Berita Manggarai Barat
Simplisius Pasrah Rumah Roboh Dampak Tanah Bergerak
Fenomena tanah bergerak merobohkan rumah Simplisius Jempu (40) di Kampung Wae Munting, Desa Persiapan Benteng Tado, Kecamatan Komodo.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Gecio Viana
TRIBUNFLORES.COM, LABUAN BAJO-Rumah Simplisius Jempu (40) di Kampung Wae Munting, Desa Persiapan Benteng Tado, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) roboh karena pergerakan tanah terjadi Minggu 26 Maret 2022.
Simplisius hanya hanya pasrah menyaksikan musibah tersebut, terlebih hingga saat ini belum ada bantuan dari pemerintah.
"Kami pasrah saja, yang jadi korban," katanya.
Ia mengatakan, sejak 2021 lalu, bersama istri dan dua anaknya terpaksa tinggal sementara di rumah keluarga.
Simplisius mengisahkan, rumah berukuran 6×8 meter itu dibangun sejak 2017. Ia tidak memiliki firasat bahwa selanjutnya akan mendapatkan bencana tersebut.
Baca juga: 411 Jiwa di Manggarai Barat Terancam Pergerakan Tanah
"Tahun 2019 ada retakan kecil. Saya laporkan ke pemerintah setempat tapi tidak ada realisasi. Tahun 2020 semakin berat dan 2021 semakin parah akhirrnya saya tinggal di rumah tetangga," jelasnya.
Diakuinya, setelah hujan lebat atau gempa, pergerakan tanah terjadi. Dinding dan lantai rumah akan mengalami retak. Hal ini, mengakibatkan masyarakat khawatir dan selalu berjaga saat hujan atau gempa.
"Kalau ada hujan lebat, apalagi diiringi gempa, kelihatan semakin turun. Kalau hujan kami tidak aman tidur, terpaksa kami bangun," katanya.
Warga lainnya, Benyamin Nene Haefeto yang rumahnya roboh karena fenomena pergerakan tanah mengaku pasrah atas bencana yang dialami.
Baca juga: Polres Manggarai Barat Limpahkan Berkas Kasus Minyak Tanah
"Harapan kami bagaimana tanggung jawab pemerintah kepada rakyatnya," katanya diamini sang istri, Ermilinda Erni.
Pria yang berprofesi sebagai petani itu mengaku, rasa tidak aman selalu menghantui, saat terjadi hujan atau gempa. Sebab saat itu, aku Benyamin, rumahnya rumahnya semakin mengalami kerusakan.
"Kalau hujan bunyi-bunyi (bangunan rumah), tanah bergerak ke belakang, rasa takut," ujarnya.
Benyamin mengaku, sejak 2018 hingga 2021 ia mengalami kerusakan rumah karena pergerakan tanah.
Terparah, kata Benyamin, pada Februari 2022 rumahnya roboh. Ia beserta istri dan anaknya saat ini menumpang di rumah tetangga. Harapan adanya bantuan pemerintah juga disampaikan warga Kampung Wae Munting lainnya, Genoveva Imas Hiilda (35).
Baca juga: Warga Nisar Tagih Janji Pemda Manggarai Barat Bangun Jembatan
Saat ini ia bersama keluarga masih menempati rumah yang mengalami kerusakan karena bencana tersebut. Namun demikian, ia berharap adanya bantuan pemerintah agar dapat memperbaiki rumah.
"Kami tidur tidak nyaman, kalau hujan kami tidak tidur," katanya.