Berita Lembata
Eksplorasi Budaya Lembata Akan Sia-sia Jika Dokumen PPKD Tak Diperbaharui
Pegiat budaya, Abdul Gafur Sarabiti mengatakan eksplorasi Budaya Lembata akan sia-sia jika dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah tidak diperbaharui.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Ricko Wawo
TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA-Pegiat budaya, Abdul Gafur Sarabiti mengungkapkan eksplorasi budaya Lembata akan menjadi sia-sia jika dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) tidak diperbaharui atau dimutakhirkan. Jika tidak, eksplorasi budaya hanya sekadar ajang seremonial belaka.
PPKD adalah sebuah dokumen yang berisi potensi budaya yang ada di sebuah daerah dan identifikasi masalah-masalah tentang pemajuan kebudayaan yang sedang dihadapi serta jalan keluar dalam bentuk rekomendasi untuk pemajuan kebudayaan. Karena itu, PPKD dapat menjadi rujukan strategis untuk pemajuan budaya dan pembangunan secara umum di suatu daerah.
"Potensi budaya kita sangat banyak yang masih tercecer karena belum secara serius didokumentasikan," kata Gafur di Lewoleba, Minggu, 6 Februari 2022.
Pendokumentasian potensi budaya yang dimaksudkan adalah pendokumentasian Objek Pemajuan Kebudayaan. Eksplorasi budaya ini menjadi semacam semangat baru untuk pemajuan di bidang kebudayaan, karena kebudayaan diangkat ke permukaan dan dapat disaksikan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Baca juga: Saatnya Lembata Punya Shelter Korban Kekerasan Perempuan dan Anak
Merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 2017, Ada 10 Objek Pemajuan Kebudayaan, termasuk Bahasa, Manuskrip, Adat Istiadat, Ritus, Tradisi Lisan, Pengetahuan Tradisional, Teknologi Tradisional, Seni, Permainan Rakyat, Olahraga Tradisional, Cagar Budaya, Tenaga Budaya, Lembaga Kebudayaan dan Sarana Prasarana Kebudayaan.
"Eksplorasi Budaya Lembata sedang berlangsung. Sebuah kegembiraan melihat geliat pemajuan budaya oleh Pemda Lembata," katanya.
Tetapi, gong gendang dan lenggok tarian yang dipentaskan saja belum cukup untuk menghasilkan sebuah pemajuan dan pembangunan pada bidang kebudayaan atau dalam pengertian yang lebih luas yaitu pembangunan daerah pada seluruh sektor kehidupan dalam masyarakat di kabupaten dengan dua etnis ini.
Etnis Edang atau Kedang dan Lamaholot adalah dua etnis yang memiliki ragam sistem nilai dan pranata serta teknologi yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhur.
Baca juga: Eskplorasi Budaya Lembata di Pantai Wulen Luo, Menyatukan Komunitas Yang Terkoyak
Sistem nilai ini harus benar-benar menjadi pandangan hidup atau cara berpikir masyarakat dan pemerintah. Sistem nilai ini tidak bisa hanya menjadi sistem nilai yang tinggal di dalam rumah adat atau hanya menjadi pegangan dalam kehidupan adat istiadat masyarakat saja.
Sistem nilai ini harus benar-benar diaktualisasikan dalam bentuk kebijakan politik dan pembangunan. Bagaimana caranya? Caranya, pertama-tama adalah dengan mengidentifikasi dan mendokumentasikannya ke dalam dokumen yang telah diperintahkan oleh UU Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan.
Ketika kekayaan potensi budaya yang ada didokumentasikan ke dalam PPKD, maka data potensi budaya tersebut dapat dapat dimanfaatkan sebagai salah satu rujukan dalam membangun Lembata.
Data-data tentang potensi budaya dapat dimanfaatkan untuk kebijakan keadilan gender, kebijakan lingkungan, bahkan segala sektor pembangunan daerah. Itu karena kebudayaan etnis kedang dan Lamaholot benar-benar menghargai dan ramah terhadap lingkungan.
Baca juga: Eskplorasi Budaya Lembata di Pantai Wulen Luo, Menyatukan Komunitas Yang Terkoyak
"Kebudayaan kita benar-benar menempatkan perempuan sebagai sosok yang harus dihargai dan dihormati. Tentu semua itu perlu dimasukan ke dalam dokumen agar ada dasar yuridis untuk pemanfaatannya. Ada kekuatan untuk menjadikannya sebagai rujukan dalam menyusun pemajuan budaya dan pembangunan daerah," pungkasnya.