Berita NTT
WALHI NTT Nalai Eksport Pasir Laut Buka Ruang Pengrusakan
Kebijakan pemerintah pusat membuka kembali ekspor pasir laut mendapat reaksi beragam berbagai elemen masyarakat karena dampaknya merusak lingkungan.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG0- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau WALHI NTT menilai izin ekspor pasir laut oleh Pemerintah pusat (Pempus) justru membuka ruang pengrusakan di kawasan pesisir.
Ketua Divisi Perubahan Iklim dan Kebencanaan WALHI NTT, Deddy F. Holo mengatakan penertiban Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut, bukan solusi untuk meningkatkan daya dukung dan daya tampung ekosistem laut.
Aturan yang berlaku pada 15 Mei 2023 ini, justru membuka ruang pengrusakan lingkungan khususnya di wilayah pesisir dapat menambah persoalan lingkungan.
“Ini bukan cara yang tepat, sebaiknya pemerintah lebih mendorong pemulihan di wilayah pesisir untuk mengendalikan perubahan iklim, bukan menambang pasir," kata Deddy, Sabtu 3 Juni 2023.
Baca juga: Puluhan Tahun Rusak, Warga Jalan Kejora Oebufu Kota Kupang Swadaya Perbaiki Jalan
Deddy menerangkan, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil akan sangat berdampak khususnya nelayan dan lebih parahnya lagi bencana alam seperti banjir rob, abrasi dapat berpotensi tenggelamnya pulau-pulau kecil.
Jika dicermati justru rendahnya daya dukung dan daya tampung lingkungan, ujar dia, diakibatkan adanya kebijakan pembangunan di kawasan pesisir seperti tambang, industry pariwisata dan perikanan yang membuat rusaknya ekosistem tersebut.
"Persoalan pesisir harus dilihat dari hulunya," imbuhnya.
WALHI NTT mendesak Pempus menertibkan serta melakukan evaluasi terhadap berbagai kebijakan di kawasan pesisir yang hari ini telah membawa dampak buruk dengan menurunnya daya dukung lingkungan.
Baca juga: Pos Kupang Tanggulangi Stunting Diapresiasi Penjabat Wali Kota Kupang
WALHI NTT juga berharap pemerintah membatalkan kebijakan ini, karena sangat berisiko tinggi.
"Mengingat kebijakan serupa ini sebelumnya pernah dibatalkan pemerintahan Megawati karena pengerukan pasir memicu kerusakan lingkungan," tambah Deddy.
Dilansir Tribunnews.com, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut diterbitkan untuk menertibkan bahan yang digunakan untuk reklamasi.
Selama ini, pihak-pihak yang hendak melakukan reklamasi kerap menyedot beberapa pulau di Indonesia karena belum ada peraturan yang menyebutkan kalau yang diambil harus pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur.
Baca juga: Dua Parpol di Kota Kupang Tuntaskan Pengunggahan Data Bacaleg
Trenggono mengatakan, rezim ini berbeda dengan rezim 20 tahun yang lalu, di mana saat ini pemerintah akan mulai mengatur bahwa yang diambil haruslah material sedimen.
"Rezim ini berbeda dengan 20 tahun yang lalu. Karena pada waktu itu belum ada peraturan kalau yang diambil itu sedimentasi. Yang diambil itu pulau-pulau. Sekarang ini itu terjadi. Kita setop," katanya dalam konferensi pers di kantor KKP, Jakarta Pusat, Rabu 31/5/2023).
Trenggono kemudian mengatakan bahwa pihaknya pernah melakukan beberapa upaya penghentian akan penyedotan pulau.
"Kita pernah menghentikan penyedotan pulau Rupat di Riau. Itu kita setop. Terus kemudian ada reklamasi tanpa izin di daerah Kendari sana, kita setop. Ada yang datang juga, 'Pak menteri saya kan ini gini,' aduh mohon maaf, ini ngelawan lingkungan. Negara kita juga yang rugi," ujar Trenggono.
Baca juga: Polisi Bekuk 3 Terduga Pelaku Pengeroyokan Terhadap Mahasiswa Undana di Kota Kupang NTT
Trenggono kembali menegaskan bahwa saat ini bukan rezim pertambangan. Bagi perusahaan yang ingin mengambil material sedimen, harus melalui izin sejumlah kementerian.
"Jadi, PP ini bukan rezim penambangan. Kalau dia (perusahaan) mau eksekusi, harus dapat izin dari kita. Kalau kita lihat itu enggak bisa, ya enggak boleh. Ini tidak seperti masa lalu. Ini betul-betul yang diambil yang boleh digunakan. Itu yang diatur," katanya.
Selain itu, mengenai ekspor pasir laut, disebutkan dalam Dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 bahwa pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur merupakan hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan.
Salah satu pemanfaatannya, pasir laut dapat diekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, bunyi ayat (2).
Baca juga: Dukung Kota Kupang Bebas Sampah, Komunitas Tokijo Gandeng ITAF Ciptakan Incinerator
Trenggono mengatakan, PP ini akan memiliki turunan, yaitu peraturan menteri, di mana di dalamnya merupakan hasil rumusan tim kajian yang berisikan Kementerian KLHK, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BRIN, perguruan tinggi, organisasi nirlaba seperti Greenpeace, serta elemen lainnya.
Rumusan tersebut yang kelak akan memunculkan sejumlah persyaratan apakah material sedimentasi tersebut boleh diekspor atau tidak.
"Bahwasanya kemudian ada sisa-sisa, ada yang pengen misalnya membawa keluar, silakan saja kalo tim kajian sedimentasi ini membolehkan. Penentunya bukan dari PP ini. Penentunya adalah hasil dari tim kajian," katanya.*
Berita TRIBUNFLORES.COM lainnya di Google News
Berita NTT hari ini
Berita NTT terkini
WALHI NTT soal ekspor pasir laut
Ekspor pasir laut
TribunFlores.com hari ini
Bacaan-bacaan Liturgi Hari Raya Tritunggal Mahakudus Minggu 4 Juni 2023 |
![]() |
---|
Injil Katolik Minggu 4 Juni 2023 Lengkap Mazmur Tanggapan |
![]() |
---|
KPU Ngada Ingatkan Masyarakat Bisa Beri Tanggapan Terhadap Penetapan Bakal Calon Anggota DPRD |
![]() |
---|
Teks Ibadah Sabda Hari Raya Tritunggal Mahakudus Minggu 4 Juni 2023 |
![]() |
---|
Kalender Liturgi Katolik Minggu 4 Juni 2023, Hari Raya Tritunggal Mahakudus |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.