Berita Ngada

Kedelai Lokal di Ngada Terancam Punah, Disebut Kalah Saing dengan Kedelai Impor

Pemerintah Desa Ubedolumolo agar bisa mengalokasikan dana desa untuk membudidayakan tanaman Kedelai lokal.

Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / PATRIANUS MEO DJAWA
Mantan Ketua GEMPITA Kabupaten Ngada, Ferdinandus Dy 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Patrianus Meo Djawa

TRIBUNFLORES.COM, BAJAWA - Kedelai lokal di Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur tak bisa diandalkan menggantikan kedelai import dalam sektor produksi Tahu Tempe.

Keberadaan kedelai lokal di Kabupaten Ngada bahkan terancam punah setelah ujicoba budidaya terakhir tahun 2019 lalu gagal total karena tak tembus pasaran.

Antonius Tipo (42) perajin tahu tempe di Bosiko, Desa Ubedolumolo, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, mengaku, usaha produksi Tahu Tempe miliknya sepenuhnya mengandalakan Kedelai impor yang didatangkan dari Amerika melalui bantuan para suplaier.

Anton pernah mengusulkan kepada Pemerintah Desa Ubedolumolo agar bisa mengalokasikan dana desa untuk membudidayakan tanaman Kedelai lokal.

Baca juga: Perajin Tahu dan Tempe Sebut Harga Kedelai di Ngada Turun

Kata Anton, usulannya langsung ditolak pemerintah desa setempat lantaran saat ini alokasi dana desa masih terfokus pada pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Mantan Ketua Gerakan Pemuda Tani (GEMPITA) Kabupaten Ngada, Ferdinandus Dy (34), kepada TRIBUNFLORES.COM, Selasa, 22 Februari 2022, menuturkan, upaya budidaya tanaman Kedelai di Kabupaten Ngada pernah dilakukan terakhir tahun 2018 dan tahun 2019.

Dengan bantuan bibit dari Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Timur, upaya budidaya tanaman Kedelai menyasar kepada petani yang memiliki lahan luas dan ideal di seluruh kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada.

Upaya budidaya tanaman Kedelai bagi petani di Kecamatan Golewa didampingi langsung oleh GEMPITA dan para mahasiswa pertanian dari beberapa universitas di provinsi Nusa Tenggara Timur.

Namun, berdasarkan penilaian Ferdinandus, budidaya tanaman kedelai di Kabupaten Ngada ini gagal total. Selain karena pendistribusian benih telah melewati waktu musim tanam, biji Kedelai yang dihasikan juga tak bisa masuk pasaran karena ukuran bijinya yang berukuran kecil bila dibandingkan dengan ukuran biji kedelai impor.

Baca juga: Wabup Flores Timur Layak Raih Penghargaan Wakil Kepala Daerah Terbaik Indonesia

Situasi ini membuat sebagian besar calon petani kedelai di Kabupaten Ngada menjadi enggan meneruskan pembudidayaan tanaman Kedelai. Kondisi lain yang juga turut memperparah kesinambungan upaya budidaya tanaman Kedelai di Kabupaten Ngada adalah sumber daya manusia (SDM) dari para calon petani kedelai itu sendiri.

"Para petani kedelai hanya diajarkan cara membudidayakan tanaman Kedelai. Setelah kedelai dipanen, target pasar hanya terarah pada dua unit tempat usaha perajin tahu tempe yang ada di Bajawa sini. Petani tidak dibekali pengatahuan lebih kalau kedelai juga bisa diolah menjadi susu kedelai dan pakan ternak atau bisa dibikin sambal kedelai," katanya.

Pria yang akrab disapa Dedi ini melanjutkan, tak hanya kedelai, tanaman palawija lain seperti brenebon dan kacang-kacangan juga susah menembus pasaran dengan harga yang wajar.

Karenanya, petani di Kabupaten Ngada akhirnya lebih memilih membudidayakan tanaman holtikultura karena adanya kepastian harga dan pangsa pasar meski biaya pengolahan dan perawatan tanaman holtikultura masih tergolong mahal.

"Jika pemerintah daerah melalui program Tante Nela Paris tidak lagi melakukan upaya pembudidayaan, menjamin harga dan menyiapkan pasaran, bukan tidak mungkin kedelai lokal di Ngada ini akan punah suatu saat nanti," tutupnya.(Cr3).

Berita Ngada Lainnya

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved