Berita Flores

Ilmuwan Temukan Kerangka Kecil dari Spesies Manusia Purba di Pulau Flores, NTT

Dikutip dari LadBible, manusia yang kerangkanya ditemukan tersebut dijuluki dengan Homo floresiensis, sesuai nama pulaunya.

|
Penulis: Gordy Donovan | Editor: Gordy Donovan
Wikimedia Commons/Emoke Denes
PERBANDINGAN -Perbandingan model kepala wanita Homo Floresiensis dengan tangan manusia di Natural History Museum, London, Inggris. 

TRIBUNFLORES.COM - Para ilmuwan menemukan kerangka kecil namun lengkap dari spesies manusia purba di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia, sekitar 20 tahun lalu atau 2003.

Dikutip TRIBUNFLORES.COM dari Kompas.Com Kamis 16 November 2023 menyebutkan para ilmuwan telah mencari bukti adanya migrasi manusia dari Asia ke Australia.

Dikutip dari LadBible, manusia yang kerangkanya ditemukan tersebut dijuluki dengan Homo floresiensis, sesuai nama pulaunya.

Namun, banyak orang setelah itu menjulukinya dengan “hobbit” karena ukurannya yang mengacu pada manusia kerdil, yang sama dengan tokoh fiksi penuh tekad dalam film dan novel Lord of the Rings.

Baca juga: Rekomendasi 6 Tempat Berburu Sunrise di Pulau Flores NTT, Ada Bukit Wolobobo hingga Danau Kelimutu

 

Penelitian awal terhadap kerangka kecil tersebut menemukan bahwa Homo floresiensis masih ada hingga sekitar 12.000 tahun yang lalu sebelum masuk dalam daftar “punah”.

Namun, penelitian lebih lanjut memundurkan tahunnya lebih jauh, mengatakan bahwa manusia purba Flores sudah punah sekitar 50.000 tahun lalu.

Diduga masih hidup di Pulau Flores

Sementara itu, antropolog bernama Gregory Forth justru berpendapat bahwa kemungkinan spesies manusia purba tersebut belum punah dan masih ada beberapa yang masih hidup hingga kini.

Atau setidaknya, "hidup" dalam kenangan mereka yang masih bernapas karena belum lama mati atau menghilang.

Ia berargumen bahwa dirinya telah berbicara dengan banyak saksi mata yang telah melihat sesuatu yang bisa menjadi bukti bahwa spesies yang juga dikenal sebagai "manusia kera" di Flores itu masih hidup hingga saat ini.

Dalam sebuah opini untuk The Scientist yang mempromosikan bukunya berjudul Between Ape and Human, Forth berpendapat bahwa para ahli paleontologi dan ilmuwan lain telah mengabaikan pendapat masyarakat setempat atau pribumi soal manusia purba yang hidup di hutan Flores.

“Tujuan saya dalam menulis buku ini adalah untuk menemukan penjelasan terbaik, yang  paling rasional dan didukung secara empiris tentang kisah-kisah makhluk Lio,” tulisnya, dilansir dari IFLScience (28/12/2022).

Masyarakat atau suku Lio merupakan suku asli yang ada di Kabupaten Ende dekat dengan Danau Kelimutu, Pulau Flores.

Baca juga: Cerita Wisatawan Domestik Mengejar Sunrise di Puncak Danau Kelimutu Ende

“Ini termasuk laporan penampakan oleh lebih dari 30 saksi mata, semuanya saya ajak bicara langsung,” lanjutnya.

Sehingga, ia menyimpulkan bahwa hominin non-sapiens tersebut masih hidup hingga saat ini atau baru-baru ini.

Pengakuan masyarakat Lio

Ia menulis bahwa zoologi rakyat lokal oleh masyarakat Lio yang mendiami pulau itu berisi cerita tentang manusia yang berubah menjadi hewan saat mereka bergerak dan beradaptasi dengan lingkungan baru.

Hal tersebut Forth samakan dengan sejenis Lamarckisme, pewarisan karakteristik fisik dari leluhur.

"Seperti yang diungkapkan oleh penelitian lapangan saya, perubahan yang diajukan tersebut mencerminkan pengamatan lokal tentang kesamaan dan perbedaan antara spesies leluhur dan keturunannya yang berbeda," terangnya.

PUNCAK DANAU KELIMUTU- Beberapa turis asing di puncak Danau Kelimutu ikut menyaksikan dan memotret matahari terbit atau sunrise, (24/10/2023).
PUNCAK DANAU KELIMUTU- Beberapa turis asing di puncak Danau Kelimutu ikut menyaksikan dan memotret matahari terbit atau sunrise, (24/10/2023). (TRIBUNFLORES.COM/GG)

Menurut Forth, Lio mengidentifikasi makhluk-makhluk ini sebagai binatang yang tidak memiliki bahasa atau teknologi rumit seperti halnya manusia.

Meski begitu, ada kemiripan yang “menakutkan” dengan manusia.

“Bagi Lio, penampilan manusia kera sebagai makhluk yang tidak sepenuhnya manusia membuat makhluk tersebut menjadi anomali dan karenanya menjadi masalah dan mengganggu,” jelasnya.

Forth juga mendesak agar pengetahuan masyarakat setempat harus dimasukkan ke dalam penyelidikan spesies tersebut.

“Naluri awal kita, saya menduga, adalah menganggap manusia kera yang masih ada di Flores hanya khayalan belaka. Namun, dengan mempertimbangkan secara serius apa yang dikatakan oleh orang Lio, saya tak menemukan alasan yang kuat untuk berpikir demikian," ujarnya.

“Apa yang mereka katakan tentang makhluk tersebut, ditambah dengan bukti-bukti lain, sepenuhnya konsisten dengan spesies hominin yang masih hidup, atau spesies yang baru punah dalam 100 tahun terakhir,” tambahnya. 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved