Sunting di NTT

Lampu Kuning Kekerdilan Anak di Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka dan Flotim

BKKBN menyebutkan tujuh kabupaten/kota di TT masuk  kategori kuning angka kekerdilan antara 20-30 persen.

Editor: Egy Moa
TRIBUNFLORES.COM/OBY LEWANMERU
Head of Early Childhood Education and Development (ECED) di Tanoto Foundation, Eddy Henry 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Oby Lewanmeru

TRIBUNFLORES.COM,KUPANG-BKKBN menyebutkan tujuh kabupaten/kota  di Provinsi NTT masuk  kategori kuning angka kekerdilan antara 20-30 persen yakni  Kabupaten Ngada, Sumba Timur, Nagekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang, dan Flores Timur.

Head of Early Childhood Education and Development (ECED) di Tanoto Foundation, Eddy Henry kepada wartawan di Kupang, Senin 28 Maret 2022.

Berdasarkan Studi Status Gizi Ind onesia (SSGI) Tahun 2021, di NTT terdapat 15 kabupaten kategori merah karena angka kekerdilan di atas 30 persen, seperti Kabupaten TTS, TTU,  Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kupang, dan Rote Ndao.

Kabupaten Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata, dan Malaka. Bahkan, TTS dan TTU tercatat angka prevalensi di atas 46 persen.

Baca juga: Pekan Ini, Terduga Pembunuhan Ibu dan Anak Diserahkan ke Kejati NTT 

Dikatakan sebanyak lima di antara 15 kabupaten di NTT itu masuk 10 besar daerah dengan angka prevalensi kekerdilan tertinggi di Indonesia dari 246 kabupaten/kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan kekerdilan.  Kelima kabupaten tersebut, TTS peringkat pertama disusul TTU, Alor, Sumba Barat Daya, dan Manggarai Timur.

Eddy menjelaskan, Tanoto Foundation salah satu filantropi independen membantu Pemerintah Pemprov NTT dalam percepatan penanganan kasus stunting atau kekerdilan di Kabupaten Timor Tengah selatan (TTS) dengan memberikan pelatihan kepada para bidan di daerah itu. Ppara bidan tersebut disebut dengan tim pendamping keluarga (TPK) yang dibentuk oleh BKKBN. Menurut Henry, tahun ini pihaknya fokus pada penanganan stunting dan bekerja sama dengan BKKBN.

"Untuk NTT tahun ini kita baru mulai fokus pada penanganan stunting, bekerja sama dengan BKKBN. Tetapi secara nasional sebelumnya kita sudah bantu penanganan stunting nasional yang dampaknya untuk NTT juga,"  kata Henry.

Dijelaskan, salah satu bentuk percepatan penanganan stunting di Kabupaten TTS dimulai  24-26 Maret  2022 dengan pelatihan kepada para TPK tersebut. Untuk tahap pertama pelatihan tersebut pihaknya melatih bagaimana memberikan makanan tambahan bagi balita dan masih ada pelatihan lain sehingga para kader -kader tersebut sebagai penyuluh yang mumpuni.

Baca juga: Bawaslu NTT Gelar Rapat SOP AP di Kupang, Ini yang Dibahas

Lebih lanjut dikatakan, untuk tahap berikutnya pelatihan yang hampir sama juga akan diberikan oleh Tanoto Foundation agar angka stunting di NTT khususnya di TTS itu bisa terus mengalami penurunan.

"Dalam pemberian pelatihan di TTS itu ada tiga komponen yakni bidan desa, kader bidan serta kader KB," katanya.
Henry menyadari bahwa berdasarkan laporan BKKBN angka stunting di kabupaten TTS memang sangat mengkhawatirkan dan paling tinggi saat ini di NTT.

Karena itu, lanjutnya,  pihak Tanoto Foundation fokus di kabupaten tersebut terlebih dahulu baru lanjut ke kabupaten lainnya di NTT yang berdasarkan laporan BKKBN masuk dalam zona merah.

Henry mengatakan bahwa keberadaan Tanoto Foundation sendiri adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menurunkan angka stunting di NTT walaupun baik pemerintah, NGO lainnya sudah membantu penurunan angka stunting di NTT.

Baca juga: Nasib Guru di NTT, Dinyatakan Lulus PPPK Tapi Belum Terima Gaji

"Target Presiden agar angka stunting Indonesia ditargetkan 14 persen pada 2024 sangat ambisius. Dan ini juga kita perlu lihat juga dengan jumlah penduduknya," ujar Henry.

Berita NTT lainnya

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved