Berita NTT
Kawin Tangkap di Sumba NTT Disebut Pelanggaran HAM, Lecehkan Harkat dan Martabat Perempuan
Tradisi Kawin Tangkap merupakan budaya di Sumba NTT. Kini kawin tangkap Disebut Pelanggaran HAM, Lecehkan Harkat dan Martabat Perempuan.
TRIBUNFLORES.COM, WAIKABUBAK - Bupati Kabupaten Sumba Barat, Yohanis Dade SH menegaskan, kasus kawin tangkap dengan korban ANG (26) perempuan asal Kampung Galimara, Desa Modu Waimaringu, Kecamatan Kota Waikabubak, yang dilakukan oleh LB, Senin (25/8) bukan tradisi atau Budaya Sumba tetapi itu murni tindakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Sebab, tindakan LB telah melecehkan harkat dan martabat ANG sebagai seorang perempuan.
"Saya sendiri menonton langsung video itu. Kasihan sekali sama perempuannya, diperlakukan tidak manusiawi. Itu pelanggaran HAM karena melecehkan ANG sebagai seorang perempuan yang berhak menentukan pilihannya. Dia diperlakukan semena-mena," kata Bupati Yohanis, dikonfirmasi Pos Kupang di Kantor Bupati Sumbar, Senin (1/8).
Karena itu, Bupati Yohanis minta penyidik Polres Sumbar memproses para pelaku sesuai hukum berlaku.
Baca juga: Pekan Olahraga dan Seni Rutan Larantuka, Karutan Solichin: Ajang Pengembangan Minat dan Bakat
"Hal itu demi membuat para pelaku jerah dan tidak melakukan hal serupa pada masa mendatang. Penegakan hukum secara tegas juga bertujuan memberi pencerahan kepada masyarakat untuk tidak melakukan hal serupa dengan alasan apapun," tegas Bupati Yohanis.
Proses hukum dan pemberian sanksi tegas kepada pelaku itu demi memenuhi rasa keadilan bagi korban dan efek jera.
Menurut Bupati Yohanis, sebagai Bupati, dia sangat tidak setuju dengan kejadian perbuatan melawan hukum itu.
"Tidak ada tradisi atau budaya seperti itu. Kalau dulu, biasanya berlangsung karena kesepakatan bersama kedua keluarga. Itu dulu. Zaman sekarang, tidak ada seperti itu lagi," tegas Bupati Yohanis.
Bupati Yohanis menilai tindakan yang dilakukan LB dan pelaku lainnya itu adalah bentuk pelanggaran HAM. "Sebab seorang perempuan berhak menentukan pilihan pasangan hidupnya. Bukan dipaksa-paksa seperti itu. Apalagi divideokan. Perbuatan itu, sangat tidak manusiawi," kata Bupati Yohanis.
Baca juga: Uskup Ruteng Datangi UMKM di Festival Golo Koe Labuan Bajo, Pariwisata Bukan Monopoli Kaum Berduit
Hal senada ditegaskan Lado Regi Tera selaku Rato Rumata atau tua adat, ketua suku dan ketua lembaga adat Situs Kampung Adat Tarung Kabupaten Sumbar, ditemui di kediamannya. Lado Regi mengatakan, video viral kawin tangkap yang pernah terjadi tahun 2021 dan kembali terjadi tahun 2022 ini bukanlah sebuah budaya adat Sumba.
Namun hal itu adalah bentuk pelanggaran HAM karena telah terjadi pelecehan terhadap seorang perempuan.
Karena itu, demikian Lado Regi Tera, Polisi mesti memproses hukum pelaku sesuai dengan hukum yang berlaku.
Tindakan tegas itu demi memberi rasa keadilan bagi kaum perempuan di Sumba Barat tercinta ini. Lado Regi Tera menegaskan, tindakan kawin tangkap sebagaimana terjadi itu jangan bertameng adat budaya Sumba untuk melegalkan tindak pelecehan terhadap kaum perempuan.
Lado Regi Tera menjelaskan, sebenarnya kawin tangkap tidak masuk dalam adat Budaya Sumbar, kecuali telah terjadi komunikasi dan kesepakatan antar seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk saling mencintai tetapi tidak mendapat restu dari salah satu orang tua. Sehingga keduanya memutuskan kawin lari atau kemudian disebut sebagai kawin tangkap.