Perdagangan Orang di Lembata

Cegah Kasus Perdagangan Orang, Pemda Lembata Bentuk Gugus Tugas TPPO

Penandatanganan dilakukan saat menggelar Focus Group Discussion (FGD) bekerjasama dengan Kemen PPPA di Aula Kantor Bupati Lembata

Penulis: Paul Kabelen | Editor: Hilarius Ninu
TRIBUNFLORES.COM/ARNOLDUS WELIANTO
Perhimpunan mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Maumere Santo Thomas Morus mengelar aksi terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Mapolres Sikka, Senin 13 Mei 2024. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen


TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA-Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lembata dan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) akhirnya membubuhkan tanda tangan yang menyepakati dibentuknya Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). 


Penandatanganan dilakukan saat menggelar Focus Group Discussion (FGD) bekerjasama dengan Kementerian  PPPA di Aula Kantor Bupati Lembata pada, Jumat, 17 Mei 2024.


Dewan Pembina Padma Indonesia, Gabriel Goa, mengatakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, menuntut komitmen serius Pemerintah Kabupaten Lembata dalam advokasi dan edukasi pencegahan tindakan pidana perdagangan orang di Kabupaten Lembaga, Nusa Tenggara Timur.


TPPO, jelas dia, merupakan kejahatan luar biasa yang menuntut perhatian dan tindakan serius dari seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan.

 

 

Baca juga: Badai Rob Rusakki Jalan di Wuring Sikka, Baharudin: Sudah Usulkan Tapi Belum Respon

 

 

 

 


Perdagangan orang adalah praktik kejahatan yang kejam dan tidak manusiawi, di mana orang-orang dieksploitasi secara fisik, seksual, atau ekonomi melalui pemaksaan, pemerasan, atau manipulasi.


Untuk itu Kemen-PPPA sadar atas urgensi untuk memerangi perbudakan modern ini dan menciptakan Indonesia yang bebas dari eksploitasi dan kekerasan.


Menurut Gabriel, saat ini penggunaan teknologi untuk menjerat korban menjadi salah satu tren baru yang banyak digunakan oleh pelaku. Dan NTT menjadi trending korban tindak pidana perdagangan orang. 


"Kita ingin jadikan Lembata sebagai Pilot Project, advokasi Pencegahan TPPO yang dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia. Kalau lebih ekstrim lagi kita ingin mencacah jiwa semua orang Lembata dari desa ke desa termasuk yang sedang ada di luar negeri. Persoalan apa yang dihadapi, bagaimana kondisinya, status kewarganegaraan termasuk hal hal mereka sebagai buruh migran. Ini penting sebagai jalan pencegahan tindak pidana perdagangan orang," ujar Goa.

 

 

Baca juga: Setiap Tahun Dihantam Banjir Rob, Ruas Jalan di Wuring Sikka Rusak Parah, Pengendara Jatuh

 

 


Meski demikian, Goa tegas meminta komitmen pemerintah Kabupaten Lembata agar pilot project ini dapat terlaksana dengan baik.


Sekalipun dalam forum tersebut muncul sikap pesimis oleh karena kondisi Lembata yang tidak memiliki anggaran dan sumber daya manusia, FGD berhasil membentuk Pokja dengan tugas membentuk gugus tugas TPPO Lembata dalam tahun 2024.


Saat pembukaan kegiatan, dilakukan komitmen pembentukan Gugus Tugas TPPO ini ditandatangani di aula Kantor Bupati Lembata oleh Penjabat Bupati Matheos Tan, perwakilan Kapolres Lembata, Kajari, Pengadilan Negeri serta sejumlah Pejabat pimpinan OPD.


Komitmen pembentukan Gugus Tugas TPPO di Kabupaten Lembata terselenggara dalam Focus group discussion, yang difasilitasi LSM Padma Indonesia (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia) bekerja sama dengan Deputi Bidang Penanganan hak perempuan, Kemen PPPA, yang menggelar Focus group discussion.

 

 

Baca juga: Silaturahmi dengan Keluarga SASA di Maumere, Sebas Salang: Paket OASE, Tagline Jangan Mencuri

 


Paulina Heny Hayon, Ketua Panitia FGD Pencegahan dan Penanganan tindak pidana perdagangan orang, Jumad (17/5/2024), menjelaskan, tujuan FGD ingin menjadikan Kabupaten Lembata sebagai pilot program di NTT melalui Gerakan Masyarakat Antihuman Trafficking dan Migrasi Aman (Gema Hati Mia) mulai dari desa.


Aresi Armynuksmono, Perencana Ahli Madya, Asdep Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO, KemenPPPA, tampil membawakan materi ‘Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang sedangkan Kasat Reskrim Polres Lembata mengupas materi ‘Pencegahan dan penanganan TPPO di wilayah hukum Polres Lembata.


Sedangkan, Maria Anastasia Barabaje, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kab Lembata, membawa materi ‘Kolaborasi Pentahelix di Provinsi Dalam Pencegahan Perdagangan Manusia dan Perlindungan Pekerja Migran Asal Lembata, Khususnya Perempuan.

Penjabat Bupati Lembata, Matheos Tan, dalam kesempatan itu menjelaskan, Pemerintahan yang dipimpinnya berkomitmen mencegah Perdagangan Manusia dan melindungi Pekerja Migran dengan berbagai kebijakan, antara lain menambah anggaran bagi Disnakertrans, untuk dapat leluasa menuntaskan persoalan-persoalan antara pekerja dan perusahaan.

Sayangnya, apa yang disampaikan Matheos Tan itu tidak sejalan dengan perjanjian Pemda bersama konjen Malaysia.

Korvandus Sakeng, Aktivis Buruh Migran yang juga Inisiator Pembentukan Perda Perlindungan Buruh Migran di Lembata menjelaskan, saat ini pemda Lembata harus bisa membayar utang janji kepada konjen Malaysia. Menurut Sakeng saat dirinya bersama Almarhum Henti Sunur dan beberapa pejabat eselon II Lembata, berkunjung ke Malaysia, disepakati untuk pemda Lembata memfasilitasi pengurusan dokumen kewarganegaraan BMI, misalnya KTP, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran dan Akta Kematian.

“Sayangnya komitmen itu belum jalan karena Bupati Henti Sunur meninggal dunia. Bupati Yentji meninggal dan komitmen janji itu belum dilaksanakan sampai hari ini. Lunasi dulu komitmen itu”, ungkap Sakeng

Sebab komitmen yang belum dilaksanakan itu adalah utang bagi masyarakat Lembata dan juga menjaga kepercayaan konjen Malaysia.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved