Berita Internasional
Cerita Misionaris Flores dari Rusia; Invasi ke Ukraina dan Kecemasan Warga Saint Petersburg
Invasi Rusia terhadap Ukraina bukan hanya membawa penderitaan terhadap Ukraina.Warga Negara Rusia juga turut merasakan dampak serangan militer itu.
Penulis: Egy Moa | Editor: Egy Moa
TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE-Invasi Rusia terhadap Negara Ukraina telah memasuki hari ke-12. Mesin-mesin perang Presiden Vladimir Putin dikerahkan menghajar berbagai fasilitas militer dan fasilitas umum pada beberapa wilayah di Ukraina sejak hari pertama invasi 24 Februari 2022.
Dampak serangan bukan hanya dialami Ukraina yang menerima langsung kehancuran dan jatuhnya korban, tapi juga dialami agresor Rusia.
Rohaniwan asal Manggarai Barat, Pulau Flores, Provinsi NTT, Pater Baltasar Lukem, SVD berkarya di Saint Petersburg membagikan pengalaman kepada wartawan TribunFlores.com melalui sambungan telphon dari Saint Petersburg, Senin sore waktu Indonesia atau Senin pagi waktu Rusia.
TribunFlores.com bisa berkomunikasi langsung dengan Pater Bal Lukem berkat bantuan Pater Dr.Otto Gusti Madung, SVD, Rektor STFK Ledalero yang memberikan nomor handphone Pater Bal Lukem.
Baca juga: Mantan Penasihat Presiden Rusia Vladimir Putin Ungkap Cara untuk Menghentikan Invasi Ukraina
Pater Bal Lukem, alumni STFK Ledalero bermisi ke Rusia sejak akhir Oktober 1999 atau delapan tahun setelah runtuhnya komunis Uni Soviet dan menjadi Negara Rusia pada tahun 1991. Pater Bal Lukem datang pertama kali ke Rusia bersama rekan imam Pater Lorens Lendel,SVD rohaniwan asal Paroki Nebe di Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka. Keduanya adalah misionaris SVD pertama dari Indonesia dan bahkan dari Asia.
Pater Bal melayani Paroki Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabeth di Saint Petersburg. Kota ini merupakan kota terbesar kedua setelah Moskow.
Saint Petersburg di masa pemerintahan Uni Soviet bernama Leningrad. Nama itu berubah dalam jajak pendapat masyarakat yang lebih dominan memilih Saint Petersburg seiring perubahan idiologi negara komunis menjadi negara demokrasi.
Pater Bal Lukem, bekerja di rumah formasi yang terletak pusat kota Saint Petersburg sejak September 2012. Tugas utamanya sebagai pendamping (Prefek) bagi para frater atau calon iman Serikat Sabda Allah (SVD). Saat ini, ada empat calon imam yaitu tiga calon asal Rusia dan seorang calon asal Belarusia. Tugas tambahan yang diemban Pater Bal Lukem yaitu menjadi pastor rekan di Paroki Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabeth dan juga melayani misa untuk komunitas berbahasa Inggris.
Baca juga: Presiden Rusia, Vladimir Putin Klaim 14.000 Warga Tewas di Donbass Sejak 2014
Ada sekitar 120-an warga negara Indonesia yang menetap di Kota Saint Petersburg. Sebagian besar berstatus sebagai mahasiswa termasuk seorang mahasiswa kedokteran asal Manggarai dan ada juga kelompok diaspora yang kawin campur.
Invasi militer, perang ataupun operasi militer khusus yang dilakukan Rusia atas Ukraina bagi warga Rusia dilukiskan Pater Bal Lukem terjadi di luar dugaan. Tak semua warga Rusia menyetujui invasi terhadap Ukraina.
Dampak invasi militer diakui Pater Bal Lukem dirasakan Rusia ketika beberapa negara Eropa, Jepang, Amerika, Australia yang menentang invasi ini menjatuhkan sanksi bagi Rusia.
Nilai mata uang Rusia, Rubel seketika anjlok 10-15 persen sejak hari pertama invasi. Kondisi akhir-akhir ini lebih memprihatinkan lagi, mata uang dollar dan Euro dilarang masuk ke Rusia.
