkanya serius.
Baca juga: Siswa SMA di Manggarai Barat Meninggal di Kamar Mandi
"Saya sudah sering bicara dimana-mana bahwa bahaya bunuh diri itu nyata. Termasuk mengingatkan bahwa orang-orang yang ingin bunuh diri sebenarnya tidak ingin mengakhiri hidup mereka. Mereka hanya tidak ingin menjalani kehidupan yang mereka miliki saat ini. Mereka hanya ingin lari dari masalah,"jelasnya.
Menurut Jefrin, masalahnya dikarenakan kehilangan orang dekat, ketiadaan tempat, terlupakan, terabaikan, komunitas yang sudah longgar kekerabatannya, pola asuh orang tua yang buruk, negara yang sibuk dengan administrasi dan seremonial ketika bicara anak. Lembaga dan otoritas yang mengurusi kehidupan anak-anak dan remaja tetapi berjarak, anak-anak yang kehilangan mentor yang terbaik, dan masih banyak variabelnya.
"Apa yang bisa kita lakukan, kita benahi hubungan interpersonal kita. Kita koreksi jarak sosial kita. Kita temukan masalah dasarnya. Semua orang harus terlibat. Negara harus melakukan intervensi berbasis penyebab utama, bukan lips service. Edukasi tentang pola pengasuhan yang benar harus jadi prioritas. Edukasi kepada media agar tidak menjadi sarana belajar bunuh diri, karena keterbatasan pengetahuan tentang cara menulis kasus-kasus bunuh diri,"jelasnya.
Jefrin juga membeberkan sejumlah tanda yang bisa menjadi indikasi seorang remaja ingin bunuh diri agar orang tua atau keluarga harus waspada.
Baca juga: 5 Pasien DBD Dirawat di RSUD Komodo Labuan Bajo Manggarai Barat
Pertama, remaja bicara akan bunuh diri. Jangan sepelekan jika ada anak atau remaja yang mengucapkan hal seperti ini 'kelak saya tidak akan menjadi beban untuk kalian lagi' atau 'saya ingin bunuh diri' meski hal itu diungkapkan dalam situasi yang tidak serius.
Walaupun tidak dikatakan secara langsung, pernyataan tersebut bisa saja muncul dalam akun sosial media mereka. YMP sendiri melakukan studi khusus terhadap pernyataan atau curhatan remaja di Media Sosial. Hasilnya memperlihatkan hubungan serius antara isi curhatan dengan hasrat melakukan bunuh diri.
Kedua, menyakiti diri sendiri. Remaja yang menyakiti diri sendiri memiliki kemungkinan bunuh diri yang lebih tinggi. Perilaku destruktif seperti melukai diri sendiri perlu diperhatikan serius.
Ketiga, mengasingkan diri, orang tua harus menunjukkan perhatian terhadap anaknya, jika mereka menyadari bahwa anak tersebut mulai menjauhkan diri dari lingkungan sosialnya. Ingatkan anak-anak bahwa anda mendukung dan menyayangi mereka terlepas apa pun yang terjadi. Dukungan dari seorang terapis juga tidak kalah penting, terutama jika sang anak enggan terbuka kepada orang tuanya.
Baca juga: BREAKING NEWS : Depresi Kambuh, Pria di Manggarai Bangun Pagi Aniaya Istri Pakai Sajam
Keempat, perasaan terjebak atau putus asa. Perasaan terjebak atau putus asa atas suatu hal juga bisa menjadi pertanda adanya niatan bunuh diri pada seorang remaja. Remaja-remaja mungkin sering mengatakan hal seperti 'Aku benci hidupku'.
Ajak anak-anak Anda untuk berbicara tentang perasaan mereka dan dengarkanlah curahan hati mereka. Penting bagi Anda untuk memberikan pengertian bagi anak-anak Anda bahwa kehidupan Sekolah Menengah Atas bukanlah gambaran kehidupan yang sebenarnya.
