Berita NTT

Amye Un dari Koki ke Kursi Penata Kota dan Wakil Wali Kota Darwin

Paad 35 tahun lalu Amye Un berangkat dari kampung halamannya di Kecamatan Amanatun Kabupaten Timor Tengah Selatan menuju ke Darwin Australia Utara.

Editor: Egy Moa
TRIBUN FLORES.COM/AGUS TANGGUR
Wakil Wali Kota Darwin-Australia Utara, Amye Un ditemui di kediamannya, Rabu sore 11 Januari 2023. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Agustinus Tanggur

TRIBUNFLORES.COM,KUPANGPeruntungan dan masa depan seseorang kadang sulit ditentukan. Pada 35 tahun yang lalu, perempuan asal Kecamatan Amanatun, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Pulau Timor, Amye Un merantau ke Darwin di Australia Utara. 

"Saat saya tiba pertama di Australia, saya melihat bahwa disinilah ada opportunity (kesempatan). Saya melihat bahwa kesempatan itu diberi kepada semua orang. Cuma bagaimana kami menerima kesempatan itu dan bisa merebut kesempatan itu,"  kata Amye Un, kepada TribunFlores.com, Rabu 11 Januari 2022 di kediamannya

Selama di Australia dirinya mengikuti sekolah Bahasa Inggris selama tiga bulan. Hanya belajar basiknya  agar  bisa bekerja.

"Pertama itu saya bekerja disalah satu restoran Indonesia milik Pak Iskandar, Direktur Merpati. Disitu saya sambil belajar cara kerja mereka. Saya menjadi seorang juru masak atau koki di restoran itu. Dari kesempatan itu saya terus belajar dan membuka restoran sendiri. Saat itu saya melihat setiap orang yang merantau itu tidak terlepas dari kontrol orang tua," ujarnya.

Baca juga: Warga di NTT Kaget Temukan Patung Batu Menyerupai Manusia di Lokasi Galian C

Menurut Amye, merantau itu mengajarkan saya untuk mandiri, bertanggungjawab dan Independen. 

"Kala itu saya tinggal dengan orang tua angkat saya yang memiliki Toyota. Tapi dia tidak manjakan saya, dia tidak beri kamar yang mewah buat saya, untuk tidur saja selama tiga bulan saya tidur di garasi. Tapi dari situlah saya 'pecahkan' otak saya. Bagaimana saya mendapatkan resident visa (izin tinggal), dengan resident visa itu saya bisa nikah," ujarnya. 

Amye Un menceritakan bahwa saat itu dia dipanggil oleh mantan Gubernur NTT, Piet Alexander Tallo untuk ikut menjadi juru kampanye di Kabupaten TTS.

"Setelah Pak Piet Tallo menang, Ia meminta saya untuk sekolah di Salatiga untuk ambil Jurkam. Tapi saya tidak mau. Saya lebih memilih untuk kembali ke Australia," tambahnya.

Baca juga: Ini Daftar Kapal Ferry Terbaru 2023 yang Beroperasi di Seluruh NTT

Amye Un mengaku tak pernah bermimpi bisa menjadi pejabat penting di Darwin. 

"Selama 18 tahun itu saya ikut berpartisipasi bersama masyarakat kecil di kota tersebut. Kedekatan saya dengan masyarakat saat itu bukan untuk kepentingan politik. Saya tidak ada impian apapun untuk menjadi politik," tegasnya. 

Ia bahkan menyebut bahwa selama 8 tahun diri memasak untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat kurang mampu dan orang-orang jalanan. Tahun 2019, saya melakukan aksi protes kepada pemerintah Northern Territory khususnya Darwin terkait masalah kebersihan kota. 

"Setelah video saya Viral, dari situlah masyarakat melihat bahwa cara kerja saya ternyata seperti itu, masyarakat mulai ribut. Saat itu juga saya ditawarkan oleh dua partai besar yang ada di Australia. Saya menolak, memang kita hidup di negara demokrasi, sehingga independen itu sangat limit atau sangat kecil. Tapi saya lebih memilih Independen," ceritanya

Baca juga: Wagub NTT Dukung Penuh Kanwil Kemenhumkam NTT Dirikan TPI

Tahun 2020 saya memberanikan diri ikut dalam pemilihan gouverment (selevel bupati). "Saat itu saya menang dengan 10,3 persen dibawah calon independen lain," tambahnya 

Tahun 2021, banyak orang yang menelpon saya untuk maju sebagai wali kota. Pada saat itu juga, ada dua pemilihan yang bersamaan yaitu wali kota dan penata kota. Saya ikut dua-duanya. 

"Saya tidak berpikir untuk menang. Karena dana yang saya siapkan itu hanya 3.500 dollar Australia. Dan dana itu dana yang sepanjang demokrasi, dana yang paling limit. Dana pribadi saya yang saya tampung satu hari 20 dolar selama enam bulan," jelasnya. 

Ia merincikan bahwa dana 3.500 dollar Australia tersebut saya peruntukan 500 dollar untuk biaya registrasi. 1.200 dollar Australia untuk mencetak 10.000 surat suara dan 450 dollar Australia untuk 25 lembar baliho.

Baca juga: Catur Ariyanto Bilang Penyaluran Dana Desa di NTT Capai 99,75 Persen

"Sedangkan sisanya saya gunakan untuk keperluan operasional," katanya. 

Ia menceritakan bahwa saat itu saya optimis kalau saya sudah menang. Karena fondasi yang saya buat didalam kemasyarakatan iyu sudah kokoh. 

"Jadi memang untuk menjadi seorang politisi itu bukan hanya datang dari keluarga yang mampu atau yang berduit. Tetapi bagaimana kita merangkul hati masyarakat dan kejujuran dari kita pribadi bisa ditunjukan dan dipercayakan oleh masyarakat," tuturnya 

Lanjutnya, secara pemilihan saya juara dua atau runner-up, yang berarti wakil wali kota. Tetapi saya menang juga sebagai penata kota.

Baca juga: Ketua Pengadilan Tinggi Agama Kupang Silaturahmi dengan Ombudsman NTT, Darius: Terima Kasih

"Dari kedua jabatan itu saya lebih aktif di Councillor, karena Councillor itu saya membawahi suara masyarakat. Saya dekat dimasyarakat itu dengan jabatan Councillor saya," tuturnya 

Amye menjelaskan, kerja dari dewan penata kota Councillor itu untuk membantu wali kota dalam urusan kepentingan publik.

" Selama 2 jam dalam satu hari itu saya mendatangi masyarakat dan mendengar aspirasi mereka. Misalnya mereka mau butuh apa, nanti kita buatkan laporannya ke wali koto dan kita tentukan kebijakannya," jelas Amye sambil menunjukan pakayan yang digunakan saat turun kemasyarakat. *

Berita NTT lainnya

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved