Berita NTT
Penyakit Mulut dan Kuku di NTB dan Jatim Potensial Menyebar ke NTT
Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) menyatakan penyakit mulut dan kuku (PMK) tlah masuk ke wilayah Indonesia.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Christin Malehere
TRIBUNFLORES.COM,KUPANG-Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) menyatakan penyakit mulut dan kuku (PMK) tlah masuk ke wilayah Indonesia.
Kasus PMK tertinggi di Provinsi Jawa Timur mencapai 155.972 kasus, diikuti Nusa Tenggara Barat 77.093 kasus, dan Banda Aceh 34.623 kasus, Jawa Barat 34.408 kasus, serta Jawa Tengah 28.010 kasus, sedangkan wilayah lainya berjumlah kurang dari 20.000 kasus tertular PMK.
Wilayah Provinsi NTT berbatasan dengan NTB serta wilayah lain yang terjangkit PMK harus meningkatkan kewaspadaan melalui pencegahan dan penyuluhan serta pengendalian virus PMK.
Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Provinsi NTT, Dr. drh. Maxs U.E. Sanam, M.Sc, Sabtu 16 Juli 2022, menjelaskan PMK berbeda dari ASF (African swine fever) yang khusus menyerang ternak babi.
Baca juga: Kisah Petani di NTT, Sukses Kembangkan 6.000 Pohon Salak
Namun, virus PMK sangat menular dengan tingkat kesakitan mencapai 100 persen menyerang ternak sapi, kerbau, kambing, domba, babi, rusa, umumnya menyerang sapi muda, tapi juga sapi dewasa tingkat mortalitasnya tinggi.
Badan Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties) telah menetapkan PMK masuk dalam klasifikasi penyakit golongan A yang khusus menyerang ternak.
PMK dengan ciri terjadi luka pada daerah mulut, kuku, kaki, yang menyebabkan hewan kehilangan minat untuk makan. Pada hewan muda terjadi peradangan pada jantung atau miokarditis yang menyebabkan kematian pada ternak.
Jika a suatu negara terjangkit PMK maka tidak diizinkan mengekspor ternaknya atau produk turunan peternakan dan pertanian karena diduga tertular virus PMK.
Baca juga: Serapan APBD Provinsi NTT Disebut Rendah, DPRD NTT: Harus tambah
Dalam hal ini virus PMK menimbulkan kerugian berupa penurunan kualitas daging, produk susu dari sapi perah terhenti, bahkan menimbulkan kematian ternak yang sangat merugikan bagi masyarakat peternak dan petani.
Menyikapi meluasnya virus PMK termasuk upaya pencegahan dan pengendalian, PDHI NTT siap berkolaborasi dengan Pemprov Daerah tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
"Kami dari persatuan Dokter Hewan dengan jumlah keanggotaan yang terdaftar sebanyak 370 orang dan dokter hewan swasta yang tersebar di 22 kabupaten/kota di NTT siap berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk mencegah dan menanggulangi virus PMK," jelas Maks.
Selain itu, Universitas Nusa Cendana melalui Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Hewan (FKKH), Fakultas Peternakan, dan Fakultas Pertanian melalui program Kampus Merdeka, dan Merdeka Belajar juga siap mendukung pemerintah melalui program pengabdian masyarakat.
Baca juga: Seorang Oknum Polisi di NTT Diduga Aniaya Adik Kandungnya
"Dukungan Undana berupa mengerahkan mahasiswa menjadi tenaga penyuluh dan pendamping pertanian dan peternakan, sekaligus melakukan kajian empirik terhadap virus yang menyerang hewan ternak, agar dapat menemukan solusi yang tepat untuk pencegahan penyebaran virus PMK," tambah Maks.
Dukungan lainnya berasal dari Politeknik Pertanian, SMK Pertanian dan Peternakan, tamatan/alumni sarjana peternakan/pertanian, serta tenaga profesional dapat mendukung pemerintah menangani penyakit PMK dan virus lainnya.
"Semua dukungan sumber daya profesional telah tersedia namun pemerintah belum menanggap serius penanganan virus penyakit hewan karena belum terjadi Kasus Luar Biasa (KLB) sehingga apabila semua potensi daerah berkolaborasi maka penanganan kasus PMK dan penyakit hewan lainnya akan jauh lebih maksimal dan penanganannya secara profesional," pungkasnya.
Dekan Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan (FKKH) Undana, Dr. dr. Christina Olly Lada, M.Gizi, menambahkan virus PMK akan menghambat pembangunan sumber daya manusia di NTT.
Baca juga: Prakiraan Cuaca Hari Ini, 19 Wilayah Berpontesi Hujan Lebat, NTT Dilanda Angin Kencang
Menurut ahli gizi NTT tersebut, Pemprov NTT saat ini fokus melawan gizi buruk dan stunting, salah satunya minimnya mengkonsumsi protein hewani yang terkandung di dalam daging.
"Dampak dari PMK dapat menurunkan jumlah produksi sapu potong yang berdampak pada meningkatnya harga daging, sementara daya beli masyarakat NTT tergolong rendah, sehingga perlu ada penanangan virus PMK mulai dari hulu oada upaya pencegahan sampai ke hilir termasuk penanggulangan penyakit hewan ternak, sehingga mewujudkan swasembada pangan yang mampu meningkatkan nilai konsumsi gizi masyarakat NTT," ujarnya.