Baca juga: Konflik Ukraina, Pasukan Rusia Serbu Kyiv dari Berbagai Arah
“Ini baru awal. Harga barang kebutuhan naik drastis.Misalnya saja harga kopi. Sebelum invasi, kami biasa beli beberapa ratus Rubel ukuran satu kilogram, tapi sekarang menjadi seribuan Rubel/kilogram.
Memang stok barang kebutuhan masih tersedia beberapa waktu ke depan, hanya kita tidak tahu persis seperti apa keadaan yang akan terjadi di masa datang. Perang masih berlanjut. Saat ini diberlakukan pelarangan penerbangan.
“Kemarin dua orang rekan pastor dari Spanyol menempuh jalan darat ke Rusia. Tidak ada penerbangan lagi,” kata Pater Bal Lukem.
Dampak yang lebih buruk, kebebasan pers berada pada titik nol. Stasiun radio independen (Ekho Moskvy) dan TV liberal Rusia, TV Rain (Dozhd) ditutup oleh otoritas berwenang karena menyiarkan invasi Rusia ke Ukraina.
Baca juga: Amerika Gembar-Gembor Rusia Siap Serang Ukraina, Presiden Zelensky Malah Ajak Putin Bertemu
Keadaan ini menyebabkan warga Rusia semakin kesulitan mendapat akses informasi yang berimbang tentang situasi di Ukraina.
“Beberapa chanel (TV) tidak bisa diakses sama sekali. Hal ini tidak pernah terjadi sebelum invasi militer,”kata Pater Bal Lukem.
Ia bahkan baru bisa mendapat cara mengakses informasi setelah diberitahu caranya oleh satu mahasiswa Indonesia, harus masuk ke VPN milik Cina,” beber Pater Bal.
Satu
Bangsa Rusia dan Ukraina yang kini terlibat konflik memiliki banyak kesamaan. Nenek moyang mereka berasal dari Eropa Timur.Ketika Rusia menginvasi Ukraina muncul pendapat pro dan kontra menilai serangan itu.
Baca juga: Rusia dan Ukraina Diambang Perang, Amerika Serikat dan NATO Siaga, Apa yang Diinginkan Putin?
Umat Katolik Saint Petersburg diakui Pater Bal Lukem terlibat dalam diskusi-diskusi kecil dan muncul pro kontra juga. Pater Bal Lukem merasakannya ketika bicara-bicara lepas dengan calon frater di meja makan. Ada di antara mereka menentang keras agreasi yang melawan kemanusiaan, tapi ada juga yang berpendapat lain. Untuk menghindari perpecahan dalam komunitas maka kami menghindari seminimal mungkin berbicara tentang tema ini.
Beberapa laporan terbaru menyatakan target serangan bukan hanya fasilitas militer, fasilitas umum yang luluh lantah serta tentara Ukraina, namun banyak jatuh korban warga sipil.
Letak Saint Petersburg di utara dekat perbatasan dengan Finlandia, diakui Pater Bal Lukem tenang-tenang saja menghadapi situasi saat ini. Namun, mereka juga turut merasakan sanksi barat.
Hari-hari ini gelombang demonstrasi menentang perang berlangsung di berbagai kota di Rusia. Kabar terbaru sekitar 4.000 lebih demonstran ditangkap aparat keamanan.
Baca juga: Bantah Tudingan Moskow, Amerika Tegaskan Tak Lakukan Operasi Militer di Perairan Teritorial Rusia
Sebagian warga Rusia heran kenapa di abad 21 ini masih ada cara-cara militer yang ditempuh oleh sebuah negara terhadap negara yang lain. Karena itu, apapun namanya, operasi militer atau tindakan sejenis yang menggunakan peralatan perang menindas negara lain selalu ditentang keras.
“Kami tidak rasakan kerusakan perang ini, tapi kecemasan pribadi-pribadi selalu muncul. Kami selalu berdoa untuk perdamaian di Ukraina. Kasihan orang-orang di Ukraina sana. Kami tidak bisa buat apa-apa menolong mereka, apalag kami warga asing,” imbuh Pater Bal Lukem.