Minggu Palma

Sejarah Minggu Palma dalam Gereja Katolik dan Alasan Daun Palma Digunakan

Banyak orang tentu bertanya seperti apakah sejarah dari Minggu Palma ini dan kenapa harus menggunakan daun palma dalam perayaan tersebut

Editor: Nofri Fuka
TRIBUNKALTARA/HO-IST
Ilustrasi Daun Palma 

TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Beberapa hari lagi umat Katolik akan merayakan minggu palma. Minggu palma dirayakan sebelum memasuki masa paskah.

Banyak orang tentu bertanya seperti apakah sejarah dari Minggu Palma ini dan kenapa harus menggunakan daun palma dalam perayaan tersebut. Simak selengkapnya di bawah ini;

Sejarah Minggu Palma

Perayaan Minggu Palma sejatinya merujuk pada peristiwa yang dicatat pada empat Injil, yaitu Markus 11:1-11, Matius 21:1-11, Lukas 19:28-44, dan Yohanes 12:12-19.

Baca juga: Bantu Umat Katolik Raya Minggu Palma, Moat Yoseph Jual Palem Pakai Mobil Pikap di Kota Maumere

 

Dalam perayaan Minggu Palma, dikenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem dan dielu-elukan oleh orang banyak.

Masuknya Yesus Kristus ke kota suci Yerusalem adalah hal yang istimewa sebab hal ini terjadi sebelum Yesus disiksa, mati, dan bangkit dari kematian.

Itulah alasan kenapa Minggu Palma disebut sebagai pembuka pekan suci, yang berfokus pada pekan terakhir Yesus di kota Yerusalem.

Pada Minggu Palma gereja tidak hanya mengenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem, melainkan juga mengenang kesengsaraan Yesus. Oleh karena itu, Minggu Palma juga disebut sebagai Minggu Sengsara.

Perayaan Minggu Palma terdiri dari dua suasana yang kontras. Upacara pemberkatan daun palma dilakukan di luar gedung gereja dengan suasana yang meriah, terlebih ketika memasuki gedung gereja. Umat akan melambai-lambaikan daun palma sambil menyanyikan pujian-pujian dengan lagu yang meriah.

Kemudian suasana meriah tersebut berganti menjadi suasana menyedihkan ketika memasuki gedung gereja. Di dalam Liturgi Sabda akan dibacakan kisah penderitaan Yesus.

Sejak Minggu kelima Prapaskah, patung-patung orang Kudus dan salib-salib diselubungi. Salib-salib tersebut diselubungi sampai akhir liturgi Jumat Agung. Hal ini memiliki simbol bahwa Yesus sungguh menunjukkan kemanusiaannya.

Oleh karena itu, perbedaan suasana ini mengingatkan umat Katolik bahwa di dalam kemeriahan sorak-sorai penyambutan Yesus sebagai Raja, ada derita dalam diri Yesus yang harus Ia tanggung.

Dikutip dari TribunJambi.com, dalam tradisi Gereja Katolik, ini sekaligus menjadi penanda waktu dimulainya Pekan Suci.

Setelah Minggu Palma, dilanjutkan dengan Tri Hari Suci yang merupakan tiga hari penting dalam tradisi Katolik,

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved