Berita Manggarai Barat
Pelaku Pariwisata di Labuan Bajo Ancam Unjuk Rasa Bila Tarif Baru TNK Diterapkan
Rencana Pemprov NTT dan Balai Taman Nasional Komodo menerapkan tarif baru Rp 3.750.000 perorang mulai 1 Agustus 2022 direspon keras oleh PHRI Mabar.
"Jika wacana ini benar, kita sepakat, tetapi kenaikan itu harus berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat dan PAD," katanya.
Pihaknya pun mengakomodir penolakan para pelaku pariwisata atas kebijakan tersebut. Menurutnya, bila informasi kenaikan tiket Pulau Komodo, TNk menjadi keputusan final, perlu keterlibatan semua stakeholder yang bergelut di bidang pariwisata dalam menelurkan sebuah kebijakan. Terlebih, lanjut dia, kebijakan tersebut berdampak bagi kepentingan masyarakat secara luas.
Baca juga: DPRD Dorong Sopi Manggarai Barat Jadi UMKM Legal
"Sejauh ini DPRD Mabar belum mendapatkan keputusan resmi terkait isu tersebut. Tetapi sekali lagi, itu harus berdampak terhadap perekonomian masyarakat dan penerimaan daerah," ujarnya.
Pelaku Pariwisata dan DPRD Gelar RDP
Sebanyak 14 asosiasi di sektor pariwisata mendatangi DPRD Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) menolak wacana Pemerintah Provinsi NTT dan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) yang berencana pada 1 Agustus 2022 mendatang menetapkan biaya ke kawasan konservasi Taman Nasional Komodo (TNK), menjadi Rp 3,75 juta per orang untuk periode satu tahun.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait wacana tarif masuk TNK yang mencapai Rp 3.7 juta di Aula Kantor DPRD Manggarai Barat, Senin 4 Juli 2022 itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Mabar, Marselinus Jeramun didampingi Ketua DPRD Mabar, Martinus Mitar.
Baca juga: Polres Manggarai Barat Sediki Kecelakaan Kapal Wisata di Kawasan TNK
Sebanyak 14 pelaku pariwisata yang hadir diantaranya, ASITA (Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia), Asosiasi Kapal Wisata (Askawai), Persatuan Penyelam Profesional Komodo (P3KOM), GAHAWISRI (Gabungan Pengusaha Wisata Bahari dan Tirta), PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), HPI (Himounan Peramuwisata Infonesia), ASTINDO (Asosiasi Travel Agen Infonesia), dan AWSTAR (Asosiasi Angkutan Wisata Darat Labuan Bajo).
Selanjutnya, Formapp (Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata), IPI (Insan Pariwisata Indosesia), DOCK (Dive Operator Comunity Komodo), JANGKAR (Jaringan Kapal Rekreasi), AKUNITAS Mabar (Asosiasi Kelompok Usaha Unitas) dan BPLP (Barisan Pengusaha Pariwisata Labuan Bajo).
"Kenaikan tiket tersebut kami dengan tegas menolak," kata Ketua PHRI Cabang Manggarai Barat (Mabar), Silvester Wanggel.
Dalam kesempatan itu, mereka juga menyampaikan tuntutan dan memberikan pernyataan sikap yang ditandatangani bersama. Pernyataan sikap para pelaku menilai pertama: Kebijakan kenaikan harga tiket ke Pulau Komodo hanya akan bisa dijangkau oleh pasar menengah ke atas. Sampai sekarang, belum ada survey terkait besaran jumlah segmen ini. Kami menilai kebijakan ini akan berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisata atau pembatalan reservasi calon klien kami.
Baca juga: BREAKING NEWS: Kejari Mabar Tahan 3 ASN & 1 Pensiunan Kantor BPN Manggarai Barat, Ini Kasusnya
Kedua: Argumen konservasi yang dipublikasikan di beberapa media sangat tidak masuk akal. Ini dikarenakan :
a. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisatawan berdampak penurunan jumlah Komodo. Bahkan pada tanggal 2 Maret 2022, Balai TNK justru menyatakan bahwa populasi Komodo selalu bertambah dari tahun 2018-2021.
b. Zona pemanfaat wisata di Pulau Komodo adalah sebesar 1,3 persen dari total luas wilayah Pulau Komodo (1.300 Ha). Jumlah Komodo yang ada pada zona pemanfaatan wisata Pulau Komodo pada kisaran 60-70 ekor dari 1700-an ekor populasi Komodo pada pulau tersebut, mayoritas Komodo hidup di zona inti. Bahkan maksimal belasan ekor yang biasa dijumpai bila pelaku wisata melakukan trekking di zona pemanfaat wisata.
c. Penelitian terkait perilaku Komodo dilakukan pada tahun 2018. Dengan berdasar pada penelitian ini, aktivitas feeding pun dilarang. Tapi, dari 2018-2022 tidak ada penelitian terbaru terkait perilaku Komodo. Artinya, hasil penelitian tahun 2018 tidak bisa menjadi argument valid sebagai dasar kebijakan penaikan harga tiket.
d. Pemerintah memberlakukan kebijakan konservasi yang berbeda atas objek yang sama. Komodo yang sama bisa dilihat oleh banyak orang di Rinca tapi Komodo di Pulau Komodo hanya bisa dilihat oleh sedikit orang.
Baca juga: Kronologi Oknum Trevel Agen Diduga Tipu Wisatawan Asal Jakarta di Labuan Bajo, Manggarai Barat