Renungan Katolik Hari Ini

Renungan Harian Katolik Sabtu 9 Maret 2024, Sikap yang Benar dalam Berdoa

Mari simak Renungan Harian Katolik Sabtu 9 Maret 2024. Judul Renungan Harian Katolik Sikap yang benar dalam berdoa.

|
Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / GG
RENUNGAN HARIAN KATOLIK PATER JOHN LEWAR - Mari simak Renungan Harian Katolik Sabtu 9 Maret 2024. Judul Renungan Harian Katolik Sikap yang benar dalam berdoa. 

Demikianlah Injil Tuhan.

U. Terpujilah Kristus.


Renungan Katolik

Saudari-saudaraku yang terkasih dalam Kristus.

Sabda Tuhan hari ini memperlihatkan sikap yang benar dalam berdoa. Yesus
memperlihatkan dua pria mengunjungi Gereja yang sama dan berdoa kepada
Tuhan yang sama. Namun ada perbedaan motivasi batin di antara keduanya.
Orang Farisi berdoa dengan motivasi batin: Ingin membanggakan diri di
hadapan Tuhan. Ia bangga dengan dirinya. Ia tampil beda, tidak sama seperti
orang lain, tidak seperti pemungut cukai. Ia merasa lebih suci, lebih bersih, lebih
benar. Ia bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina. Ia lebih taqwa,
berpuasa dua kali seminggu.

Ia lebih sosial, dengan memberikan sepersepuluh
dari segala penghasilannya dan memberikan derma. Ia mengucap syukur
kepada Allah, bukan atas segala rahmat yang Allah limpahkan kepadanya dan
yang telah ia terima dengan limpahnya, melainkan bersyukur atas
kehebatannya. Doa orang Farisi ini tidak ditujukan kepala Allah, sumber rahmat
dan berkat, tetapi ditujukan atau diarahkan kepada dirinya sendiri. Hatinya
sama sekali tidak tersentuh oleh kasih Allah yang telah dicurahkan kepadanya.
Hal yang menyentuhnya adalah apa yang telah ia buat atas jasanya sendiri.
Kelihatan dibalik doanya ada sikap mengadili orang lain. Selain itu model doa
orang Farisi ini mengandaikan bahwa ia sudah tidak butuh Tuhan lagi. Ia sudah
mampu menjadikan dirinya lurus dan benar tanpa bantuan Tuhan lagi. Orang
Farisi dalam perumpamaan hari ini adalah gambaran orang yang berdoa dengan
hati sombong, yang sudah tidak lagi membutuhkan Allah dan rahmat-rahmatnya
dan karena itu ia merasa tidak perlu memohon sesuatu kepada Allah. Orang
semacam ini selalu ada di segala zaman, mungkin juga ada dalam peristiwa dan
pengalaman doa kita setiap hari.

Sementara itu, Pemungut Cukai merendahkan diri di hadapan Allah. Si
Pemungut Cukai dengan perasaan takut datang kepada Allah. Dia memilih
tempat paling belakang. Dia menyadari kerapuhan dirinya dan sungguh
menyesali dosa-dosanya di masa lalu. Dia bersujud di hadapan Allah dan mohon
pengampunan atas dosa-dosanya, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.”
Pemungut Cukai menyandarkan dirinya pada kekuatan dan belaskasih Allah.
Dalam kelemahan dan dosanya dia membuka diri bagi kerahiman Allah dan
kekuasaanNya. Dalam kerendahan hati dan kejujuran dia menemukan jalan
rahmat dan pengampunan.

Saudari-saudaraku yang terkasih dalam Kristus.

Perumpamaan yang sangat inspiratif ini menjadi sebuah pembelajaran bagi
kita. Pertama, setiap doa, apa pun jenis doa: doa syukur atau permohonan atau
penyerahan atau pertobatan, perlu dilakukan dalam semangat kerendahan hati.
Di dalam Katekismus Gereja Katolik,” Kerendahan hati adalah dasar doa dan
karena “kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa” (Rom 8:26).
Supaya mendapat anugerah doa, kita harus bersikap rendah hati: Di hadapan
Allah, manusia adalah seorang pengemis” (No. 2559)

Kedua, setiap orang adalah pendosa di hadapan Allah. Kebutuhan mendasar
seorang pendosa adalah belas kasihan Allah dan seorang pendosa yang rendah
hati tidak malu untuk mohon belas kasihan dari Allah. “Ya Allah, kasihanilah aku
orang berdosa ini “(Lukas 18:13) adalah doa yang perlu diserukan setiap hari.
Dalam Misa Kudus doa ini selalu diserukan dengan keyakinan, bahwa hati yang
remuk redam, yang sadar betul akan kesalahan dan kedosaannya, tidak akan
dipandang hina oleh Allah (Mazmur 51:19, Mazmur Tanggapan, bait kedua).
Ketiga, arah doa adalah tertuju kepada Allah, bukan kepada manusia.Oleh
karena itu, dalam doa orang bisa memuliakan Allah, tetapi tidak untuk
merendahkan martabat manusia. Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu,
karena aku tidak sama seperti semua orang lain (Lukas 18:11), jelas merupakan
sebuah doa yang merendahkan martabat manusia, orang lain, yang adalah
sesamanya. Inikah doa yang benar dan berkenan kepada Allah? Pasti tidak.
Itulah sebabnya, si Pemungut Cukai itu pulang sebagai orang yang dibenarkan
Allah, sedang orang lain itu, si orang Farisi, tidak.

Contemplasi:

Sikap yang benar dalam berdoa selalu didasarkan pada kerendahan hati dan
kejujuran. Bagaimana sikap doa kita sebagai orang beriman? Apakah kita akan
bersikap seperti orang farisi yang dengan angkuh berdoa kepada Tuhan dan
dengan sombong menpersalahkan orang lain? Atau apakah kita bersikap seperti
Pemungut Cukai yang dengan rendah hati mengaku kesalahannya di hadapan
Tuhan?

Doa:

Ya Tuhan, kasihanilah aku orang berdosa ini, yang sering menyombongkan diri, merasa berhak hidup dan apapun yang kulakukan...Amin.

Sahabatku yang terkasih, Selamat Hari Sabtu. Salam doa dan berkatku untukmu dan keluarga di mana saja berada: Bapa dan Putera dan Roh Kudus...Amin


Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved