Berita NTT
Kisah Pasutri di NTT Sekolahkan Anak-anak dari Hasil Jual Tenun Ikat
Jarak pemukiman Sebelah Kali dari jantung Kota Ba'a kira-kira 750 meter dengan waktu tempuh dua menit.
Ditia nampak sedang merajut benang terindah bermotif daun lontar dengan tangan maju mundur seirama menyatukan sejumlah benang yang disusun berbaris sembari menunggu giliran.
Ditia, penenun kain tradisional orang Rote, bekerja keras melawan tantangan zaman.
Apa boleh buat, ibu dari lima orang anak ini melestarikan kearifan lokal orang Rote lewat tenun ikatnya.
"Saya menenun sejak dari kecil. Ini pekerjaan turun temurun dari orang tua saya," ungkap Ditia Fandu, Senin, 15 Januari 2024.
Dalam sebulan, Ditia mampu menyelesaikan selembar sarung atau selimut tenun ikat.
Selain sarung atau selimut, Ditia juga menenun kain selempang. Sekali menenun, dia mampu menghasilkan enam lembar kain selempang.
Ditia menjual hasil tenunannya di beranda rumah.
Ayah Menjual Tenun
Selain dipajang di beranda rumah, sang pendamping hidup, Derbi Yami ikut andil dalam penjualan.
Keluar pagi, pulang sudah senja, Derbi pergi menjual kain tenun sang istri di pasar-pasar rakyat wilayah Kabupaten Rote Ndao.
"Hasil tenunan, dipajang di teras rumah. Saya dengan suami juga bekerjasama. Saya menenun dan suami yang menjual di pasar," ungkap Ditia.
Derbi dan Ditia juga menggunakan platform media sosial sebagai instrumen penjualan kain tenun mereka.
Kisaran harga tenun yang dijual Derbi dan Ditia senilai Rp.750.000 hingga Rp. 1.000.000, tergantung motif yang ditawarkan.
Sementara harga selempang atau selendang yang dijual senilai Rp. 50.000 hingga Rp.100.000.
"Kalau selempang, harganya tergantung dari yang bisa dicuci, sedikit lebih bernilai dengan harga Rp.100.000 dan yang biasa Rp.50.000," sebut Ditia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.