Berita Nagekeo

Komite II DPD RI Advokasi Konflik Tanah Adat Lokosambi Nagekeo dengan PT Lisindo Sentosa

Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores membahas tanah ulayah Lokosambi.

Editor: Egy Moa
TRIBUN FLORES.COM/TOMMY MBENU NULANGI
Pertemuan masalah tanah ulayat antara masyarakat adat Desa Lokosambi dengan PT Lisindo Sentosa di Aula Setda Nagekeo, Rabu 15 Juni 2022.   

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Tommy Mbenu Nulangi

TRIBUNFLORES.COM, MBAY-Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores,  Rabu 15 Juni 2022. Kunjungan ini  menanggapi aspirasi dan pengaduan tanah ulayah masyarakat adat di Desa Lokosambi terhadap PT. Lisindo Sentosa.

Kunker advokasi Komite II DPD RI dipimpin senator, Dr. Ir. Abdullah Puteh menuju ke Kantor Bupati Nagekeo dan diterima Wakil Bupati, Marianus Waja dan Sekretaris Daerah, Lukas Mere. Mereka  melakukan diskusi bersama dengan pemerintah daerah, masyarakat adat, PT Lisindo Sentosa, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Badan Pertanahan Negara.

Marianus Waja menegaskan  pemerintah daerah berkomitmen membangun dan membantu masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan. Karena itu, pemerintah daerah memberikan apresiasi yang tinggi kepada Komite II DPD RI yang telah melakukan advokasi masalah tersebut.

Wakil Bupati juga menitipkan aspirasi masyarakat di wilayah Kabupaten Nagekeo yang menginginkan adanya bandar udara  dan pelabuhan laut yang representatif.

Baca juga: MTQ Tingkat Kabupaten Nagekeo Siap Digelar, Parade Laut dari Anakoli hingga Pulau Kinde

Abdullah Puteh,  mengatakan DPD RI yang lahir dari amandemen ketiga UUD 45, selalu berupaya hadir untuk membawa solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Kunker kali ini berusaha memediasi masyarakat adat dengan PT Lisindo untuk menemukan solusi secara kekeluargaan. Itu sesuai dengan fungsi dan amanat DPD RI untuk menyalurkan aspirasi masyarakat di daerah.

Pertemuan dalam nuansa kekeluargaan tersebut dipandu langsung oleh senator mudah asal provinsi NTT, Angelius Wake Kako. Ia menegaskan, posisinya dalam kunker itu hanya sebagai penyalur aspirasi masyarakat, sebab pesan sponsornya nyata dan jelas karena mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat NTT sehingga apapun aspirasi masyarakat tidak boleh diabaikannya.

Namun, dalam pertemuan ini ia berusaha sedapat mungkin untuk menemukan kata sepakat secara kekeluargaan agar solusi yang tepat dan komprehensif dapat ditemukan dalam pertemuan tersebut.

Untuk diketahui bersama bahwa, Kementerian LHK dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sudah Menerbitkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) tertanggal 9 Juni 2022 atau tepat seminggu sebelum pertemuan tersebut dilaksanakan.

Baca juga: BREAKING NEWS : Cucu Temukan Jenazah Neneknya dalam Semak di Nagekeo

Menurut perwakilan PT Lisindo Sentosa, Dus Ceme mengungkapkan bahwa segala sesuatu terkait dengan kewajiban sesuai dengan kesepakatan pada tahun 2006 sudah diselesaikan oleh perusahaan.

Termasuk kewajiban perusahaan mentransfer dana ke kas daerah dalam dua kali masing-masing senilai Rp 500 juta dan juga pemenuhan kesepakatan bersama  Rp. 850 juta dan Rp 250 juta juga sudah dilakukan.

Meski demikian, di lapangan sebagaimana laporan masyarakat adat, masih ada hak-hak mereka yang belum sepenuhnya diindahkan oleh perusahaan. Salah satu hak mereka adalah terkait dengan penghargaan terhadap leluhur dan kuburan mereka yang bernilai sejarah tinggi bagi masyarakat adat.

Memang, sebagian masyarakat terdampak sudah menerima dana sesuai kesepakatan tahun 2006. Akan menurut masyarakat adat Lokosambi  kuburan leluhur mereka tidak termasuk dalam 100 hektar are sesuai dengan kesepakatan tahun 2006 silam.

Baca juga: BREAKING NEWS: Pria di Nagekeo Nyaris Garap Paksa Anak Kandung, Modus Beri Uang hingga Ancaman Fisik

Karena masyarakat adat Desa Lokosambi menilai bahwa PT Lisindo Sentosa tiba-tiba secara sepihak telah mengklaim jika lokasi kuburan masuk dalam kesepakatan dalam peta pertambangan.

Lebih repotnya lagi, peta yang dimaksud tidak dapat diakses oleh masyarakat karena pihak perusahaan sudah melarang masyarakat adat untuk memasuki areal pekuburan tersebut.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved