Berita NTT
Audit Investigasi PT Flobamor Sebelum Kelola Jasa Wisata Komodo
Jasa wisata di Komodo,Kabupaten Manggarai Barat,Pulau Flores akan dikelola oleh BUMD milik Pemprov NTT, PT Flobamor.
Sistem jasa wisata yang ditawarkan pun misalnya pembelian tiket online atau reservasi, layanan perjalanan ke pulau-pulau, tracking, diving, tour guide, snorkeling dan lain sebagainya.
Sistem ini melibatkan pelaku pariwisata lokal yang profesional maka peran PT Flobamor ini adalah koordinator dari berbagai jenis-jenis usaha itu.
Baca juga: Empat Agenda Ini Dilakukan Presiden Jokowi Di Labuan Bajo
"Supaya gampang kita kontrol dan mudah kita awasi kualitas pelayanannya," ungkap dia lagi.
Disparekraf NTT juga menjamin ke depannya tidak ada hotel, restoran atau bangunan fisik yang bertentangan dengan konservasi. Rencana bisnis PT Flobamor pun selaras dengan konservasi ini.
"Kami tidak membangun hotel dan restoran juga di Pulau Komodo karena itu tidak ada dalam business plan BUMD itu, tapi jasa wisata," sebutnya lagi.
PT Flobamor juga merambah manajemen perjalanan yang akan diatur untuk tertib dalam sistem yang akan dibangun menertibkan pelaku pariwisata, wisatawan, siapa pun pihak yang akan menjual paket perjalanan, berapa paket yang akan ditawarkan, hingga pajak yang dibayarkan seperti apa.
Baca juga: Presiden Jokowi Dipastikan ke Labuan Bajo Resmikan Fasilitas Pariwisata di Rinca hingga Warloka
"Karena selama ini kita tidak tahu penjual paket ini di mana, apakah di Labuan Bajo atau di mana, apakah mereka bayar pajak tidak, jangan sampai paket perjalanan mereka lebih mahal dari komodo yang dilihat," jelasnya.
Kapal pesiar dari luar NTT, kata dia, tidak akan lagi parkir di pesisir pulau dan tidak lagi ada yang akan menginap lagi tetapi diarahkan ke hotel-hotel yang telah disediakan.
"Ada souvernir dan restoran yang bisa dinikmati sehingga bisa terjadi perputaran ekonomi di masyarakat lokal. Ada kriya, kuliner, yang bisa wisatawan dapatkan, tapi kalau di pulau sana mereka tidur di sana siapa yang untung? Apa dampaknya untuk ekonomi rakyat kita?" tambah dia lagi.
Komersialisasi Brutal
Anggota DPR RI, Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si menolak praktik komersialisasi secara brutal di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Pembatasan kuota pengunjung yang bertujuan untuk menjaga konservasi dengan menekan dampak negatif pariwisata tidak boleh berujung pada upaya-upaya komersialisasi pariwisata oleh kelompok atau golongan tertentu.
Baca juga: Delegasi 17 Negara Hadiri Pertemuan Ketiga DEWG G20 di Labuan Bajo
“Pada prinsipnya saya menyetujui pembatasan pengunjung dalam kajian Daya Dukung Daya Tampung Wisata (DDDTW) yang dilakukan oleh para ahli. Namun, mengapa pembatasan pengunjung yang katanya dilakukan untuk menjaga konservasi malah menjadi ajang komersialisasi secara brutal? Ini kritik keras saya terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai penjaga konservasi di Indonesia,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI yang kerap disapa Ansy Lema di Jakarta, Sabtu 16 Juli 2022.
Ansy menambahkan hal utama yang patut dipertanyakan dalam studi Daya Dukung Daya Tampung Wisata (DDDTW) adalah merekomendasikan pembatasan, tetapi mengapa di saat bersamaan KLHK memberikan ijin ke PT. Flobamor sebagai pengelola tunggal.
"Tidak benar atas nama konservasi, lalu dijawab dengan mengenakan tarif masuk yang tinggi. Memangnya negara ini hanya milik yang bayar? Di mana letak keadilan sosial? Apalagi, jika kebijakan itu diberlakukan bagi wisatawan domestik yang adalah anak bangsa sendiri," gugatnya.
Ansy menerangkan, agar dana bisa masuk secara optimal ke kas pemerintah daerah, maka penjualan tiket bisa dilakukan melalui platform digital atau e-commerce.
Baca juga: Pemerintah Bangun Pusat Data di Labuan Bajo,Batam,Jakarta dan IKN